Usai Pelepasan Saham, Inalum dan Freeport Tidak Boleh Ribut

Setelah Inalum memiliki 51 persen saham Freeport Indonesia, maka kedua perusahaan harus bekerjasama untuk membuat kegiatan penambangan bijih tembaga berjalan mulus.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 28 Sep 2018, 14:15 WIB
Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Liputan6.com, Jakarta PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dan Freeport McMoran Inc (FCX) menyepakati perjanjian kepemilikan saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh pihak nasional, dari 9,36 persen menjadi 51 persen.

Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, setelah Inalum memiliki 51 persen saham Freeport Indonesia, maka kedua perusahaan harus bekerjasama untuk membuat kegiatan penambangan bijih tembaga berjalan mulus.

"Jadi artinya kita mau jalanin ini sama-sama, karena penting buat Inalum dan FCX itu operasi berjalan mulus," kata Budi, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/9/2018).

Budi mengungkapkan, pada 2019 dan 2020 tambang permukaan tanah yang saat ini digarap Freport sudah habis kandungan tembaganya. Untuk menjaga produksi tetap berjalan normal, maka proses penambangan berpindah ke bawah tanah.

"Karena sekarang yang open pit (permukaan tanah) akan habis lalu akan transisi ke tambang bawah tanah, di mana pada 2019 sama 2020 produksi akan turun jauh karena habisnya yang open pit," jelasnya.

Menurut Budi, Inalum dan Freeport tidak boleh ribut, karena jika hal tersebut terjadi akan mempengaruhi masa transisi yang berujung terhambatnya kegiatan produksi.

"Nah transisi ke underground pit ini butuh kerjasama yang baik. Kita tidak boleh tertekan tidak boleh ribut-ribut harus benar-benar kerjasama untuk jadi ini," tandasnya.


Pemerintah Siapkan Cara Tangani Masalah Lingkungan di Freeport

Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

PT Inalum (Persero) memasuki babak akhir pengambilalihan 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Holding perusahaan tambang ini hanya perlu menuntas beberapa tuntutan administratif dan melakukan pembayaran sebesar USD 3,85 miliar.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ilyas Assad mengatakan pihaknya bakal memerhatikan secara serius isu terkait lingkungan hidup.

"Apabila pemerintah terbitkan izin lingkungan, maka hal-hal mengenai dampak sudah diperhitungkan dalam perjanjian itu," kata dia, di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (27/9-2018).

Dia mengatakan Pemerintah, melalui KLHK menargetkan penanganan masalah tailing dan limbah tambang akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.

"Penanganan tailing dan lingkungan akan selesai dalam waktu satu tahun," ujar dia.

Dia menambahkan, masalah lingkungan hidup yang mengemuka berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ada kerugian dari lingkungan dan masalah tersebut akan dibahas lebih lanjut oleh KLHK.

Pihaknya juga akan menyusun roadmap atau peta jalan penanganan lingkungan hidup di area tambang Freeport. "Dalam waktu dekat ini, roadmap tersebut nantinya soal pengaturan (limbah dan masalah lingkungan)," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya