Liputan6.com, Jakarta - Lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis survei elektabilitas pasangan capres-cawapres. Dalam survei itu, pasangan Jokowi-Ma'ruf unggul 57,7 persen dari pasangan Prabowo-Sandi yang mengantongi 32,3 persen.
Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pasangan Jokowi-Ma'ruf tidak boleh terlena dengan hasil survei ini. Apalagi Pilpres masih panjang dan pasangan Prabowo-Sandi masih memiliki waktu tujuh bulan untuk meningkatkan elektabilitas.
Advertisement
Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dinilai belum aman karena masih di bawah 60 persen. Dalam waktu tujuh bulan ke depan, preferensi pemilih bisa berubah.
"Perubahan preferensi Pemilu masih bisa terjadi. Bisa saja tujuh bulan ke depan berpindah ke lain hati. Jadi jangan terlalu terlena," ujarnya di Jakarta Pusat, Rabu, 26 September 2018.
Dia menyatakan, elektabilitas Prabowo-Sandi sudah ada kenaikan dibandingkan Februari 2018. Jadi, meski Prabowo masih kalah, ini belum akhir segalanya.
"Karena toh Pemilu masih panjang," jelasnya.
Burhanuddin mengatakan, dalam survei itu ada 9 persen masyarakat belum menentukan pilihan. Sementara ada 30 persen masyarakat yang sudah menentukan pilihan, tapi kemungkinan besar pilihannya bisa berubah. Sebanyak 39 persen swing voter ini bisa dimanfaatkan pasangan Prabowo-Sandi.
Jadi Rebutan
Angka 39 persen ini dinilai sangat besar dan bisa mengubah keadaan. Jika 39 persen swing voter memilih Prabowo-Sandi, maka akan menjadi ancaman bagi pasangan Jokowi-Ma'ruf.
"Ini sangat besar. Karena bagaimana pun proporsi 39 persen ini bisa membalikkan keadaan. Kalau misalnya swing voter ini sebagian besar beralih ke pasangan Prabowo-Sandi, tentu ini menjadi ancaman bagi Jokowi," katanya.
Tapi, kalau misalnya Jokowi-Ma'ruf bisa menarik sebagian dari swing voter tersebut tentu kemungkinan Jokowi menang dengan meyakinkan pada 2019 semakin lebar.
"Jadi ini arena pertarungan yang belum selesai," pungkasnya.
Reporter: Hari Ariyanti
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement