Dukung Negara Barat, Prancis Tuduh Rusia Jadi Dalang Aksi Spionase Siber

Sejumlah negara Barat telah mengutarakan kekhawatirannya terhadap dugaan serangkaian serangan siber global serius yang dilakukan oleh Rusia.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2018, 07:31 WIB
Bendera Rusia. (AFP/Kirill Kudryavtsev)

Liputan6.com, Paris - Sejumlah negara Barat telah mengutarakan kekhawatirannya terhadap dugaan serangkaian serangan siber global serius yang dilakukan oleh Rusia baru-baru ini.

Salah satunya adalah Prancis, yang pada Kamis 4 Oktober malam waktu setempat menyatakan solidaritas dengan sesama negara Barat lainnya yang menuduh Rusia melakukan serangkaian serangan siber global, dengan menyebut serangan itu sebagai 'serius dan mengkhawatirkan'.

"Fakta yang dilaporkan itu serius dan mengkhawatirkan. Prancis menyatakan solidaritas penuh kepada sekutunya dan semua organisasi internasional yang jadi sasaran serangan demikian," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Prancis, seperti dikutip dari VOA Indonesia (6/10/2018).

Sementara itu, dalam penolakan terkoordinasi terhadap serangkaian percobaan peretasan, Australia, Inggris, Kanada, Belanda dan Amerika Serikat juga menuduh Rusia bertanggungjawab atas serangkaian siber yang akhir-akhir ini terjadi, termasuk, upaya teranyarnya untuk meretas lembaga pengawas senjata kimia (OPCW) di Den Haag pada 4 Oktober 2018.

Amerika juga telah mengumumkan dakwaan terhadap tujuh agen dinas spionase militer Rusia (GRU), termasuk empat orang Rusia lainnya yang diusir oleh Belanda akibat kejadian di Den Haag kemarin.

Kementerian Luar Negeri Rusia menolak segala tuduhan Barat dan mengatakan bahwa pihaknya telah menjadi "korban propaganda yang ditujukan terhadap negara Rusia."

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Simak video pilihan berikut:


Rusia Dituduh Melakukan Spionase Siber terhadap Markas OPCW di Belanda

Bendera Rusia (AP/Rebecca Blackwell)

Sebuah serangan siber Rusia yang menyasar markas besar pengawas senjata kimia internasional berhasil digagalkan oleh intelijen Belanda, beberapa pekan setelah serangan racun Novichok pada eks mata-mata Negeri Beruang Merah, Sergei Skripal, di Salisbury, pada April 2018 lalu.

Hal ini, menurut banyak pengamat, kian meningkatkan tensi perang diplomatik antara Barat dan pemerintahan Presiden Vladimir Putin di Moskow.

Insiden itu, yang digagalkan dengan bantuan para pejabat intelijen Inggris, terungkap ketika unit kejahatan siber Sandworm --dari badan intelijen militer Rusia GRU-- tidak berhasil meretas Kantor Luar Negeri Inggris pada Maret, dan fasilitas senjata kimia Porton Down pada bulan April.

Dikutip dari The Guardian, Jumat (5/10/2018), Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan bahwa Moskow dapat menghadapi sanksi lebih lanjut terkait jejak bukti yang sangat rinci di Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat.

Pihak berwenang Belanda menyebut empat mata-mata Rusia diketahui bernama Evgenii Serebriakov (37) sebagai ahli internet, serta Aleksei Morenets (41), Oleg Sotnikov (46), dan Alexey Minin (46) sebagai ahli teknologi kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI).

Masih menurut otoritas Belanda, keempat mata-mata tersebut terlihat tidak berusaha menyembunyikan kehadiran mereka di Negeri Kincir Angin, yang datang menggunakan paspor diplomatik Rusia di Bandara Schiphol.

Ditangkap di Den Haag, Belanda

Setelah melalui bea cukai dan kontrol imigrasi, seperti yang tampak dalam bukti rekaman CCTV, keempat mata-mata Rusia itu menyewa mobil dan menuju Den Haag.

Para pejabat senior keamanan Inggris mengatakan, mereka ditangkap oleh intelijen Belanda tiga hari kemudian, pada 13 April, duduk di mobil sewaan mereka yang diparkir dekat dengan gedung OPCW. Mereka mencoba --dan gagal-- menghancurkan peralatan peretas, dan berusaha segera kembali ke Moskow.

Di bagian belakang kendaraan, para penyelidik menemukan sebuah laptop yang terhubung ke ponsel 4G dan antena panel wi-fi, sebagian tersembunyi di bawah mantel, serta peralatan peretasan khusus lainnya.

Mereka juga diketahui membawa uang tunai senilai 20 ribu euro (setara Rp 349 juta) dan US$ 25 ribu (Rp 379 juta), serta struk taksi dari fasilitas GRU di Moskow dan peta pengintaian.

Selain itu, ditemukan pula tiket kereta tujuan Basel, bersama dengan bukti pencarian online untuk laboratorium Spiez, lembaga perlindungan nuklir, biologi, dan kimia Swiss, yang telah mengonfirmasi klaim Inggris bahwa Skripal telah terpapar agen saraf kelas militer Novichok.

Manajer Hotel Marriott di sebelah markas OPCW, di mana empat mata-mata Rusia yang diduga tinggal, mengatakan bahwa mereka ditangkap tanpa paksaan dan dengan "tidak ada keterlibatan James Bond".

Vincent Pahlplatz mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa kuartet itu ditangkap oleh petugas Belanda di siang hari ketika mereka berjalan keluar dari lift.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya