Sri Mulyani: Rupiah Tembus Rp 15 Ribu karena Faktor Eksternal

Salah satu faktor yang menyebabkan dolar semakin menguat yaitu munculnya sentimen akibat defisit anggaran yang tengah dihadapi Italia.

oleh Septian Deny diperbarui 04 Okt 2018, 15:10 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah hingga menembus Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) akibat kondisi eksternal. Pelemahan ini tidak berkaitan dengan kondisi internal terlebih bencana alam, seperti gempa yang terjadi belakangan ini.

"Tidak (karena bencana alam). Saya lihat dominasi hari ini mayoritas berasal dari luar yang sangat dominan pada saat yang lalu," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/10/2018).

Dia mengungkapkan, salah satu faktor yang menyebabkan dolar semakin menguat yaitu munculnya sentimen akibat defisit anggaran yang tengah dihadapi Italia. Sementara dari sisi internal, defisit neraca pembayaran.

"Kita lihat sentimen kemarin adalah Italia yang defisitnya besar. Sekarang Italia komitmen menurunkan defisit APBN, lalu ada sentimen yang lain. Mayoritas ini masalah eksternal. Dan domestik harus waspada utamanya neraca pembayaran. Ini momentumnya masih harus dikendalikan dengan baik," kata dia.

Namun demikian, Sri Mulyani memastikan jika pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus berupaya untuk mengendalikan nilai tukar rupiah di level yang wajar. Dari sisi moneter, BI telah mengeluarkan bauran kebijakan terkait suku bunga.

"BI sebagai otoritas moneter sudah melakukan langkah-langkah bauran kebijakan, bauran dari BI apakah berhubungan dengan suku bunga, apakah dengan makroprudensial dan policy mereka mengenai intervensi untuk menciptakan suatu perubahan yang bisa di-absorvb dan di-adjust oleh perekonomian," ungkap dia.

Sementara dari sisi fiskal, pemerintah telah mengeluarkan beragam kebijakan pengendalian impor untuk komoditas tertentu.

"Kami dari sisi fiskal terus akan melaksanakan apa yang sudah diputuskan waktu itu.‎ Memonitor impor utamanya impor barang konsumsi dan diproduksi dalam negeri, 1.147 (komoditas) itu nanti akan kami lihat laporannya setiap minggu dan posisi terakhir sudah menunjukkan penurunan namun kita akan lihat Oktober minggu pertama ini," jelas dia.

Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan pencampuran CPO ke dalam solar sebanyak 20 persen yang diharapkan bisa menekan impor dan menghemat devisa.

"Untuk BBM, yang merupakan komponen impor terbesar, kami harap B20 bisa mengurangi. Tapi kita akan lihat karena akhir september terjadi kenaikan dan kami akan lihat. Dengan adanya bencana seperti ini akan ada kebutuhan, dan kami akan melihat apa yang sifatnya temporer dan sifatnya tren atau kecenderungan. Menko Perekonomian dan menteri terkait terus melakukan," tandas dia.


Lanjutkan Pelemahan, Rupiah Sentuh 15.133 per Dolar AS

Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pagi ini melemah ke posisi di Rp 13.820. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) makin melemah. Bahkan, nilai tukar rupiah sentuh posisi 15.100 per dolar AS.

Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah melemah ke posisi 15.120 atau melemah 45 poin pada pembukaan perdagangan Kamis pekan ini. Pada perdagangan kemarin, rupiah ditutup di posisi 15.075 per dolar AS.

Sepanjang Kamis pekan ini, rupiah bergerak di kisaran 15.120-15.187 per dolar AS. Sepanjang tahun berjalan 2018, rupiah sudah melemah 12,04 persen.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menunjukkan rupiah berada di posisi 15.133 per dolar AS, atau melemah 45 poin pada 4 Oktober 2018 dari periode perdagangan 3 Oktober 2018 di posisi 15.088 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, menuturkan nilai tukar rupiah merosot cenderung didorong sentimen eksternal, terutama kekhawatiran perang dagang. David bilang JP Morgan menyebutkan perang dagang akan berlangsung lama, sehingga memicu kekhawatiran pasar. Selain itu, pasokan valuta asing juga belum berimbang dengan permintaan.

"Di pasar modal masih terjadi outflow. Permintaan valas untuk minyak tinggi, tetapi pasokan terbatas. Permintaan valas belum berimbang karena pasokan," ujar David saat dihubungi Liputan6.com.

Meski demikian, menurut David, pelemahan rupiah masih bertahap, sehingga masih bisa diantisipasi pelaku usaha sektor riil. Apalagi tren rupiah melemah terjadi sejak 2012. “Pelemahan rupiah pelan-pelan. Tidak seperti Turki. Pelaku usaha juga tidak ingin penguatan dan pelemahan mata uang terlalu cepat,” ujar David.

David menuturkan, rupiah masih tertekan hingga akhir tahun. Nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran 14.800-15.000 hingga akhir 2018.

Oleh karena itu, David mengharapkan Bank Indonesia dan pemerintah dapat merespons dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan. BI diperkirakan masih menaikkan suku bunga acuan sekitar 25 basis poin-75 poin hingga akhir 2018. Hal itu dilakukan untuk menekan defisit transaksi berjalan dan menstabilkan nilai tukar rupiah.

"Defisit transaksi berjalan harus turun karena tantangan tahun depan lebih berat. Kuartal III, defisit transaksi berjalan akan di bawah tiga persen," kata David.

Ia menuturkan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi, antara lain perang dagang berlangsung lama, kenaikan suku bunga acuan the Federal Reserve, dan harga minyak dunia.

Sedangkan pemerintah diharapkan dapat memberikan insentif agar pengusaha dapat mengendapkan devisa hasil ekspor di Indonesia.

"Dorong ekspor susah. Namun, dana ekspor diharapkan masuk dengan buat insentif menarik agar pengusaha konversikan ke rupiah," ujar David.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya