Liputan6.com, Jakarta - Tsunami Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah begitu mengejutkan. Gempa magnitudo 7,4 seharusnya tidak memicu tsunami yang tinggi dan sangat merusak. Lalu apa yang sebenarnya terjadi?
Detik-detik menjelang peringatan HUT ke-40 Kota Palu pada Jumat 28 September 2018 buyar. Tsunami menerjang semua persiapan perayaan di bibir pantai. Kota Palu dan Donggala pun porak-poranda.
Advertisement
Tercatat 844 orang meninggal dunia per 1 Oktober 2018. Belum terhitung para korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan. Masa tanggap darurat diberlakukan selama 14 hari hingga 11 Oktober 2018.
Apa yang memicu gempa dan tsunami Palu dan Donggala? Para ahli dan ilmuwan membeberkan fakta ilmiah di baliknya. Simak dalam Infografis berikut ini:
Deteksi Tsunami Membisu
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan fakta mengejutkan. Rupanya, alat deteksi dini tsunami atau Buoy Tsunami di Indonesia sudah tidak bisa dioperasikan sejak 2012.
"Pengoperasian alat terkendala biaya operasional. Di satu sisi ancaman bencana meningkat," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.
Advertisement
Malapetaka Vandalisme
Rusaknya alat deteksi tsunami ternyata juga karena ulah masyarakat yang berperilaku vandalisme. Meski demikian, early warning system tsunami tetap ada.
"Kenapa rusak? Banyak mengalami vandalisme seperti sensor diambil, lampu kedap-kedip diambil. Buat tambatan kapal. Biaya maintenance berkurang. Sejak 2012 rusak," ujar Sutopo.