Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Sri Raharjo, menyebut penurunan Harga Batu bara Acuan (HBA) akan berpengaruh terhadap penerimaan negara.
Bahkan, penurunan ini pun ia mengakui memang sudah terlihat sejak tiga bulan terakhir. Sejak Agustus 2018 misalnya, HBA berada di level USD 107,83 per ton.
"Dan sekarang hanya USD 100 per ton. Jadi itu menyebabkan ada potensi Oktober ini akan menurun pendapatan dari royaliti (batubara)," kata Hendra dalam acara Diskusi Kebijakan Publik Strategi Pengelolaan Batubara Nasional, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Baca Juga
Advertisement
Diketahui, saat ini harga batu bara acuan pada Oktober 2018 sebesar USD 100,89 per ton, atau turun 3,7 persen dibandingkan HBA September yang berada di level USD 104,81 per ton.
Sri Raharjo mengatakan, meski menurun, tapi secara keseluruhan sepanjang 2018 penurunan ini masih cukup menarik. Sebab, apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya penurunan tehadap HBA menyentuh hingga ke level USD 40 per ton.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Harga Batu Bara Tertekan
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinada angkat suara terkait dengan penurunan Harga Batubara Acuan (HBA) yang terjadi saat ini.
Dia menuturkan, penurunan harga terjadi karena adanya tekanan dari eksternal. "Tren ini lagi turun karena kita enggak bisa prediksi ya. Kemungkinan dia menurun karena tertekan, kalau kita perhatikan pergerakan index, terutama di batubara kalori rendah dan menengah, pasarnya sudah gejala over supply. Jadi ini yang sebabkan tekanan terhadap harga," kata Hendra.
Hendra menyatakan, secara global harga batu bara acuan akan tetap berada di level USD 100 juta ton hingga akhir tahun. Kondisi ini disebabkan karena permintaan China akan impor juga sudah berkurang.
"Dia sudah jelas sekali (China). Ditambah dengan sentimen harga dengan adanya rencana pemerintah genjot ekspor. Tapi di sisi lain pasar bisa kelebihan pasokan jadi harga terganggu," kata Hendra.
Namun, dirinya juga tidak bisa memungkiri apabila nantinya HBA tersebut bisa terperosok di bawah USD 100 juta ton. "Ada kekhawatiran begitu. Kita tidak bisa prediksi karena banyak faktor, cuaca. Itu susah," kata Hendra.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement