Canggih, Komputer Super Cerdas Bisa Ciptakan Otak Tiruan

Otak memproses impresi dari sensor dan menghasilkan komando biologis yang, misalnya, menyulut reaksi emosi. Bagaimana jalan proses ini?

Oleh DW.com diperbarui 05 Okt 2018, 07:00 WIB
Ilustrasi Otak

Liputan6.com, Jakarta - Apakah robot bisa dilengkapi dengan perasaan dan kesadaran? Untuk merealisasikan visi ini, ilmuwan perlu pusat pengontrolan yang berbasis dalam otak manusia.

Ini adalah sebuah proyek superlatif dan bertujuan untuk mengerti otak dan mensimulasikannya dalam komputer.

Alois Knoll dari Universitas Teknik München adalah salah satu dari banyak ilmuwan di Eropa yang berupaya mengungkap cara kerja otak.

"Ide dasar proyek Human Brain adalah: membuat simulasi komputer dari sebanyak mungkin fungsi otak hewan mamalia. Jadi langkah pertamanya, orang harus mengerti bagaimana semua ini berfungsi. Bagaimana cara neuron atau komponen otak berfungsi. Bagaimana mereka bekerjasama dan bagaimana meniru cara kerja mereka lewat komputer, yang pada dasarnya mengolah angka," ujar Knoll sebagaimana dikutip DW, Jumat (5/10/2018).

Jika dibandingkan dengan otak manusia, otak tikus dengan 70 juta neuron sangat kecil, tapi strukturnya serupa.

Jadi, langkah pertama adalah simulasi otak tikus yang tidak terlalu rumit. Dan dikaitkan dengan pertanyaan, bagaimana otak menyampaikan informasi ke tubuh virtual.

Otak memproses impresi dari sensor dan menghasilkan komando biologis yang, misalnya, menyulut reaksi emosi. Bagaimana jalan proses ini?

Untuk mereproduksi otak manusia yang punya 100 miliar neuron, harus diperoduksi lebih dari satu superkomputer raksasa baru.

Dengan prosesor 150.000, apa yang disebut SuperMUC di München adalah salah satu komputer paling besar di dunia. Dan itu saja tidak cukup untuk simulasi otak manusia.

"Kalau orang mengira kapasitas sebuah neuron dalam bentuk kapasitas komputer, mungkin bisa dibilang, komputer seperti SuperMUC hanya punya seperempat persen kapasitas otak manusia," tandas Knowll.

Kalau berbicara soal matematika murni, manusia, bahkan kalah dengan kalkulator kecil yang bisa ditempatkan di saku.

Sebaliknya, manusia mampu menangkap makna situasi di sekeliling kita dalam beberapa detik, termasuk juga membedakan antara informasi penting dan tidak penting.

Sementara, komputer dalam waktu singkat kewalahan jika dimasukkan data yang tidak disaring. Selebihnya, komputer berkemampuan tinggi perlu tenaga listrik sebanyak yang diperlukan sebuah kota kecil. Lantas, otak hanya perlu energi sebanyak yang diperlukan bola lampu. 

Generasi komputer baru akan mendapat otak manusia dan cara berfungsinya sebagai pola tertentu, seperti halnya pada apa yang disebut SpiNNaker-Chips.

"SpiNNaker mengkombinasikan masing-masing 18 prosesor lengan sederhana dalam sebuah chip dengan sebuah jaringan sederhana yang memungkinkan tukar-menukar data antara 18 chip ini dalam cara yang biasanya tidak dilakukan orang, yaitu secara asynchronous", lanjutnya.


Otak Virtual

Ilustrasi Otak (iStockPhoto)

Agar bisa menguji simulasi mereka, ilmuwan telah mengembangkan robot jenis baru yang direncanakan akan bisa melaksanakan tugas yang diberikan otak virtual, misalnya memproses gerakan.

Sebuah robot dengan sistem mekanikal dari tubuh manusia dan tulang belakang elastis, juga urat dan sendi. Tujuannya, agar robot bisa bergerak fleksibel seperti manusia. Tapi untuk itu, robot harus dikontrol dengan sensitivitas yang sesuai.

Pakar informatika Dr. Florian Röhrbein, berkata kalau tantangan terbesar pada robot antropometris adalah, orang perlu struktur kontrol baru, karena orang tidak punya motor pada sendi seperti pada robot-robot yang digunakan dalam industri.

"Di sini robot punya urat, sendi dan tulang. Dan ini tantangan besar bagi ilmu pengetahuan, untuk mengembangkan strategi kontrol. Dan untuk itu kita juga bisa mencontoh otak. Kita bisa melihat dari ilmu syaraf, bagaimana manusia mengendalikan sendi," katanya.

Jadi, memang masih banyak riset yang harus diperlukan, sebelum otak virtual mampu mengontrol tubuh mesin dengan sempurna. Jika robot nantinya akan bisa murni menunjukkan perasaan, ilmuwan harus mengerti dulu otak manusia.

Reporter: DW Indonesia

Sumber: DW.com

(Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya