Ilmuwan Asing Terkejut dengan Kekuatan Tsunami Palu

Ilmuwan dunia justru terkejut dengan kekuatan tsunami Palu, karena gempa magnitudo 7,7 tidak akan menimbulkan tsunami yang sangat tinggi.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 01 Okt 2018, 14:00 WIB
Warga mencari barang-barang yang tertimbun puing rumah mereka yang roboh akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9). Dampak dari bencana itu menyebabkan sejumlah bangunan hancur dan ratusan jiwa meninggal dunia. (AFP/MUHAMMAD RIFKI)

Liputan6.com, Jakarta Ilmuwan asal Amerika Serikat terkejut dengan kekuatan tsunami Palu yang memporak-porandakan Kota Palu dan Donggala pada Jumat, 28 September 2018. Gempa dengan magnitudo 7,7 sebenarnya tidak akan menimbulkan gelombang tsunami tinggi yang sangat merusak.

Ahli geofisika Jason Patton menjelaskan, gempa Palu magnitudo 7,7 yang berpusat di sepanjang pantai Pulau Sulawesi, sekitar 50 mil sebelah utara kota Palu.

"Kemungkinan bisa menyebabkan tsunami, tapi tidak sampai sebesar itu," kata Patton, yang bekerja di perusahaan konsultan, Temblor dan mengajar di Humboldt State University di California, Amerika Serikat, dikutip The New York Times, Senin (1/10/2018).

Namun, setelah melihat kekuatan tsunami Palu, Patton dan ilmuwan lainnya menemukan hal-hal yang belum pernah diamati sebelumnya.

 

 

Simak video menarik berikut ini:


Terbentuk patahan strike-slip

Orang-orang berjalan melewati mayat (penutup biru) setelah gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah , Sabtu (29/9). Gelombang tsunami setinggi 1,5 meter yang menerjang Palu terjadi setelah gempa bumi mengguncang Palu dan Donggala. (AFP /OLA GONDRONK)

Tsunami dipicu adanya efek gempa bumi megathrust. Ketika bagian besar dari kerak bumi berubah bentuk, bergerak secara vertikal di sepanjang patahan. Kondisi patahan akan memindahkan sejumlah air laut, yang akhirnya menciptakan gelombang yang dapat melaju dengan kecepatan tinggi.

Gelombang tsunami ini melintasi cekungan samudera, yang menyebabkan kehancuran kota yang berjarak puluhan mil dari pusat gempa. Yang terjadi pada tsunami Palu adalah timbulnya patahan (sesar) strike-slip.

Patahan tersebut membuat gerakan bumi sebagian besar horizontal. Gerakan semacam inilah yang biasanya tidak akan menciptakan tsunami.

"Tetapi dalam kondisi tertentu, bisa (sebabkan tsunami)," jelas Patton.

Patahan strike-slip mungkin punya sejumlah gerakan vertikal yang memunculkan gelombang tsunami. Dalam kasus tsunami Palu diperkirakan jarak pusat gempa ke Palu sekitar 70 mil. Patahan pun dapat melewati area yang mana dasar laut berupa naik atau turun.

Ketika patahan bergerak selama gempa, hal itu mendorong air laut menjadi gelombang tsunami besar.


Dipicu longsor bawah laut

Sebuah masjid mengalami kerusakan berat akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah , Sabtu (29/9). Gelombang tsunami setinggi 1,5 meter yang menerjang Palu terjadi setelah gempa bumi mengguncang Palu dan Donggala. (AP Photo/Rifki)

Kemungkinan lain tsunami Palu tercipta tidak langsung. Guncangan keras selama gempa mungkin menyebabkan longsor bawah laut yang akan menciptakan gelombang air laut. Kejadian seperti itu memang tidak biasa. Tsunami yang disebabkan longsor bawah laut tersebut pernah terjadi akibat gempa berkekuatan Magnitudo 9,64 yang menerjang Alaska pada 1964.

Dr Patton mengatakan, kombinasi berbagai faktor lain mungkin berkontribusi pada tsunami Palu. Studi tentang dasar laut akan sangat penting untuk memahami peristiwa tersebut.

Tsunami juga dapat dipengaruhi lokasi Palu yang terletak di ujung teluk sempit. Garis pantai dan kontur dasar teluk bisa meningkatkan energi gelombang dan mengarahkannya ke teluk. Kemudian ini meningkatkan tinggi gelombang saat mendekati pantai.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya