Cerita Akbar Wibriansyah Jadi Dokter Sapujagad Akibat Gempa Palu 

Kedatanga Akbar di Palu bertepatan dengan gempa dan tsunami yang mengoyak wilayah ini, Jumat 28 September lalu.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 06 Okt 2018, 08:27 WIB
Dokter Akbar Wibriansyah

Liputan6.com, Palu - Akbar Wibriansyah (29), dokter umum yang sedang menjalani setase untuk menjadi dokter spesialis saraf menyambangi berbagai daerah selama setahun ini. Oktober ini, giliran di RSUD Undata Palu yang dia dikunjungi.

Namun, di sini Akbar mendapat pengalaman yang paling berharga. Kedatanganya bertepatan dengan gempa dan tsunami yang mengoyak wilayah ini, Jumat 28 September lalu.

Sebanyak 109 korban gempa menjadi pasien RSUD Undata. Banyak jumlah pasien yang masuk tak sebanding dengan dokter yang sedang berjaga. Di situ, Akbar mendadak menjadi dokter serba bisa alias sapujagad.

Betapa tidak, saat kejadian cuma ada empat dokter. Selebihnya, mahasiswa Koas atau co-assisten.

"Ada dokter IGD dua orang, satu saya sebagai residen saraf. Ditambah satu lagi dokter," ucap dia ketika berbicang dengan Liputan6.com, Palu, Sabtu (6/10/2018).

Di hari pertama, pasien yang dirawat rata-rata menderita patah tulang. Sebenarnya itu bukan kewenanganya. Tapi dalam keadaan darurat, mau tidak mau itu menjadi tanggung jawabnya.

"Kalau jadi dokter bisa semua. Cuma kalau bedah saraf saya cuma operasi otak sama tulang belakang ibaratnya sudah bukan kompetensinya lagi. Tapi kita pernah mengerjakan itu," ucap dia.

Contohnya, kala menanggani beberapa pasien yang mengalami patah di saluran kencing.

"Orang pasang selang kencing biasa. Banyak yang patah di saluran kecing berarti kita kan gak bisa pasang selang. Kita harus tusuk di kantung kecing. Dimasukan kateter. Itu Saya seumur hidup belum tanganin akhirnya karena tidak ada dokter saya kerjain aja," cerita Akbar.

Tercatat, yang ditanganin pada hari pertama sekira 30 pasien. Selain itu cerita yang mungkin tidak dapat terlupakan yakni keberanian Mahasiswa Koas yang totalnya 100 orang. Mereka terpaksa menanggani pasien yang sebetulnya bukan bagian dari kompetensinya.

Tapi, bagi Akbar itu sesuatu yang wajar sebab kondisinya sedang darurat.

"Hari pertama belum ada tim yang lain. Ini kebanyakan masih ko-assisten Koas. Mereka harusnya belum boleh pasang inpus. Jadinya belum punya izin melakukan tindakan apapun. Tapi kan mereka sesuai prosedur. Dia juga udah ujian sebelum Koas," papar dia Akbar.


Ngeri-Ngeri Sedap

Akbar mengaku tidak dapat mengambarkan perasaan terkait berbagai tindakan selama berada di RSUD Provinsi tersebut.

"Rasanya kalau dokter bedah begitu ketemu tindakan seneng banget. Dulu kita pernah mengerjakan cuma gak ada kesempatan. Misalnya semasa Koas pengen bikin ini tidak dikasih, sekarang dapat. Jadi ungkapannya seneng, seneng, sedih, ngeri-ngeri sedap gitulah," ujar dia.

Tapi yang selalu diingatnya pengalaman ini menjadi bukti sudah berhasil di dunia kedokteran.

"Saya akan kasih tau bisa macam-macam yang harusnya bukan bagian dari kerja saya dan sampai seterusnya gak akan kerjain itu.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya