Deretan Film Indonesia yang Masuk dalam Festival Film Balinale 2018

Berikut daftar film Indonesia yang masuk dalam pemutaran film di Bali International Film Festival (Balinale) 2018.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Sep 2018, 07:07 WIB
Penghargaan diberikan dalam 3 kategori film, yaitu film pendek, film feature, dan film dokumenter pada Balinale 2018. (Sumber foto: Google)

Liputan6.com, Jakarta - Bali International Film Festival (Balinale) kembali diadakan tahun ini. Acara ini merupakan festival Balinale ke-12 sejak pertama kali diadakan pada 2008. Kali ini, Balinale diadakan di Denpasar dan Kuta, Bali pada 24-30 September 2018.

Balinale menampilkan deretan film dari berbagai kategori, mulai dari film dokumenter, feature, hingga film pendek. Tahun ini, Balinale untuk pertama kalinya menayangkan lebih dari 100 film yang berasal dari 30 negara. Sejumlah film Indonesia juga ikut ditayangkan dalam festival ini. 

Mengutip situs Balinale, berikut deretan film feature Indonesia yang ditayangkan pada festival film internasional tersebut.

1. Sultan Agung

Berkisah tentang raja ketiga Kerajaan Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma, film drama sejarah karya Hanung Bramantyo ini menjadi pembuka festival film Balinale. Pemutaran film tersebut dihadiri oleh sejumlah pembuat film (filmmaker).

2. Tarling is Darling

“Tarling dangdut”, musik tradisional asal Indramayu, dikecam oleh para pemimpin Muslim karena tariannya yang eksotis dan penyanyi yang berpakaian minim. Jaham, seorang penulis lagu tarling dangdut, menemukan kesulitan saat sejumlah ulama memintanya menulis lagu Islami bergaya tarling dangdut.

Dengan bantuan seorang penyanyi erotis, Jaham menulis karya religius tersebut. Film dokumenter ini dibesut oleh Ismail Fahmi Lubis dan menjadi salah satu film Indonesia yang turut berkompetisi di Balinale.


3. Night Bus

Poster film Night Bus (istimewa)

Film terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2017 garapan Emil Heradi ini berkisah mengenai sekelompok warga sipil yang menumpangi bus menuju Sampar, kota yang kaya akan sumber daya alam. Kota tersebut dijaga ketat oleh tentara yang tengah berperang melawan militan yang menuntut kebebasan atas kota kelahiran mereka.

4. The Carousel Never Stops Turning

Seorang akuntan yang berusaha melupakan kenangan akan istrinya yang telah meninggal. Pengantin baru yang berbulan madu di kebun binatang. Tiga anggota band perempuan yang berlibur ke pedesaan untuk mencari inspirasi.

Seorang pelacur berencana untuk keluar dari kondisi hidupnya. Seorang wanita mencari pembunuh ibunya dan bertemu hantu. Dua petani memprotes penggusuran. Dan sebuah mobil yang menjadi saksi atas semuanya.

5. 22 Menit

Film karya Eugene Panji dan Myrna Paramita ini bercerita tentang 22 menit sebelum, saat, dan sesudah pemboman di Thamrin dan orang-orang dibalik suksesnya pembekukkan teroris pelaku pengeboman.

6. Wage

Film yang disutradarai oleh John de Rantau dan Azuzan Juan berkisah tentang kisah hidup penulis lagu Indonesia Raya W.R. Soepratman. Wage merupakan pemain biola asal Makassar yang meninggalkan segala kemewahan yang ia dapat dari penjajah Belanda. Ia kemudian pergi ke Jawa dan mulai menulis lagu, salah satunya lagu yang akan menjadi lagu kebangsaan Indonesia.


7. Villa Berdarah

Sumber foto: Twitter @villaberdarah

Nina, seorang perempuan Indonesia berdarah Perancis tengah berlibur di Indonesia. Bersama temannya Wynne, Cherry, dan Bulan, ketiganya menginap di villa milik ibunda Nina yang telah meninggal.

Semuanya kelihatan sempurna sampai keesokan harinya saat Nina menghilang. Satu per satu dari mereka mulai mengalami kejadian-kejadian menyeramkan.

8. Jelita Sejuba Mencintai Kstaria Negara

Kisah cinta Syarifah dan Jaka seolah sudah ditakdirkan. Tanpa berlama-lama, Jaka langsung melamar dan mereka menikah. Namun bagi Syarifah, menikah dengan seorang prajurit memiliki dinamikanya sendiri. Ia harus belajar menahan rasa rindu setiap kali Jaka ditugaskan.

Seperti pantai Sejuba yang dihiasi batu-batu indah yang menanti matahari, Syarifah dengan setia menanti suaminya untuk kembali.

9. Nyai Ahmad Dahlan

Nyai Ahmad Dahlan tidak pernah menempuh pendidikan formal. Ia hanya belajar Qur’an dan buku-buku religius. Setelah menikahi KH Ahmad Dahlan, ia memelopori kelompok bacaan bagi perempuan dan mendirikan “Aisyiyah”, organisasi bagi perempuan muslim.

Dengan organisasi tersebut, ia dan suaminya membuka dormitori perempuan dan sekolah serta mengadakan kursus belajar Islam, memberantasi buta huruf untuk perempuan.

10. Dilan 1990

Film drama remaja yang diadaptasi dari buku ini berkisah mengenai masa SMA Milea yang bertemu Dilan di sekolahnya di Bandung pada 1990. Setelah pertemuan yang tidak biasa, Milea mulai mengetahui keunikan-keunikan Dilan. 

Cara Dilan mendekati Milea tidak sama dengan teman laki-lakinya yang lain, bahkan pacarnya di Jakarta, Beni. Kisah cinta mereka tidak selalu mulus. Beni, Anhar, Kang Adi menjadi bumbu dalam seiring berjalannya hubungan mereka.


11. Skull

Poster film Tengkorak. (UGM)

Fosil humanoid berusia 170 ribu tahun dengan panjang 1.850 meter ditemukan saat gempa bumi 2006 melanda Yogyakarta. Dunia berargumen antara menilitinya atau menyembunyikannya dari publik atas alasan kemanusiaan.

Seorang anak perempuan terjebak dalam usahanya mengungkap msiteri di balik penemuan tersebut. Jika kita bukan makhluk paling sempurna seperti yang kita percayai, apakah kita ingin tahu?

12. Kulari ke Pantai

Kulari ke Pantai mengisahkan dua orang perempuan di masa awal remajanya melakukan perjalanan dengan salah satu ibu gadis itu. Film ini merupakan film garapan Riri Riza.

13. Lima

Pasca wafatnya Maryam, ketiga anaknya Farah, Aryo, dan Adi beserta pembantu mereka Ijah menghadapi masalah hidup masing-masing. Tradisi bagaimana Maryam akan dimakamkan juga menimbulkan perdebatan di antara ketiga anaknya karena hanya Farah yang masih memegang kepercayaan ibunya.

Pada akhirnya, keluarga tersebut kembali pada lima prinsip utama: Ketuhanan, kemanusian, persatuan, demokrasi, dan keadilan

14. Surau dan Silek

Film garapan Arief Malinmudo ini bercerita tentang seorang anak lelaki berusia 11 tahun yang menemukan arti sesungguhnya dari seni bela diri silek saat bertemu dengan dosen pensiunan berusia 62 tahun yang merupakan mantan petarung silek.

 

Penulis: Felicia Margaretha

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya