Selidiki Kasus Korupsi, Jurnalis Wanita Bulgaria Tewas Dibunuh

Seorang jurnalis wanita di Bulgaria ditemukan tewas terbunuh dan diperkosa pada akhir pekan lalu, di saat dirinya tengah mengawal penyelidikan dugaan ksus korupsi.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 08 Okt 2018, 12:03 WIB
Jurnalis Bulgaria, Viktoria Marinova, tewas dalam dugaan pembunuhan dan perkosaan (AFP)

Liputan6.com, Sofia - Seorang wartawan wanita asal Bulgaria menjadi korban pembunuhan sekaligus perkosaan, yang terkuak pada akhir pekan lalu. Kasus tersebut terjadi di saat Viktoria Marinova --nama jurnalis terkait-- sedang terlibat dalam penyelidikan dugaan korupsi, yang melibatkan dana Uni Eropa.

Jaksa Bulgaria mengatakan pada Minggu 7 Oktober, bahwa jenazah Marinova --yang berusia 30 tahun-- ditemukan di sebuah taman di kota Ruse, dekat aliran Sungai Danube, pada hari Sabtu.

Menteri Dalam Negeri Bulhgaria, Mladen Marinov, mengatakan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pembunuhan itu terkait dengan tugas jurnalistik yang tengah diemban Marinova.

"Ini tentang pemerkosaan dan pembunuhan. Tidak ada bukti dia diancam," ujar Menteri Marinov, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Senin (8/10/2018).

Perdana Menteri Bulgaria Boyko Borissov mengatakan: "Para penyelidik terbaik dikirim ke Ruse, jangan menekan mereka. Sejumlah besar DNA telah diperoleh."

Jaksa penuntut dari Kota Ruse, Georgy Georgiev mengatakan: "Kematiannya disebabkan oleh pukulan di kepala, yang membuatnya mati lemas, dan ponsel, kunci mobil, kacamata dan beberapa pakaiannya hilang."

Polisi diharapkan untuk mengungkapkan rincian lebih lanjut pada hari Senin.

Marinova, yang merupakan anggota dewan stasiun televisi TVN --salah satu saluran TV paling populer di Bulgaria timur laut-- adalah jurnalis ketiga yang telah dibunuh di Uni Eropa dalam setahun terakhir.

Dia mempresentasikan program pembicaraan urusan terkini yang disebut "Detektor" untuk televisi swasta kecil TVN Ruse. Program tersebut baru-baru ini diluncurkan kembali.

Episode pertama dari acara yang tayang perdana pada 30 September itu, memuat siaran wawancara dengan wartawan investigasi Dimitar Stoyanov dari situs Bivol.bg, dan Attila Biro dari Romanian Rise Project, tentang penyelidikan dugaan penipuan yang melibatkan dana Uni Eropa, yang diduga berkongkalikong dengan pengusaha besar dan politikus setempat.

Pasangan itu ditahan secara singkat oleh polisi Bulgaria ketika mencoba menghentikan perusakan dokumen terkait dugaan penipuan itu, yang kemudian memicu kecaman dari lembaga advokasi jurnalis, Reporters Without Borders (RSF).

"Kami kaget. Kami sama sekali tidak --dalam bentuk apa pun-- pernah menerima ancaman yang ditujukan kepadanya atau televisi," seorang wartawan dari TVN mengatakan kepada AFP tanpa menyebut nama, menambahkan bahwa ia dan rekan-rekannya kini khawatir akan keselamatan mereka.

Dia menggambarkan mantan rekannya sebagai sosok jurnalis yang "sangat disiplin, ambisius, selalu menempatkan diri sepenuhnya dalam apa yang dia lakukan, dan seseorang dengan rasa keadilan yang tinggi."

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Simak video pilihan berikut:


Diduga Menjadi Korban Pembungkaman Pers

Ilustrasi jurnalis. (Pixabay)

Di lain pihak, pemilik Bivol.bg Asen Yordanov mengatakan kepada AFP bahwa medianya telah menerima informasi yang kredibel, bahwa anggota jurnalisnya berada dalam bahaya diserang, karena penyelidikan yang juga muncul di berita acara Marinova.

"Kematian Viktoria, cara brutal di mana dia dibunuh, adalah eksekusi. Itu dimaksudkan sebagai contoh, sesuatu seperti peringatan," tambah Yordanov.

Sementara itu, organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di perwakilan kebebasan media Eropa (OSCE) Harlem Desir mengutuk pembunuhan di Twitter melalui kicauan di Twitter.

Oktober tahun lalu, Daphne Caruana Galizia, jurnalis investigatif Malta yang paling disegani, tewas ketika sebuah bom kuat meledakkan mobilnya. Lalu, mundur beberapa waktu sebelumnya, wartawan Slovakia Jan Kuciak ditembak mati pada Februari 2017.

Bulgaria menduduki peringkat 111 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers versi Reporters Without Borders tahun ini, lebih rendah daripada anggota Uni Eropa lainnya. Peringkat ini juga disebut lebih rendah dari negara lain di kawasan Balkan barat, di mana beberapa di antaranya tengah mengajukan keanggotaan ke Uni Eropa.

Pada bulan Oktober 2017, ratusan wartawan Bulgaria melakukan protes di pusat ibu kota Sofia melawan ancaman dari Valeri Simeonov, salah satu wakil perdana menteri Bulgaria, yang mengkritik keras lembaga penyiaran terbesar di negara itu.

Simeonov menuduh media utama memimpin "kampanye kotor besar-besaran" terhadapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya