Liputan6.com, Jakarta - Ratna Sarumpaet mengklarifikasi kabar pengeroyokan dirinya sambil menangis di depan wartawan, Rabu (3/10/2018) siang. Aktivis itu menggelar konferensi pers di kediamannya di kawasan Jalan Kampung Melayu Kecil, Jakarta Selatan.
Ia mengaku mengarang kabar pengeroyokan dirinya. "Aku juga minta maaf kepada semua pihak yang terkena dampak ini," katanya.
Advertisement
Foto wajah Ratna yang terkesan babak belur sempat viral. Seiring dengan itu, sejak Senin, 1 Oktober lalu, ramai di jagat media sosial kabar pengeroyokan dirinya .
Beberapa jam sebelum Ratna memberikan penjelasan, titik terang muncul dari hasil penelusuran polisi. Sejak kabar pengeroyokan beredar, jajaran Polda Metro Jaya dan Polda Jabar bergerak mengumpulkan informasi.
"Ada perbedaan dari medsos pemberitaan dengan faktanya," kata Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Nico Afinta, Rabu (3/10/2018).
Kronologi pengeroyokan Ratna yang disebut-sebut terjadi di Bandung pada 21 Oktober 2018 rupanya tidak klop dengan temuan polisi. Hasil penyelidikan Korps Bhayangkara menunjukkan di tanggal itu, Ratna justru berada di RS Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat.
Kabar pengeroyokan Ratna sempat mendapat perhatian dari Timses Prabowo-Sandiaga. Nama perempuan 69 tahun itu memang masuk dalam daftar juru kampanye nasional Timses Prabowo-Sandiaga.
Bahkan, Prabowo sempat memberi pernyataan pers di Kertanegara, Jakarta Selatan, mengutuk pengeroyokan itu. Tak lama setelah Polri merilis temuannya, Timses Prabowo-Sandiaga seolah berubah sikap.
Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Nanik Deyang, enggan mengomentarinya. "Soal itu saya no comment dulu," katanya singkat saat dihubungi Liputan6.com via telepon, Rabu (3/10/2018) sebelum klarifikasi Ratna.
Koordinator Juru Bicara Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan pihaknya mendapat informasi pengeroyokan justru dari Ratna.
"Karena sejak awal sumber yang mengadu ke kita, kan, Bu Ratna," ia berujar kepada Liputan6.com. Dahnil mengutarakan kekecewaannya setelah Ratna mengakui berbohong soal kabar pengeroyokan. "Tega Bu Ratna membohongi kami."
Dahnil menceritakan, sejak awal, Prabowo, Amien Rais, Djoko Santoso dan sejumlah tokoh tak pernah berburuk sangka dengan Ratna Sarumpaet. Sehingga, ketika Ratna datang dan menceritakan dia dianiaya, mereka prihatin dan berniat membantu.
Saat itu pula, kata Dahnil, Prabowo ingin membantu Ratna Sarumpaet.
"Kami kecewa dengan tindakan pembohongan terhadap kami seperti cara sistematis, kemudian membohongi Pak Prabowo dan kawan-kawan," kata dia.
Dikapitalisasi Prabowo
Kepada Liputan6.com, pakar komunikasi politik Hendri Satrio menilai, Prabowo berada di atas angin ketika memberi pernyataan perihal dugaan pengeroyokan Ratna Sarumpaet, Selasa (9/9/2018). Publik, kata dia, bersimpati kepada Ratna.
Praktis posisi Prabowo ikut terkerek dari kapitalisasi kabar itu. Namun, semua berbalik usai Ratna memberi klarifikasi.
Hendri berkaca pada keriuhan di media sosial yang menunjukkan resistensi kepada Ratna. Ia berpendapat perubahan itu bisa berdampak kepada dukungan bagi Prabowo jelang Pilpres 2019.
Terlebih, Ratna sempat ditunjuk sebagai juru kampanye nasional. "Akan sulit sekali membangun kepercayaan masyarakat," Hendri menjelaskan analisisnya.
Bagaimana pun, Prabowo terseret dalam drama kabar bohong yang dikarang Ratna. Meski tak dimungkiri, Prabowo bisa jadi juga korban sandiwara Ratna.
Dukungan kepada Prabowo jelang Pilpres 2019, menurut Hendri, akan bergantung kepada keputusannya terkait posisi Ratna. Prabowo sah saja bila mempertahankan Ratna di jajaran anggota timsesnya.
Opsi yang paling mungkin adalah mengeluarkan Ratna. Pengajar komunikasi politik Universitas Paramadina ini menilai langkah itu paling realistis diambil Prabowo.
"Kalau dikeluarin gampang jawabnya, 'Kita enggak tahu. Makanya dikeluarin setelah tahu dia (Ratna) bohong'," ia berujar. "Minimal bisa cuci tangan."
Strategi ini penting untuk memastikan dukungan masyarakat kepada Prabowo pulih. Yang pasti, lanjut dia, drama Ratna bisa berpotensi dimanfaatkan lawan politik untuk menjegal Prabowo-Sandiaga.
Pada Selasa (3/10/2018) malam, beredar surat terbuka yang mengatasnamakan Ratna. Dalam tulisan itu, Ratna menyatakan mengundurkan diri dari timses.
"Namun tanpa keterlibatan saya di Tim Prabowo Sandi, saya akan tetap berjuang demi kemenangan Prabowo Sandi untuk Indonesia yang lebih baik," demikian bunyi pernyataan itu.
Prabowo Subianto dalam konferensi persnya menyatakan tidak mentoleransi apa yang dilakukan Ratna Sarumpaet. Ia mengaku bersalah menyebarkan sesuatu yang belum diyakini kebenarannya.
"Saya ingin tegaskan bahwa saya telah meminta Ibu Ratna Sarumpaet mengundurkan diri dari badan pemenangan nasional," katanya.
Ia mempersilakan bila proses hukum berjalan. Menurut dia, Ratna harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sekarang tinggal menunggu apakah pernyataan Prabowo berdampak kepada pulihnya kepercayaan publik. Atau, residu sandiwara hoaks Ratna Sarumpaet justru berbekas hingga hari pemungutan suara.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Temuan Polisi
Banyak kejanggalan yang ditemukan polisi dalam kabar pengeroyokan Ratna Sarumpaet. Pertama, ia sebut dikeroyok di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, 21 September 2018.
Di media sosial, Ratna diceritakan ke sana untuk menghadiri sebuah konferensi internasional. Usut punya usut, polisi tak menemukan jadwal kegiatan tersebut.
"Biasanya kalau ada (kegiatan internasional) polisi akan melakukan pengamanan. Jadi, 21 September tidak ada kegiatan internasional di Bandung," ucap Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Nico Afinta.
Polisi juga menelusuri 22 rumah sakit di Bandung dan sekitarnya untuk memeriksa apakah ada pasien yang masuk bernama Ratna Sarumpaet. Namun, hasilnya nihil.
Menurut Nico, penyelidikan juga difokuskan ke beberapa titik di Bandara Husein Sastranegara, lokasi tempat dugaan pengeroyokan dikabarkan terjadi.
Polisi juga tak berhasil menemukan saksi yang melihat kejadian itu. Sementara, di Jakarta Polda Metro Jaya juga bergerak.
Penyelidikan membuahkan hasil. Keberadaan Ratna Sarumpaet di tanggal 21 September teridentifkasi. Temuan polisi menunjukkan, ia berada di Rumah Sakit Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat.
"Kita dapat CCTV pendaftaran pembayaran. Tanggal 21 September, jam 17.00 sore Ibu Ratna Sarumpaet datang, tapi tanggal 20 sudah melakukan pemesanan terlebih dulu. Jadi, sudah direncanakan," ungkap Nico.
Investigasi polisi membuat Ratna tak bisa lagi mengelak. Dia mengaku tidak dianiaya siapa pun.
"Apa yang saya katakan ini akan menyanggah adanya penganiayaan," kata Ratna di konferensi pers, Jakarta, Rabu (3/10/2018).
Dia mengakui telah datang ke rumah sakit pada 21 September 2018 untuk menemui dokter bedah plastik. Dia tak menampik menjalani prosedur sedot lemak di sana.
"Tanggal 21, saya mendatangi rumah sakit menemui dokter Sidik, dokter bedah plastik. Kedatangan ke situ karena kami sepakat Beliau akan menyedot lemak. Dokter Sidik adalah dokter yang saya percaya," ujar Ratna Sarumpaet.
Dia juga mengaku kaget setelah melihat memar-memar usai operasi sedot lemak. Dokter pun menjelaskan bahwa memar itu biasa muncul setelah operasi plastik.
Ratna mengaku mengarang soal pengeroyokan itu saat ditanya anaknya perihal lebam di mukanya. Selama sepekan kebohongan itu hanya berputar di keluarganya.
Ketika lebam mulai kempes, Ratna mulai beraktivitas ke luar. Ia menggunakan alasan dipukuli orang, setiap ada rekan-rekannya yang menanyakan kondisi wajahnya.
Begitu pula ketika Wakil Ketua DPR Fadli Zon berkunjung ke kediamannya. Sehari kemudian foto mukanya beredar di medsos lengkap dengan bumbu cerita pengeroyokan. "Saya biarkan semua bergulir dengan cerita itu," katanya.
Tak lama setelah pengakuan Ratna, warganet meluapkan kemarahannya. Mereka mengusung tagar #KoalisiPlastik, sebagai sindiran kepada Ratna.
Tak butuh waktu lama hingga tagar itu menjadi trending topic Twitter Indonesia Banyak dari warganet merasa tertipu dengan berita tentang penganiayaan Ratna Sarumpaet. Berikut ini respons dari warganet.
Advertisement
Diusut Tuntas
Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, menegaskan jajarannya serius mengusut kasus ini. Ia mengatakan, ada beberapa laporan yang masuk meja polisi. Jenderal bintang dua ini mengonfirmasi salah satu terlapor adalah politikus Partai Gerindra Fadli Zon alias FZ.
Dia beberapa kali memberikan pernyataan tentang kabar penganiayaan Ratna ke awak media. Wakil Ketua DPR itu juga aktif menyebarkan informasi tersebut melalui akun Twitter miliknya.
Selain FZ, Setyo juga menyebut seorang berinisial DS yang turut dilaporkan terkait penyebaran info tersebut. Hanya saja Setyo tak mengungkap siapa DS yang dimaksud.
"Jadi, yang dilaporkan adalah yang menyebarkan. Tentang Bu Ratna Sarumpaet sendiri, Beliau masih saksi," ujar Setyo kepada Liputan6.com.
Ia enggan menjelaskan apakah kabar pengeroyokan Ratna sengaja didesain. Menurut dia, penyidik yang akan membuktikan. "Ya, pokoknya kita cari fakta hukumnya," kata Setyo.
Yang jelas, terbuka kemungkinan Ratna menjadi tersangka setelah terbukti ada yang dirugikan akibat ulahnya. Para penyebar info penganiayaan tersebut juga bisa melaporkan Ratna ke polisi jika merasa dirugikan.
"Nanti akan dilihat, misalnya Fadli Zon dia mendapatkan info dari Bu Ratna, nah itu (Ratna) bisa dinaikkan statusnya menjadi tersangka," kata Setyo di Kompleks PTIK, Jakarta, Rabu (3/10/2018).
Namun Setyo menyebut, Ratna sulit dijerat dengan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebab, ibunda artis Atiqah Hasiholan itu tidak ikut menyebarkan informasinya melalui media sosial.
"Kalau Bu Ratna kan tidak menggunakan UU ITE. Tapi bisa dijerat dengan KUHP. Kalau hoaks (melalui media sosial atau elektronik) itu ITE. Dia kan enggak menggunakan ITE," katanya.