Liputan6.com, Jakarta - Asia Development Bank (ADB) prediksi defisit transaksi berjalan (current account deficit) Indonesia masih akan melebar pada 2018. Hal tersebut terungkap dalam Asia Development Outlook (ADO) 2018.
Berdasarkan prospek yang telah direvisi tersebut, defisit transaksi berjalan diprediksi sebesar 2,6 persen. Angka ini melebar dari defisit transaksi berjalan pada 2017 sebesar 1,7 persen.
Senior Economic Officer ADB, Priasto Aji, mengatakan melebarnya defisit transaksi berjalan dipicu oleh melajunya investasi dalam negeri serta kinerja ekspor yang masih lemah.
Baca Juga
Advertisement
"Current account defisit pada dasarnya cerminan ekonomi kita. Ada current account defisit, tapi kita lihat tujuannya untuk apa? selama ini yang cukup tinggi ini, karena kita mau investasi," kata dia saat ditemui di Kantor ADB, Jakarta, Rabu (26/9/2018).
"Sebetulnya untuk biayai investasi nggak masalah. Current account defisit itu biasa, ada ya di bawah 3 persen atau lebih," lanjut dia.
Dia menuturkan, untuk memperbaiki kinerja transaksi berjalan perlu dilakukan perbaikan. Perbaikan terutama dari sisi peningkatan kinerja ekspor serta penguatan investasi
"Memang perlu ada perbaikan ekspor perlu ditingkatkan lagi. Caranya pertama kita structure reform, harus dilanjutkan bagaimana caranya kita push ekspor, push investasi," ujar dia.
Perbaikan terhadap kinerja ekspor dan investasi, kata Aj, tidak hanya memperbaiki defisit transaksi berjalan, melainkan juga dapat memberikan sumber pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan sustainable.
"Dorong ekspor, mendorong investasi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang lebih sustainable daripada hanya konsumsi. Beberapa tahun terakhir sudah ada mulai pergerakan dari konsumsi ke investasi. Bagaimana ke depan ditingkatkan lagi," kata dia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Sri Mulyani Prediksi Defisit Transaksi Berjalan Belum Turun pada Kuartal III 2018
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal III-2018 masih akan defisit. Hal itu melihar CAD yang masih belum jauh berbeda dibandingkan periode sebelumnya.
"Jadi kita sudah dapat melihat bahwa untuk kuartal III-2018 CAD-nya masih akan belum menurun," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin 24 September 2018.
Diketahui, Bank Indonesia (BI) merilis defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018 sebesar USD 8 miliar. Jumlah tersebut meningkat menjadi 3 persen dari kuartal I-2018 yang tercatat hanya sebesar USD 5,7 miliar atau 2,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sri Mulyani juga menyoroti neraca perdagangan yamg dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli dan Agustus juga masing-masing telah defisit sebesar USD 2,03 miliar dan USD 1,02 miliar. Penyebabnya tak lain adalah kebutuhan impor yang masih dinilai tinggi.
Bahkan untuk menyiasati agar transkasi berjalan tidak mengalami defisit telah dilakukan berbagai kebijakan. Salah satunya melalui perluasan Biodisel 20 persen atau B20, untuk menekan laju impor.
"Beberapa measure yang dilakukan kemarin kan baru mulai efektif kan, sebagian dimulai di September ini," imbuh Sri Mulyani.
Namun nampaknya, kebijakan tersebut tak semulus yang direncanakan oleh pemerintah. Sebab, dalam realisasinya Pertamina masih mengalami kendala dalam perluasan B20.
"Pertamina menyampaikan ada kendala maka kita akan coba atasi dan kita akan terus koordinasi dengan menteri-menteri yang lain," ungkapnya.
"Kementerian Keuangan juga menyiapkan seluruh instrumen fiskal. Kalau emang ada yang perlu ditambah kita tambah, ada yang kurang kita kurang, gitu ya," pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement