Liputan6.com, Den Haag - Sebuah serangan siber Rusia yang menyasar markas besar pengawas senjata kimia internasional berhasil digagalkan oleh intelijen Belanda, beberapa pekan setelah serangan racun Novichok pada eks mata-mata Negeri Beruang Merah, Sergei Skripal, di Salisbury.
Hal ini, menurut banyak pengamat, kian meningkatkan tensi perang diplomatik antara Barat dan pemerintahan Presiden Vladimir Putin di Moskow.
Insiden itu, yang digagalkan dengan bantuan para pejabat intelijen Inggris, terungkap ketika unit kejahatan siber Sandworm --dari badan intelijen militer Rusia GRU-- tidak berhasil meretas Kantor Luar Negeri Inggris pada Maret, dan fasilitas senjata kimia Porton Down pada bulan April.
Dikutip dari The Guardian, Jumat (5/10/2018), Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan bahwa Moskow dapat menghadapi sanksi lebih lanjut terkait jejak bukti yang sangat rinci di Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat.
Baca Juga
Advertisement
Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson mengatakan, Rusia sekarang menjadi "negara pariah". Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Rusia menepis tuduhan pada Kamis malam, dan mengklaim Barat terobsesi oleh "kisah mata-mata".
Empat perwira intelijen Rusia, diyakini telah menjadi bagian dari unit "pembersihan" GRU, yang diketahui melakukan perjalanan ke Den Haag, menggunakan paspor diplomatik pada April, setelah gagal meluncurkan serangan jarak jauh.
Pada saat itu, Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) sedang menyelidiki percobaan pembunuhan Sergei Skripal dan putrinya Yulia di Inggris, serta serangan senjata kimia di Douma, Suriah.
Duta Besar Inggris untuk Belanda, Peter Wilson, mengatakan, "Dengan kampanye siber yang agresif, kami melihat GRU mencoba untuk membersihkan kekacauan Rusia - baik itu doping yang ditemukan oleh WADA (Badan Anti-Doping Dunia), atau agen saraf diidentifikasi oleh OPCW."
Pihak berwenang Belanda menyebut empat mata-mata Rusia diketahui bernama Evgenii Serebriakov (37) sebagai ahli internet, serta Aleksei Morenets (41), Oleg Sotnikov (46), dan Alexey Minin (46) sebagai ahli teknologi kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI).
Masih menurut otoritas Belanda, keempat mata-mata tersebut terlihat tidak berusaha menyembunyikan kehadiran mereka di Negeri Kincir Angin, yang datang menggunakan paspor diplomatik Rusia di Bandara Schiphol.
Ditangkap di Denhaag, Belanda
Setelah melalui bea cukai dan kontrol imigrasi, seperti yang tampak dalam bukti rekaman CCTV, keempat mata-mata Rusia itu menyewa mobil dan menuju Den Haag.
Para pejabat senior keamanan Inggris mengatakan, mereka ditangkap oleh intelijen Belanda tiga hari kemudian, pada 13 April, duduk di mobil sewaan mereka yang diparkir dekat dengan gedung OPCW. Mereka mencoba --dan gagal-- menghancurkan peralatan peretas, dan berusaha segera kembali ke Moskow.
Di bagian belakang kendaraan, para penyelidik menemukan sebuah laptop yang terhubung ke ponsel 4G dan antena panel wi-fi, sebagian tersembunyi di bawah mantel, serta peralatan peretasan khusus lainnya.
Mereka juga diketahui membawa uang tunai senilai 20 ribu euro (setara Rp 349 juta) dan US$ 25 ribu (Rp 379 juta), serta struk taksi dari fasilitas GRU di Moskow dan peta pengintaian.
Selain itu, ditemukan pula tiket kereta tujuan Basel, bersama dengan bukti pencarian online untuk laboratorium Spiez, lembaga perlindungan nuklir, biologi, dan kimia Swiss, yang telah mengonfirmasi klaim Inggris bahwa Skripal telah terpapar agen saraf kelas militer Novichok.
Manajer Hotel Marriott di sebelah markas OPCW, di mana empat mata-mata Rusia yang diduga tinggal, mengatakan bahwa mereka ditangkap tanpa paksaan dan dengan "tidak ada keterlibatan James Bond".
Vincent Pahlplatz mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa kuartet itu ditangkap oleh petugas Belanda di siang hari ketika mereka berjalan keluar dari lift.
Simak video pilihan berikut:
Dugaan Peretasan hingga ke Malaysia
Di lain pihak, para pejabat senior keamanan Inggris mengatakan unit GRU sebelumnya telah melakukan perjalanan ke Malaysia, untuk mencoba meretas penyelidikan ke penerbangan Malaysia Airlines MH17, yang menurut para penyelidik telah ditembak jatuh oleh rudal militer Rusia, menewaskan semua 283 penumpang dan 15 awak.
Dugaan itu muncul bulan lalu setelah pemerintah Belanda mengusir mata-mata Rusia pada April, karena dituduh berencana meretas ke laboratorium Spiez.
Dalam sebuah pernyataan bersama pada Kamis, Perdana Menteri Inggris, Theresa May, dan mitranya dari Belanda, Mark Rutte, mengatakan, "Upaya untuk mengakses sistem keamanan organisasi internasional yang bekerja untuk membersihkan senjata kimia, menunjukkan bahwa GRU mengabaikan nilai-nilai dan aturan global, daripada membuat kita semua aman."
"Tindakan tegas kami memperkuat pesan yang jelas dari komunitas internasional: kami akan menjunjung tinggi sistem internasional berbasis aturan, dan membela institusi internasional dari mereka yang berusaha mencelakai," ucap PM May.
Bulan lalu, PM May berjanji untuk meningkatkan aksi melawan intelijen Rusia setelah serangan Salisbury.
Dalam sebuah pukulan lebih lanjut ke GRU, situs investigasi Bellingcat, mengungkapkan bahwa Rusia tampaknya secara tidak sengaja mengidentifikasi nama dan nomor telepon hampir 305 agennya di departemen perang siber setempat.
Nama-nama itu muncul dalam daftar individu yang memiliki akses ke mobil yang terdaftar ke markas divisi maya GRU. Bellingcat mengatakan itu mungkin merupakan "salah satu pelanggaran massal terbesar" dari data pribadi dalam sejarah dinas intelijen baru-baru ini.
Maria Zakharova, juru bicara kementerian luar negeri Rusia, menepis tuduhan peretasan sebagai "fantasi besar". Sebaliknya, seorang pejabat keamanan senior Inggris mengatakan: "Agar GRU tertangkap dengan cara ini akan dianggap sebagai hari yang sangat buruk."
Advertisement
Upaya Memperingatkan Kremlin
Menteri Pertahanan Belanda, Ank Bijleveld, mengatakan para diplomat Rusia telah dipanggil ke Kementerian Luar Negeri.
Dia mengatakan kepada wartawan bahwa keputusan untuk mempublikasikan serangan gagal adalah upaya untuk "mengirim sinyal yang sangat kuat" kepada Kremlin, bahwa perilaku peretasan seperti itu tidak akan ditoleransi.
Kepala intelijen kontra Belanda mengatakan analisis laptop pada keempat pria Rusia yang ditangkap, menunjukkan mereka memiliki hubungan dengan operasi di Swiss dan Malaysia.
Seorang pejabat senior keamanan Inggris, mengomentari kemungkinan kaitan dengan investigasi Skripal, mengatakan: "Sangat sulit untuk mengetahui niat penuh mereka karena operasi yang gagal. Tapi menilai dari pengalaman masa lalu di tempat lain, mendiskreditkan penyelidikan bisa jadi motivasi mereka."
Pejabat Inggris menolak untuk mengatakan apakah agen-agen Rusia akan ditahan, jika mereka tertangkap melakukan kegiatan yang sama di Negeri Ratu Elizabeth II.
Ketika ditanya apakah Inggris melakukan metode pengawasan yang sama dengan Moskow, mereka menambahkan: "Intelijen Inggris tidak dapat dimasukkan ke dalam kondisi moral dan etis yang sama seperti dinas keamanan Rusia. Mereka tidak memiliki pengawasan."
Pada Kamis, pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn mengatakan, "Buktinya jelas Rusia terlibat serangan Salisbury, dan tentu saja pada serangan siber terbaru sehingga harus ada desakan diplomatik ke Moskow."