Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) diprediksi kembali menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan September 2018.
Diprediksi kenaikan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin (bps) dari 2 persen menjadi 2,25 persen. Ekonom BCA, David Sumual, mengatakan pasar sesungguhnya sudah mulai mengantisipasi rencana penaikan suku bunga The Fed.
"The Fed memang sudah dalam ekspetasi kenaikan 25 bps, kelihatannya pasar sudah antisipasi. Bahkan mereka sudah antisipasi akhir tahun kemudian naik lagi," kata dia, dalam diskusi di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, hal yang paling ditunggu oleh pasar adalah forward guidance, atau arah kebijakan yang bakal dikeluarkan Bank Sentral AS itu paska menaikkan suku bunga.
"Mungkin bukan kenaikan suku bunganya, tapi forward guidance nanti malam itu apa. Apakah mereka masih yakin 3 kali lagi tahun depan.Kalau views-nya berubah jadi 2 kali (menaikan suku bunga) justru malah positif buat negara berkembang. Bisa saja terjadi inflow lagi," ujar dia.
Meskipun demikian, kata David, The Fed masih akan terus menaikan suku bunganya. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi AS.
"Tapi kita lihat tren ke depan. Tren ke depan mungkin The Fed masih akan terus menaikkan," kata dia.
Sementara itu, Mantan Menko Maritim Rizal Ramli berharap kenaikan suku bunga dapat disikapi dengan baik oleh Pemerintah agar nilai tukar rupiah tidak terdepresiasi terlalu dalam.
Dia menuturkan, sejauh ini baru Bank Indonesia yang merespons secara tepat depresiasi rupiah dari sisi moneter. Sementara kebijakan pemerintah, menurut dia belum terlalu ampuh.
"Masa hanya naikin suku bunga terus. Itu timpang. Solusi yang timpang. Kalau hanya andalkan kebijakan moneter," ujar dia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka
Investor Menanti Suku Bunga Acuan BI, IHSG Melemah Tipis
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik arah ke zona merah. Namun, pelemahan IHSG terbatas.
Pada penutupan perdagangan saham, Rabu 26 September 2018, IHSG melemah tipis 1,02 poin atau 0,02 persen ke posisi 5.873,27. Indeks saham LQ45 susut 0,12 persen ke posisi 925,50. Indeks saham acuan bervariasi.
Sebanyak 180 saham melemah sehingga mendorong IHSG tertekan. Sedangkan 180 saham menguat dan 125 saham diam di tempat. Pada Rabu pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 5.908,58 dan terendah 5.870,30.
Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 373.034 kali dengan volume perdagangan saham 10,8 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 7,3 triliun. Investor asing beli saham Rp 21,87 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.893.
Sebagian besar sektoral saham melemah kecuali sektor saham aneka industri naik 1,58 persen, dan catatkan penguatan terbesar. Disusul sektor saham pertanian mendaki 0,76 persen dan sektor saham infrastruktur menanjak 0,37 persen.
Sementara itu, sektor saham perdagangan susut 0,56 persen. Disusul sektor saham barang konsumsi melemah 0,43 persen dan sektor saham industri dasar merosot 0,29 persen.
Saham-saham yang catatkan penguatan terbesar antara lain saham TRIO menanjak 25,26 persen ke posisi Rp 238 per saham, saham NIKL melonjak 24,43 persen ke posisi Rp 4.330 per saham, dan saham DIGI mendaki 19,42 persen ke posisi Rp 1.230 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham INCF melemah 25,60 persen ke posisi Rp 125 per saham, saham ARTA tergelincir 24,66 persen ke posisi Rp 220 per saham, dan saham PANI susut 15,97 persen ke posisi Rp 500 per saham.
Bursa saham Asia sebagian besar menghijau. Indeks saham Hong Kong Hang Seng naik 1,15 persen, dan catatkan penguatan terbesar. Indeks saham Korea Selatan Kospi mendaki 0,68 persen, indeks saham Jepang Nikkei menanjak 0,39 persen, indeks saham Thailand mendaki 0,14 persen, indeks saham Shanghai menguat 0,92 persen dan indeks saham Singapura menguat 0,10 persen. Sementara itu, indeks saham Taiwan melemah 0,04 persen.
Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menilai, para pelaku pasar menyoroti rencana Bank Indonesia (BI) yang akan menaikkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate (7-DDR) sebesar 25 basis poin dari 5,5 persen menjadi 5,75 persen.Ini usai keputusan bank sentral Amerika Serikat nanti untuk menaikkan suku bunga.
"Apalagi sebelumnya rupiah sempat sentuh level 15.000 kemudian pada akhirnya kembali terapresiasi ke level 14.915. Wacana BI itu diyakini akan mengurangi dampak dari capital outflow,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menuturkan, hal tersebut memberikan sentimen positif untuk penguatan IHSG dan rupiah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement