Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pengguna Facebook mengeluh tidak bisa mengunggah informasi soal isu kebocoran data 50 juta akun. Masalah ini tampaknya hanya mempengaruhi informasi atau berita dari sumber tertentu.
Dua di antaranya adalah informasi dari akun media terkemuka The Guardian dan Associated Press. Ketika pengguna akan berbagi informasi di news feed mereka, posting-an itu dianggap sebagai spam.
Baca Juga
Advertisement
Berikut pesan yang mereka terima dari Facebook ketika ingin mem-posting berita soal kebocoran data.
Dalam pesan yang diterima pengguna, Facebook menandai posting-an itu sebagai spam dengan alasan banyak orang mem-posting konten serupa. Demikian seperti dikutip dari Techcrunch, Senin (1/10/2018).
Setelah pemblokiran ini menyita perhatian warganet, masalah ini tampaknya terselesaikan. Informasi ini disebar Facebook melalui akun Twitter resminya. Pun demikian, belum ada informasi yang lebih resmi tentang bagaimana atau mengapa masalah tersebut terjadi.
Ini adalah salah satu contoh kasus di mana alat penandaan konten otomatis Facebook yang menandai konten sah menjadi tidak sah, dalam hal ini disebut sebagai spam.
Namun, aneh dan sulit untuk memahami mengapa bug semacam itu tidak memengaruhi informasi lain yang kerap menjadi viral di media sosial.
Facebook Terancam Denda Rp 24 Triliun
Regulator masalah privasi data Eropa tengah mempertimbangkan untuk memberi sanksi denda kepada Facebook.
Menurut pertimbangan mereka, Facebook terancam denda senilai US$ 1,63 miliar atau setara Rp 24,3 triliun. Demikian sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari Fortune, Senin (1/10/2018).
Facebook terancam terkena sanksi denda gara-gara peretasan data-data dan akun pengguna. Setidaknya, 50 juta akun pengguna Facebook telah diretas.
Pelanggaran data tersebut diungkapkan pada Jumat lalu. Pelanggan data ini berdampak pada pengguna yang menampilkan "View As".
"View As" atau "Lihat Sebagai" merupakan alat privasi yang memungkinkan pengguna melihat bagaimana halaman profil Facebook mereka dari sisi pengunjung, termasuk dari orang-orang yang bukan teman.
Menurut Wall Street Journal, Komisi Perlindungan Data (DPC) Irlandia ingin agar Facebook memberikan informasi lebih mendetail tentang pelanggaran data tersebut. Termasuk juga penginformasikan kepada seluruh penggunanya yang terdampak di Uni Eropa.
Dalam email kepada Wall Street Journal, DPC mengatakan pihaknya sangat fokus pada pelanggaran data ini. Apalagi hal ini mempengaruhi jutaan pengguna, namun Facebook malah belum mengklarifikasi risikonya pada pengguna.
Tidak hanya itu, melalui akun Twitternya, DPC mengunggah permintaan kepada Facebook.
Advertisement
Permintaan Regulator Irlandia
"DPC Irlandia mendesak Facebook untuk menindaklanjuti pelangganan keamanan yang berdampak pada setidaknya 50 juta pengguna, termasuk rincian pengguna di Uni Eropa yang ikut terdampak. Dengan demikian kami bisa menilai sifat pelanggaran dan risiko kepada pengguna," kata DPC Irlandia dalam akun Twitternya.
Menurut pihak Facebook, kata sandi pengguna tidak termasuk dalam pelanggaran data. Meski begitu, semua akun yang terdampak dari peretasan ini harus log in kembali ke jejaring sosial pada Jumat lalu.
Facebook juga memberikan tanggapan atas laporan The Wall Street Journal. Juru bicara Facebook menyebut, perusahaan akan segera menjawab pertanyaan DPC dan memberikan update informasi kepada regulator.
Sepertinya, masalah ini tidak akan selesai dengan mudah mengingat Regulasi Perlindungan Data di Eropa jauh lebih ketat ketimbang peraturan privasi pengguna di Amerika Serikat.
(Isk/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini