Liputan6.com, Jakarta Harga jual cabai di pasar tradisional pada Jumat (5/10/2018) terpantau tinggi. Para penjual pun tidak dapat mengungkapkan penyebab harga jual cabai saat ini masih mahal.
Seperti yang diutarakan Uus (50), pedagang sayuran di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Advertisement
Dia menjelaskan, harga beberapa jenis cabai, seperti cabai rawit merah, cabai rawit hijau dan cabai keriting merah naik sejak beberapa waktu lalu.
"Rawit merah naik jadi Rp 30 ribu per kg, tadinya Rp 25 ribu per kg. Naik dalam tiga hari. Apalagi rawit ijo, parah naiknya, dari Rp 24 ribu jadi Rp 40 ribu per kg. Enggak tahu kenapa naiknya, udah seminggu," jelasnya.
"Keriting merah juga naik Rp 35 ribu per kg, tadinya Rp 25 ribu per kg. Udah lima hari (naiknya)," kata dia.
Hal senada diungkapkan Surati (50), seorang pedagang sayur di pasar yang sama. Ia menyatakan, harga jual cabai rawit merah sudah melonjak sejak dua hari lalu, dari Rp 20 ribu per kg jadi Rp 30 ribu per kg.
"Kalau cabai rawit hijau sekarang Rp 40 ribu (per kg). Lagi enggak panen, udah lama gak turun. Ada kali dari Lebaran. Cabai keriting merah juga Rp 40 ribu (per kg). Kemarin-kemarin padahal cuman Rp 25 ribu (per kg)," paparnya.
Kenaikan pun dirasakan produk sayuran lain, semisal tomat buah dan kentang. Di tempat Uus, tomat buah dijual Rp 10 ribu per kg, atau naik dari harga semula Rp 9 ribu per kg sejak 3 hari lalu. Sementara kentang naik sejak satu pekan lalu dari Rp 12 ribu per kg menjadi Rp 14 ribu per kg.
Beda halnya dengan cabai dan komoditas sayuran lain, harga jual bawang kini malah turun. Seperti bawang merah yang ditawarkan Uus, harganya turun dari Rp 28 ribu per kg jadi Rp 20 ribu per kg.
"Udah sebulan (harga bawang merah turun). Bawang putih (bulat) sekarang Rp 25 ribu per kg, tadinya Rp 30 ribu per kg. Dah sebulan juga. Kalau yang cutting Rp 30 ribu per kg, tadinya Rp 40 ribu per kg," tutur Uus.
Ungkapan tersebut turun diamini Surati. "Lagi pada turun. Bawang merah Rp 20 ribu (per kg). Kalau bawang putih yang cutting Rp 30 ribu (per kg), yang bulat Rp 28 ribu (per kg)," urainya.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
BPK: Program Peningkatan Produksi Cabai dan Bawang Belum Efektif
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan Kementerian Pertanian (Kementan) 2017. Dalam laporan tersebut, BPK menyebut program peningkatan produksi dan nilai tambah hortikultura untuk mendukung stabilitas harga dan penurunan impor 2014 hingga semester-I 2017 belum efektif.
"Program peningkatan produksi dan nilai tambah hortikultura khusus komoditas cabai, bawang, dan buah-buahan untuk mendukung stabilitas harga dan penurunan impor produk hortikultura tahun 2014-semester I 2017 belum sepenuhnya efektif," ujar Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara dalam laporannya, Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Baca Juga
Kesimpulan tersebut didasarkan atas hasil pemeriksaan antara lain pada perencanaan produksi cabai dan bawang pada Direktorat Jenderal Hortikultura yang belum memadai. Penetapan angka target produksi dinilai belum didukung dengan data dan informasi yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan.
"Akibatnya, target perencanaan secara nasional berpotensi tidak dapat tercapai, pelaksanaan kegiatan berpotensi tidak terarah untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai serta permasalahan nasional terkait dengan komoditas cabai, bawang, dan buah berpotensi tidak dapat diselesaikan dengan kegiatan kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura," papar dia.
BPK juga menemukan, manajemen pola tanam untuk mewujudkan kestabilan produksi cabai dan bawang belum optimal.
Produksi aneka cabai dan bawang merah dari tahun 2014 sampai 2016 sebagian besar telah mencapai target produksi yang ditetapkan dalam Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura dan revisinya serta prognosa kebutuhan nasional, tetapi belum stabil sepanjang tahun.
"Kebijakan manajemen pola tanam yang disusun oleh Direktorat Jenderal Hortikultura untuk menjaga kestabilan produksi belum berhasil dan belum dapat diterapkan di daerah. Akibatnya, terdapat potensi ketidakstabilan harga karena ketidakstabilan produksi," jelasnya.
Terakhir, BPK juga menemukan kegiatan pengembangan buah lokal yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Hortikultura belum dapat menggantikan kebutuhan buah impor.
Impor buah ke Indonesia cukup besar, di antaranya terdapat impor buah jeruk pada waktu yang tidak diperbolehkan, yaitu pada masa panen buah lokal.
"Akibatnya, pencapaian program pemerintah tidak dapat terukur dan berkelanjutan dalam rangka penganekaragaman buah-buahan," dia menandaskan.
Reporter: Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement