Liputan6.com, Gaza - Perbatasan Israel dan Gaza, Palestina hingga kini jauh dari aman. Aksi saling serang terjadi antara warga wilayah yang dikuasai Hamas itu dengan tentara Tel Aviv. Lemparan batu dan roket dibalas dengan berondongan peluru dan serangan udara.
Kementerian Kesehatan Palestina menyebut, tentara Israel telah menewaskan hampir 200 orang sejak 30 Maret 2018, dalam rangkaian demonstrasi "the Great March of Return", yang menuntut pengembalian hak atas tanah dan ruang bagi orang-orang Palestina yang melarikan diri atau terusir dari area yang kini diduki negeri zionis.
Baca Juga
Advertisement
Di sisi lain, pihak Israel berdalih, serangan balik yang dilancarkan adalah upaya untuk melindungi kedaulatannya.
Seandainya tak ada kesepakatan antara pihak Israel dan Hamas, perang mungkin akan kembali melanda Gaza.
Dan jika pertempuran kembali pecah, pemimpin Hamas, Yahya Sinwar memprediksi, yang terburuk akan terjadi.
"Jangan sampai berakhir seperti perang ketiga, yang tamat seperti (perang) yang kedua dan pertama," kata Sinwar, seperti dimuat harian Israel Yedioth Ahronoth, seperti dikutip dari CNN, Sabtu (6/10/2018). "Israel akan kembali menduduki Gaza."
Ini adalah wawancara penuh pertama yang dilakukan Sinwar dengan media yang bukan berbahasa Arab, sejak ia menjadi pemimpin Hamas di Gaza pada Februari 2017. Jurnalis yang mewawancarainya diketahui bernama Francesa Borri.
Sinwar mendiskusikan banyak hal selama wawancara, yang juga dipublikasikan media Italia La Repubblica -- dari soal serangan roket hingga protes yang terjadi di dekat pagar perbatasan Gaza-Israel, hingga tanggung jawab komunitas internasional untuk mewujudkan negosiasi perdamaian.
Namun, pemimpin Hamas itu mengatakan, perang bukan lah keinginan semua orang. Ia juga tak ingin perang kembali berkobar.
Ia mengaku sepakat dengan prinsip yang diminta Israel, "ketenangan dibalas dengan ketenangan" atau "quiet will be met with quiet", yang artinya Israel tak akan melancarkan serangan ke Gaza jiga pihak militan menghentikan protes dan meluncurkan proyektil ke arah Israel.
Namun, Sinwar menegaskan, definisi 'tenang' menurut kedua pihak tak sama.
"Ketenangan akan dibalas dengan ketenangan, dengan timbal balik pengepungan diakhiri," kata Sinwar. "Namun, pengepungan bukanlah ketenangan." Ia minta pengepungan atas Gaza diakhiri.
Dengan dalih keamanan, Israel dan Mesir memberlakukan blokade di Gaza sejak Hamas mengambil kendali penuh atas wilayah Palestina itu pada 2007.
Hari ini, warga Gaza menghadapi kekurangan obat, air bersih dan listrik. PBB bahkan menyebut, pada 2020, Gaza tak lagi layak huni.
Sinwar mengatakan bahwa jaminan terbaik bagi terwujudnya ketenangan yang berkepanjangan adalah investasi, pengembangan dan peluang bagi warganya untuk bekerja, belajar dan bepergian ke luar negeri.
"Solusi militer tak bisa diterapkan untuk permasalahan politik," tambah dia. Sinwar mengindikasikan pihaknya akan berupaya membuat kesepakatan gencatan senjata antara pihak militan dan Israel.
Wawancara dengan Sinwar, yang dirilis secara penuh pada hari Jumat, memicu kecaman dari Hamas dan Israel.
Hamas, yang tak membantah soal wawancara itu mengklaim, jurnalis Israel menyamar sebagai wartawan Barat.
Hamas juga menuding, wartawan itu salah mengartikan sejumlah isi wawancara.
Di sisi lain, Menteri Konstruksi Israel, Yoav Galant, bereaksi terhadap wawancara Sinwar di Twitternya.
"Yahya Sinwar adalah seekor ular berbisa yang mencoba memaksakan dirinya terlihat sebagai anak domba yang tak berdosa."
Saksikan video terkait Palestina berikut ini:
Jurnalis: Saya Tidak Bekerja untuk Media Israel
Dalam video dalam Bahasa Italia dengan teks Arab yang dirilis pada Jumat malam, reporter Italia, Francesca Borri mengklaim bahwa wawancaranya dengan pemimpin Hamas Yahya Sinwar tidak ditulis khusus untuk media Israel, Yedioth Ahronoth.
"Saya seorang pekerja lepas dan wawancara saya diterjemahkan ke dalam 24 bahasa," kata Borri, seperti dikutip dari The Jerusalem Post. "Sinwar tahu itu ... saya tidak bekerja untuk media Israel."
Francesca Borri baru-baru ini mewawancarai pemimpin Hamas di Gaza. Selama percakapan, Sinwar mengatakan, "Saya tidak ingin lebih banyak perang. Akhiri pengepungan."
Ada peluang nyata untuk berubah: perang bukanlah kepentingan kami, tetapi pada saat ini ledakan tidak dapat dihindarkan, "kata Sinwar.
Sebagian dari wawancara itu diterbitkan dalam bahasa Ibrani di Yedioth Ahronoth pada hari Kamis. Sementara, wawancara dipublikasikan hari Jumat.
Namun, pemimpin Hamas tidak menyadari bahwa wawancara tersebut dimaksudkan untuk dipublikasikan media Israel.
Francesca Borri mengaku, ia percaya dia ditipu oleh media Israel." Ia mengklaim, afiliasinya tetap independen.
Advertisement