4 Motif Batik Kepemimpinan Yogyakarta

Menteri Muhadjir Effendy antusias mendengarkan pemandu menjelaskan motif batik bertema kepemimpinan dalam pembukaan Jogja International Batik Biennale. Cek motif berikut ini.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 05 Okt 2018, 17:00 WIB
Mendikbud Muhadjir Effendy berkenalan dengan motif batik kepemimpinan dalam pembukaan Jogja International Batik Bienalle 2018 (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mewakili Presiden Joko Widodo membuka perhelatan tahunan Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2018 di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Rabu (3/10/2018). Seusai membuka acara dia diajak melihat-lihat pameran batik klasik dan koleksi batik Keraton Nusantara.

Di antara puluhan lembar kain batik yang dipamerkan, pemandu menunjukkan tiga motif batik Keraton Yogyakarta dan satu motif batik Pakualaman. Muhadjir tampak antusias menyimak setiap kata yang terlontar dari bibir pemandu, sembari sesekali manggut-manggut.

Lembar kain pertama yang dituju adalah batik motif parang rusak seling pamor naga raja. Sesuai namanya, motif parang rusak yang diseling parang pamor dihiasi ornamen naga raja. Motif ini menyimbolkan keperkasaan, kesaktian, dan kewibawaan seorang raja dan hanya dikenakan oleh sultan atau raja.

Kedua, batik motif ceplok purbonegoro. Berasal dari kata purbo berarti memelihara dan negoro berarti negara. Bentuk ceplok purbonegoro seperti bunga Helianthus Annus, keluarga Compositeae. Motif ini dikenakan raja atau pemimpin yang bermakna pemimpin wajib memelihara negara sebaik-baiknya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, termasuk memelihara lingkungan.

Ketiga, batik motif temboran. Nama motif ini diambil dari motif pokok, yaitu ornamen parang dan nitik yang dibingkai menjadi bentuk tembor atau nampan. Di sela ornamen pokok diberi ornamen pengisi berupa burung yang cantik di antara daun dan bunga. Motif batik ini melambangkan keikhlasan untuk menyajikan atau memberikan kebaikan di dalam hidup ini.

Keempat, batik Pakualaman yang diberi nama Asthabrata Jangkep. Dalam satu kain terdapat gambar delapan wajah dewa, yakni Batara Indra, Yama, Surya, Candra, Bayu, Wisnu, Brama,dan Baruna beserta ciri khas watak dan tugasnya.

Kain batik Asthabrata Jangkep delapan dewa ini berlatar parang dan kawung, serta ceplok yang memuat gambar sepasang naga berhadapan mengapit dupa. Secara keseluruhan motif batik ini lambang pengharapan karakter raja atau pemimpin yang ideal.

Karakter itu meliputi bijak bestari, adil dan tegas dalam menegakkan hukum, cermat dalam urusan keuangan, memiliki pesona dan kepribadian yang memikat, berkepribadian kuat dan tidak mudah terhasut. Juga aksetis dan pertapa, memiliki keberanian dan kemahiran bersiasat, serta bersahaja dan mampu mengayomi.

 


Batik Jadi Idola di Azerbaijan

Mendikbud Muhadjir Effendy berkenalan dengan motif batik kepemimpinan dalam pembukaan Jogja International Batik Bienalle 2018 (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Pada kesempatan yang sama, Muhadjir juga bercerita soal pengalamannya di Azerbaijan beberapa waktu lalu. Stan batik dikerubungi pengunjung.

Ia menjelaskan rasa penasaran pengunjung terlihat ketika mereka rela antre untuk melihat dan belajar pembuatan batik di stan. Di pameran itu ada dua stan yang memamerkan produk Indonesia, yakni stan batik dan kopi.

"Saya sempat bercanda dengan duta besar, tahu gitu kita pasang stan 10," ucapnya.

Ia mengungkapkan batik sudah dikenal sejak abad ke-9 di zaman Kerajaan Mataram kuno. Menurut Muhadjir, kondisi ini yang memperkuat Yogyakarta dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia.

Kala itu, motif batik diterapkan pada arca yang kainnya dipahat motif kawung. Dalam kehidupan sehari-hari, motif batik juga merepresentasikan siklus hidup manusia, dari kelahiran sampai kematian.

"Tanggung jawab kita batik tetap bertahan mengikuti perkembangan zaman dan mempertahankan eksklusivitas serta keunikannya," kata Muhadjir.

Ia berpendapat batik memiliki nilai tambah karena punya kecenderungan tidak bisa direproduksi secara massal. Oleh karena itu, batik bisa menjadi elemen utama dalam ekonomi kreatif.

 


JIBB 2018 Sarana Melestarikan Batik

Mendikbud Muhadjir Effendy berkenalan dengan motif batik kepemimpinan dalam pembukaan Jogja International Batik Bienalle 2018 (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

JIBB 2018 yang dilaksanakan pada 2 Oktober hingga 6 Oktober 2018 ini memberikan ilmu, wawasan, dan meningkatkan kepedulian masyarakat Indonesia khususnya Yogyakarta mengenai kelestarian batik. Perhelatan ini memiliki sejumlah rangkaian acara, meliputi, simposium nasional dan internasional, heritage tour, workshop pewarna alam, pameran, dan fashion show.

Perhelatan ini dibuka secara resmi oleh Presiden RI yang diwakili Mendikbud. Pembukaan JIBB 2018 juga dihadiri Dr. Ghadda Hijjawi Qaddumi selaku Presiden World Craft Council (WCC) dan Edric Ong selaku Presiden ASEAN Handicraft Promotion and Development Association (AHPADA).

Indonesia sedang menggalakkan empat sektor pendukung ekonomi, yakni kelautan, pertanian, pariwisata, dan ekonomi kreatif.

“Salah satu syarat ekonomi kreatif ialah reproduksi dan keahlian yang lahir dari bakat dan hadirnya batik yang menjadi warisan Indonesia, telah melengkapi syarat penuh dari berlangsungnya ekonomi kreatif,” ujar Muhadjir.

Gubernur DIY Sultan HB X menilai tema JIBB 2018 Innovation for Sustainable Future menjadi semangat pelopor inovasi rancangan batik mampu menembus fashion style dunia.

"Sebagai produk tradisi harus mengekspresikan identitas bangsa yang unik dan menjamin keberlangsungannya," kata Sultan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya