BNPB: Alat Deteksi Tsunami Tak Beroperasi Sejak 2012

BNPB mengungkapkan fakta mengejutkan di balik bencana gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 30 Sep 2018, 21:00 WIB
Kondisi Palu usai gempa Palu dan Donggala. (Twitter Sutopo Purwo Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan fakta mengejutkan di balik bencana gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Rupanya, alat deteksi dini tsunami atau Buoy Tsunami di Indonesia sudah tidak bisa dioperasikan sejak 2012.

"Jadi enggak ada Buoy Tsunami di Indonesia, sejak 2012 Buoy Tsunami sudah tidak ada yang beroperasi sampai sekarang, ya tidak ada," ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantornya, Jakarta, Minggu (30/9/2018).

Padahal, menurut dia, keberadaan alat tersebut sangat penting untuk memberikan sinyal potensi tsunami saat gempa terjadi. Apalagi Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan sangat luas.

"Ya kalau menurut saya sangat memerlukan wilayah Indonesia itu yang rawan tsunami. Kejadian tsunami sering terjadi dan menimbulkan banyak korban. Di satu sisi pengetahuan masyarakat, sikap, perilaku, antisipasi tsunami masih sangat minim. Kita memerlukan deteksi tsunami yang ditempatkan di laut," kata Sutopo.

Dia pun mengungkapkan alasan alat deteksi dini tsunami yang tak lagi berfungsi di Tanah Air. Pengoperasian alat tersebut terkendala biaya operasional yang terus turun tiap tahunnya.

"Nah, ini jadi kendala, di satu sisi ancaman bencana meningkat, masyarakat yang terpapar terisiko semakin meningkat, kejadian bencana meningkat," ucap Sutopo.

Dia pun mempersilakan awak media menanyakan langsung hal tersebut kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk rinciannya.

"Detail dan sebagainya bisa ditanyakan kepada BMKG karena yang mengurusi semua terkait Indonesia tsunami early warning system di Indonesia itu dikoordinasi di BMKG," Sutopo memungkasi. 


832 Orang Meninggal

Seorang pria memeriksa kerusakan akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah , Sabtu (29/9). Gelombang tsunami setinggi 1,5 meter yang menerjang Palu terjadi setelah gempa bumi mengguncang Palu dan Donggala. (AP Photo/Rifki)

Sebanyak 832 orang meninggal dunia akibat gempa Palu dan Donggala. Korban meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan bangunan akibat gempa yang diikuti oleh tsunami.

"Jumlah korban jiwa per 30 September 2018 pukul 13.00 WIB 832 orang meninggal dunia," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, dalam siaran persnya, Jakarta, Minggu (30/9/2018).

Menurut dia, mayoritas korban merupakan warga Palu sebanyak 821 orang. Sementara, 11 korban lainnya merupakan warga Donggala.

BNPB juga mencatat 540 orang luka berat. Mereka dirawat di sejumlah rumah sakit.

Sebanyak 16.732 jiwa lainnya mengungsi. Mereka mengungsi di 24 titik di Palu dan Donggala.

"Diperkirakan jumlah korban akan terus bertambah karena masih banyak korban yang belum teridentifikasi, korban diduga masih tertimbun bangunan runtuh dan daerahnya belum terjangkau tim SAR," ujar Sutopo.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya