Liputan6.com, Singapura - Lebih dari 300 butir telur penyu sisik dilaporkan menetas di pantai Singapura pada bulan ini. Mereka telah dilepas ke laut, kata pihak berwenang pada Jumat 28 September, dalam sebuah dorongan untuk melestarikan satwa yang terancam punah.
Seluruh penyu sisik itu menetas di tiga pantai di Negeri Singa, menurut National Parks Board, yang mengawasi taman dan cagar alam setempat.
Dikutip dari Asia One pada Minggu (30/9/2018), lebih dari 100 ekor penyu sisik menetas di Pulau Sentosa, yang dikenal sebagai tujuan wisata populer.
Setelah sarang mereka ditemukan pada bulan Juli, sebuah penghalang didirikan di sekitar lokasi untuk melindunginya dari kadal dan kepiting muara.
Baca Juga
Advertisement
Temuan ini merupakan yang keempat kalinya sejak 1996, ketika telur penyu sisik yang terancam punah menetas di tengah bergeliatnya kawasan Sentosa.
Adapun sarang penyu lainnya ditemukan di sebuah pantai di pesisir timur Singapura dan di pulau Satumu di dekat perbatasan dengan Kepulauan Riau. Sebanyak total 321 ekor menetas selama periode 10 hari sejak tanggal 15 September.
Penamaan penyu sisik didapat dari karakteristik paruh runcing sempitnya, di mana umum ditemukan di seluruh perairan tropis dunia, terutama di sekitar terumbu karang.
Satwa ini terancam punah akibat kerusakan habitat alami mereka, yang tercemar oleh polusi dan perkembangan kawasan pesisir, selain juga ditargetkan oleh pemburu.
Bagian tubuh penyu sisik kerap digunakan untuk membuat sup tradisional khas Peranakan, dan cangkangnya dihancurkan menjadi bubuk untuk digunakan sebagai bahan baku jeli premium.
Selain itu, cangkang penyu sisik juga kerap digunakan untuk membuat produk kecantikan, seperti sisir dan jepit rambut hias.
Simak video pilihan berikut:
Ikan Kian Kesulitan Mencari Makan
Sementara itu, menurut sebuah penelitian terbaru, banyak ikan saat ini kehilangan indra penciuman akibat dari perubahan iklim yang membuat air laut menjadi asam.
Disebutkan oleh peneliti terkait, bahwa ketika kadar asam karbonat dalam air laut naik, banyak ikan kakap putih kehilangan hingga setengah dari kemampuan mencium bau.
Dikutip dari Independent.co.uk, naiknya tingkat keasaman air laut utamanya disebabkan oleh larutnya lapisan luar kerang-kerangan, akibat dari pengaruh tekanan karbon dioksida yang melonjak dari atmosfer.
Penelitian yang dimuat di jurnal Nature Climate Change itu dianggap penting, karena tidak hanya ikan kakap putih saja yang mengandalkan bau untuk mencari makan, namun juga hewan laut bersirip lainnya.
Melalui penciuman juga, sebagian besar ikan melakukan seleksi terhadap calon pasangan, mencari habitat musiman, dan mendeteksi kedatangan predator di sekitar mereka.
"Studi kami adalah yang pertama untuk meneliti dampak dari meningkatnya karbon dioksida di laut, yakni pada sistem penciuman (bau) milik ikan," kata peneliti dari University of Exeter Dr Cosima Porteus.
Advertisement