Liputan6.com, Jakarta - Wakil Direktur Penggalangan Pemilih Perempuan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Anggia Ermarini, mengatakan, kebohongan yang diciptakan Ratna Sarumpaet akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap kubu Prabowo-Sandiaga.
"Iya, saya yakin. Pastilah, saya saja merasa dibohongi mentah-mentah. Kan ini memalukan sebenarnya. Kalau menurut saya, sangat memalukan," ucap Anggia di Posko Cemara, Jakarta, Kamis 4 Oktober 2018.
Advertisement
Anggia pun memberikan tips agar Prabowo-Sandiaga kembali mendapat kepercayaan masyarakat, yaitu dengan cara bekerja keras. Sebab, kata dia, Prabowo juga ikut menyebar kebohongan Ratna Sarumpaet.
"Mereka harus bekerja keras menurut saya. Karena Pak Prabowo merasa kapusan (dibohongi) juga kan, Pak Fadli Zon juga kan. Harus bekerja keras mengembalikan kepercayaan, kalau mau ngambil," ungkap Anggia.
Dia pun meminta, agar ke depan masyarakat waspada dalam menyerap informasi.
"Kita enggak mau, dan enggak tahu mana yang benar. Tapi secara akal sehat, saya secara pribadi, bisa menganalisa, sosok Ratna Sarumpaet yang berani, terus ada kejadian ada pengeroyokan, terus disembunyikan, ini kan enggak in line (sesuai) dengan sosoknya Ibu Ratna," jelas Anggia.
Namun, kata Anggia, tak semua masyarakat memiliki kejelian dengan berita-berita bohong.
"Jadi kita sebagai orang yang educated (mempunyai pendidikan), banyak orang berharap kita memberikan info-info yang bagus, harus bertanggungjawab. Apalagi saya berharap perempuan punya kapasitas punya peran untuk menghilangkan hoaks," pungkas Anggia.
Prabowo sendiri mengakui jika dirinya grasa-grusu dalam menyerap informasi soal Ratna Sarumpaet.
"Saya merasa tidak berbuat salah. Saya akui saya grasa-grusu, tapi ya sudah kita baru belajar, tim saya juga baru. Tapi tidak ada alasan, salah akui salah," kata Prabowo.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Elektabilitas Turun
Drama hoaks pengeroyokan aktivis Ratna Sarumpaet dinilai bisa mempengaruhi elektabilitas Prabowo-Sandiaga. Pasalnya, Ratna sempat tercatat sebagai juru kampanye nasional pasangan ini.
"Kalau melihat potensi, pasti ada potensi penurunan (elektabilitas) dengan kasus ini," jelas peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Rully Akbar di kantornya, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (4/10/2018).
Rully mengakui belum bisa memprediksi besaran potensi penurunan itu. Sebab, belum ada survei yang dilakukan untuk menelitinya. LSI berencana memotret dinamika ini dalam survei yang akan datang.
"Yang pasti bahwa kasus ini sudah mencederai demokrasi, dalam artian bahwa kebohongan publik atau hoaks adalah sebuah kesalahan yang fatal dan pasti akan ada hukuman publik terhadap itu," paparnya.
Advertisement