Kala Jeritan Minta Tolong Terdengar di Reruntuhan Balaroa Usai Gempa Palu

Ketika menyusuri puing-puing perumahan di Balaroa, Zainal mengaku mendengar banyak suara minta tolong. Dia berhasil menemukan 32 orang, tapi hanya tiga yang masih hidup.

oleh Sunariyah diperbarui 02 Okt 2018, 17:19 WIB
Pandangan udara memperlihatkan sejumlah bangunan rusak usai dilanda gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). Gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo disusul tsunami melanda Palu dan Donggala pada 28 September 2018. (JEWEL SAMAD/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Empat hari setelah gempa bumi dan tsunami Palu, Zainal masih diliputi rasa sedih mendalam. Tujuh anggota keluarga dari pihak istrinya masih hilang setelah bencana dahsyat menghantam Palu, Jumat, 28 September lalu.

Tak hanya hilang, gempa dan tsunami Palu itu juga merenggut nyawa lima anggota keluarganya. Sementara dia, istri dan dua anaknya mengalami luka-luka di beberapa anggota tubuh karena berusaha menyelamatkan diri dari terjangan gempa dan tsunami.

Kepada Liputan6.com, Selasa (2/10/2018), Zainal mengaku, sempat mencari saudara laki-lakinya pada Sabtu subuh, 29 September 2018, setelah gempa dan tsunami mereda.

Ketika menyusuri puing-puing perumahan yang masih tersisa di atas tanah Balaroa, Palu Barat, Sulawesi Tengah, Zainal yang datang bersama beberapa orang mengaku mendengar banyak suara minta tolong.

"Saya sempat dengar suara tolong, tolong, di hampir semua reruntuhan itu. Banyak suara minta tolong dengan intensitas suara yang beda-beda, ada yang meminta tolong terus, tapi ada juga yang hanya terdengar sekali dan hilang," ujar Zainal saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Tanpa dibekali alat apa pun, Zainal bersama warga lainnya berusaha mencari sumber suara. Dia juga berharap dari salah satu suara itu adalah suara saudaranya.

Dari proses pencarian itu, Zainal bersama warga lain berhasil menemukan 32 orang yang tertimbun di antara reruntuhan. Namun, yang membuat hati Zainal tersayat, dari jumlah itu hanya tiga orang yang masih hidup.

"Dari tiga orang yang selamat itu, satu di antaranya meninggal saat tiba di rumah sakit," ungkap Zainal yang tinggal di Perumnas Balaroa, Palu.


Rumah Hilang Tertimbun Tanah

Sementara itu, tujuh saudaranya yang lain, tidak ada satu pun yang berhasil ditemukan. "Mungkin sudah meninggal tertimbun dan tidak bisa ditolong, diikhlaskan saja," katanya lirih.

Dia mengaku rumahnya yang berada di Perumnas Balaroa tertimbun bersama ratusan rumah lainnya, saat tanah ambles akibat gempa Magnitudo 7,4 mengguncang Palu dan sekitarnya, Jumat lalu.

Dia menyaksikan sendiri bagaimana rumahnya ditelan bumi dalam waktu sekejap.

"Kami tidak punya apa-apa lagi, semua tertimbun di sana. Selimut pun kami dikasih sama pengungsi lain," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, perumahan di Balaroa ambles akibat proses liquifaksi yang dipicu gempa. Diperkirakan sekitar 1.747 rumah tertimbun akibat peristiwa itu.

"Mekanismenya adalah saat gempa terjadi penurunan dan kenaikan. Saat turun tanah ambles 5 meter. Ada juga jalan yang naik setinggi rumah," papar Sutopo, Senin (1/1/10/2018).

Diperkirakan, jumlah korban yang tertimbun di dalam Perumnas Balaroa ini, lebih dari 500 orang.

Kondisi Balaroa saat ini, kata Zainal, tanahnya bergelombang dengan gundukan-gundukan setinggi 7 - 11 meter. Di gundukan-gundukan itulah terkubur ratusan rumah warga, termasuk rumah Zainal.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya