Bak Indiana Jones, Santri Ini Selamatkan Situs Jawa Kuno di Malang

Ketertarikan terhadap sejarah menggerakkan Rofiudin mencari dan mengumpulkan kembali reruntuhan Candi Karang Besuki Malang.

oleh Zainul Arifin diperbarui 02 Okt 2018, 13:00 WIB
Ahmad Rofiudin di reruntuhan Candi Karang Besuki, Kota Malang, Jawa Timur (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Ahmad Rofiudin girang bukan kepalang. Begitu mendengar masih ada sisa reruntuhan situs Candi Karang Besuki di Dusun Gasek, Kelurahan Karang Besuki, Kota Malang, Jawa Timur. Ia bertekad mencari kepingan itu dan mengembalikannya ke tempatnya semula.

Rofiudin bukan arkeolog atau ahli kepurbakalaan. Ia siswa kelas X SMA Islam Sabilurrosyad, Kota Malang. Ia adalah santri di Pondok Pesantren Sabilurrosyad. Tak hanya belajar agama maupun pengetahuan umum di pesantren dan sekolah, sejarah Jawa Kuno juga menarik minatnya.

“Kalau masih ada banyak, nanti biar saya cari lagi. Kalau ketemu ya dikumpulkan di sini lagi,” kata Rofiudin kepada Liputan6.com akhir pekan kemarin.

Minggu lalu, ia ikut berkumpul bersama Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang di pemakaman umum Dusun Gasek, lokasi Candi Karang Besuki berada. Candi yang diperkirakan dibangun abad 8–10 Masehi itu sudah tak berbentuk. Menyisakan reruntuhannya berupa batur atau pondasi candi.

Sejak dua bulan terakhir ini aktivitasnya mirip tokoh fiktif Henry Walton Jones alias Indiana Jones, profesor arkeologi dalam film yang diperankan Harisson Ford. Rofiudin mencari dan mengumpulkan sisa-sisa reruntuhan Candi Karang Besuki.

Usahanya membuahkan hasil. Banyak bebatuan andesit, bata kuno sampai antefiks atau bagian atap candi ditemukan. Kemudian bata itu dibawa dan diletakkannya kembali ke candi atau dikumpulkan di sekolah. Di lokasi candi, tampak ada banyak batu bata kuno tertumpuk.

“Ada teman yang juga ikut membantu. Kalau yang dikumpulkan di sekolah, terserah mau dibawa ke museum atau dikembalikan ke tempat asalnya,” ucap Rofiudin.

Santri asal Sidoarjo ini punya metode sederhana untuk menguji benda purbakala. Batu andesit reruntuhan candi jauh lebih tebal dan berat dibanding batu biasa. Sedangkan bata kuno, tidak akan patah jika dilempar. Memastikan adanya relief, digosok dengan benda seadanya tapi tak keras.

“Dulu pernah menggosok pakai benda tajam dan malah lecet, sayang sekali. Sekarang digosok seadanya, asal tak sampai rusak,” tutur Rofiudin yang belum setahun belajar di Malang.

 

Rofiudin menunjukkan buku penuh tulisan hasil pencarian situs purbakala (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Peta Arkeologis

Aktivitas menelusuri situs purbakala itu sendiri dilakukan sepengetahuan guru sejarah di sekolahnya. Sebab, semua bermula dari mata pelajaran sejarah, saat ditunjukkan keberadaan candi di Dusun Gasek oleh sang guru. Rofiudin pun tertarik mencari reruntuhan candi itu.

Sebelum menelusuri lokasi, Rofiudin lebih dulu mewawancarai beberapa warga dusun dan mencatatnya pada sebuah buku. Jenis benda yang ditemukan turut dicatat. Termasuk melukiskan relief benda purbakala. Hasilnya, buku itu layaknya sebuah peta arkeologis.

“Ya pokoknya ditulis saja, nanti disampaikan ke guru. Dicocokkan dengan buku dan untuk belajar,” ujar siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial itu.

Ahmad Sirojul Munir, guru sejarah SMA Islam Sabilurrosyad, Kota Malang, mendukung apa yang dilakukan oleh muridnya itu dengan menyediakan sumber buku bacaan. Apalagi kegiatan itu dilakukan di luar jam sekolah dan mengaji di pesantren.

“Biar belajar langsung ke lapangan. Semangatnya untuk belajar sejarah Indonesia,” kata Sirojul Munir.

Arkeolog Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Ahmad Rofiudin. Sebab, itu mendorong kesadaran sejak dini untuk melestarikan peninggalan bersejarah. Serta menyarankan pada sang siswa untuk tak lupa mencatat tiap lokasi penemuan.

“Apa yang dilakukan itu turut menyelamatkan benda–benda arkeologis. Tapi tetap harus dibimbing,” ujar Dwi Cahyono yang juga anggota Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang.

Struktur Candi Karang Besuki atau juga Candi Gasek sebenarnya cukup besar. Diperkiraan pertama ditemukan pada awal 1900-an dalam kondisi rusak. Petaka kehancurannya diduga terjadi pada 1965. Banyak bebatuan candi diambil warga untuk dipakai membangun rumah.

Beruntung masih ada beberapa peninggalan penting di candi beraliran Hindu Siwa yang bisa diselamatkan. Seperti arca Agastya dan Ganesha serta sebuah yoni. Sedangkan yang hilang diduga dicuri adalah arca Durga dan lingga.

“Saat ini yang terpenting adalah bagaimana melestarikan candi ini, yakni dengan memberikan pemahaman ke masyarakat,” kata Dwi Cahyono.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya