Liputan6.com, Palu - Sekretariat bersama (Sekber) Perlindungan Anak, Kementerian Sosial di Palu, Sulawesi Tengah, berhasil mempertemukan satu anak yang sebelumnya terpisah karena gempa dan tsunami dengan keluarganya.
Dengan demikian, sudah tiga anak yang berhasil dipertemukan dengan keluarganya.
"Dari tiga anak itu, yang terbaru sudah kami reunifikasi (pertemukan) dengan keluarga terdekatnya, pada Sabtu (6/10/2018). Tentu saja sebelumnya dipertemukan, kami menempuh sejumlah prosedur," kata Koordinator Sekber Perlindungan Anak, Febriadi, lewat keterangannya kepada Liputan6.com dari Palu, Minggu, 7 Oktober 2018.
Baca Juga
Advertisement
Febriadi menambahkan, tiga anak ini semula berada di rumah sakit, setelah selamat dari bencana gempa dan tsunami Palu. Pihaknya yang menerima laporan, lalu mencari dan menemukannya, untuk kemudian dipertemukan dengan keluarganya.
Hingga Minggu, 7 Oktober 2018, Sekber Perlindungan Anak sudah menerima data anak hilang atau terpisah dari orangtuanya sebanyak lebih 50 anak, baik dari registrasi langsung di Sekber, maupun hasil aduan melalui jejaring sosial media seperti Facebook, WhatsApp, juga selebaran.
Tim dari Sekber Perlindungan Anak benar-benar mencermati semua tahapan sebelum si anak berada dalam pengasuhan pihak lain.
"Bahasa tubuh, baik si anak maupun pengasuh yang baru, kami cermati. Bila ada indikasi mencurigakan atau anak menolak dengan reaksi tertentu, kami akan batalkan," kata Fedi.
Ketiga anak tersebut sudah dibawa keluarganya ke Manado, Sulawesi Utara. "Di Manado, anak ini juga dimonitor oleh Kementerian Sosial melalui jejaring pekerja sosial di sana, dengan berkoordinasi dengan dinas sosial setempat," kata Fedi.
Menurut Febriadi, bila masuk laporan terkait anak hilang, maka Sekber akan menyebarkan foto anak dengan menggunakan berbagai saluran informasi.
"Misalnya melalui jaringan relawan yang ada di sini, atau kami menyebarkan foto di sejumlah tempat, termasuk posko-posko bantuan tanpa mencantumkan identitas," katanya.
Cegah Adopsi Ilegal
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Nahar, menyatakan prosedur ketat perlu ditempuh untuk memastikan anak tersebut tidak berada dalam penguasaan pihak yang tidak bertanggung jawab. Terlebih dalam situasi bencana, di mana perhatian dan kesibukan masyarakat terkuras untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi.
Dia menambahkan, anak korban bencana tidak mendapat pengawasan semestinya, atau malah tidak ada yang menjaga selama belum bertemu dengan orangtuanya, atau orangtuanya wafat menjadi korban bencana.
"Kami harus memastikan pihak yang mengasuh adalah orang yang bertanggung-jawab dan benar-benar ingin memberikan perlindungan kepada anak," katanya.
Ini untuk menghindari anak dari berbagai bentuk kejahatan, seperti penculikan, perdagangan orang, pencurian organ tubuh, atau adopsi yang tidak sesuai prosedur (adopsi ilegal).
Peran pemerintah daerah juga penting mencegah bahaya terhadap anak korban bencana. "Kami ingin memastikan bahwa anak-anak yang kehilangan orangtuanya, diasuh kembali oleh orangtuanya atau keluarga atau pihak yang jelas identitas dan tujuannya," kata Nahar.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement