Presiden Turki Pantau Kasus Jurnalis yang Lenyap di Konsulat Arab Saudi di Istanbul

Presiden Turki mengatakan dirinya memantau penyelidikan kasus lenyapnya jurnalis The Washington Post di Konsulat Arab Saudi di Istanbul.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 08 Okt 2018, 15:00 WIB
Jurnalis Arab Saudi yang merupakan kontributor harian The Washington Post, Jamal Khashoggi (59). Ia dilaporkan menghilang saat memasuki Konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018 (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Ankara - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, ia secara pribadi "memantau" penyelidikan otoritas negaranya terhadap kasus lenyapnya seorang jurnalis warga negara Arab Saudi yang merupakan kontributor harian The Washington Post dan kritikus terhadap Negeri Petrodollar.

Dikutip dari laman CNN, Senin (8/10/2018), Jamal Khashoggi (59) terakhir kali terlihat tengah memasuki Konsulat Arab Saudi di Istanbul pekan lalu, namun, tunangannya --yang menunggu Khashoggi di luar gedung-- melaporkan bahwa pria itu tak muncul kembali, sampai sekarang. Kini keberadaannya, tak diketahui.

Komentar yang datang dari Erdogan itu muncul setelah pejabat Turki yang berbicara dalam kondisi anonimitas mengatakan kepada The Washington Post dan Reuters pada hari Sabtu 6 Oktober bahwa Khashoggi tewas di dalam konsulat Saudi di Istanbul. Namun, pejabat itu sejauh ini tidak memberikan bukti atau rincian tentang bagaimana mereka sampai pada kesimpulan tersebut.

"Saya mengikutinya sebagai Presiden Republik Turki," kata Erdogan kepada wartawan di Ankara pada hari Minggu 7 Oktober, sementara juga menegaskan bahwa ia telah mengenal Khashoggi selama beberapa waktu dan menganggapnya sebagai seorang teman.

"Saya memantau (penyelidikan). Kami tentu saja akan berbagi hasilnya dengan dunia," Erdogan menambahkan. "Semua rekaman dari pintu masuk atau keluar dari konsulat sedang diselidiki."

Khashoggi, seorang kontributor harian untuk The Washington Post dan pengkritik keras pemerintahan Saudi di bawah Putra Mahkota Mohammad bin Salman (MBS), memasuki konsulat Saudi di Istanbul pada Selasa 2 Oktober untuk mendapatkan dokumen untuk pernikahannya yang akan datang, sementara tunangannya menunggu di luar. Tapi tunangannya mengatakan dia tidak pernah melihatnya muncul kembali.

Sementara itu, Yasin Aktay, penasihat politik untuk Erdogan, mengatakan kepada CNN pada 7 Oktober bahwa dia juga percaya ada kemungkinan kuat Khashoggi terbunuh di dalam konsulat Saudi.

"Saya pribadi berpikir kemungkinan dia terbunuh ... Kalau memang ia masih hidup, orang-orang Saudi akan memberikan bukti bahwa dia masih hidup," kata Aktay kepada CNN saat wawancara telepon di Istanbul.

"Jika dia tidak berada di konsulat dan jika dia tidak pergi melalui cara-cara normal, dia mungkin telah dibius atau sisa berkeping-keping."

Arab Saudi dengan keras membantah keterlibatan apa pun dalam lenyapnya Khashoggi, menyebut klaim yang dilontarkan Turki sebagai "tudugan keliru."

Sedangkan, Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan pada Jumat 5 Oktober bahwa pemerintah Saudi akan mengizinkan Turki untuk menggeledah konsulatnya di Istanbul demi mencari petunjuk tentang keberadaan Khashoggi.

"Kami akan mengizinkan mereka untuk masuk dan mencari dan melakukan apa pun yang ingin mereka lakukan ... Kami tidak menyembunyikan apa pun," kata MBS kepada Bloomberg, Jumat 5 Oktober.

Menindaklanjuti pernyataan Pangeran MBS, pihak Arab Saudi mengundang sekelompok wartawan ke dalam konsulatnya di Istanbul pada hari Sabtu 6 Oktober, dalam upaya untuk menunjukkan bahwa Khashoggi tidak ada di tempat.

Seorang pejabat Saudi mengatakan Khashoggi meninggalkan konsulat sesaat setelah dia berkunjung. Namun, pihak Saudi tidak merilis rekaman pengawasan atau bukti lain yang mendukung pernyataan mereka.

Hingga berita ini dimuat, keberadaan jelas Khashoggi masih belum diketahui.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Simak video pilihan berikut:


Sudah Meninggal?

Ilustrasi Bendera Arab Saudi (iStockphoto via Google Images)

Erdogan juga menyatakan bahwa otoritas Turki juga turut menyelidiki kedatangan sejumlah pejabat Saudi di Istanbul dan keterkaitan mereka pada hilangnya Khashoggi.

Lima belas warga Saudi, termasuk beberapa pejabat, tiba di Turki dengan dua pesawat dan mengunjungi konsulat Saudi di Istanbul. Mereka tiba pada hari yang sama ketika Khashoggi masuk ke konsulat, kata kantor berita Turki Anadolu Agency yang mengutip polisi Turki.

"Kedatangan di bandara dan keberangkatan, sedang diselidiki," kata Erdogan.

Presiden tidak secara langsung menyampaikan laporan bahwa Khashoggi telah terbunuh. Tetapi dia mengatakan bahwa "Jamal adalah seorang jurnalis yang sudah lama saya kenal, seorang teman. Karena itu harapan saya masih didasarkan pada niat baik."

Sementara itu, Seorang teman Khashoggi, Turan Kislakci, yang juga kepala Turkish-Arab Media Association, mengatakan kepada CNN bahwa para pejabat Turki telah menghubunginya dan "menyampaikan belasungkawa mereka dan mengatakan kepada kami untuk bersiap untuk pemakaman."

"Hari ini kami ditakdirkan bertemu," kata Kislakci pada hari Minggu 7 Oktober tentang temannya yang hilang.

"Seharusnya hari ini dia punya dokumen resmi, baik hari ini atau Minggu depan dia berencana untuk menikah. Tapi ini tidak pernah terjadi," kata Kislakci, menambahkan bahwa teman-teman Khashoggi sedang mempersiapkan untuk mengadakan pemakaman in absentia dalam beberapa hari mendatang.

Polisi Turki dilaporkan telah memeriksa rekaman pengawasan dari daerah itu dan mengatakan tidak ada tanda-tanda Khashoggi meninggalkan konsulat, kata Kislakci.

Namun, sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Minggu atas nama keluarga Khashoggi di Arab Saudi, menuduh media mempolitisasi hilangnya kontributor The Post itu.

"Kami percaya pemerintah dan tindakan yang diambil olehnya dan semua upaya yang dilakukan dalam kasus Jamal Khashoggi. Ada koordinasi dengan pemerintah dan kedutaan di Ankara," bunyi pernyataan itu.

"Kami tahu tujuan di balik media elektronik dan outlet berita, bahwa hiruk-pikuk yang mereka buat, ditujukan untuk menyerang negara kami untuk tujuan negatif. Kami memberitahu agar mereka tetap diam karena tujuan dan niat mereka telah gagal."

Sebagai catatan, Jamal Khashoggi --warga negara Saudi dan kontributor harian untuk The Washington Post-- mengasingkan diri di Amerika Serikat sejak tahun lalu sewaktu pihak berwenang Saudi melakukan penindakan terhadap para terduga pembangkang.

Khashoggi sendiri adalah salah satu figur yang bersikap sangat kritis terhadap Putra Mahkota Saudi Pangeran Muhammad bin Salman.

Dalam tulisannya untuk Washington Post, Khashoggi telah mengecam kebijakan Saudi terhadap Qatar dan Kanada, perang di Yaman, dan penindasan terhadap perbedaan pendapat dan media di kerajaan.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah meminta Arab Saudi untuk memverifikasi keberadaan Khashoggi, dengan Human Rights Watch menyerukan kepada Turki untuk memperdalam penyelidikan atas kasus tersebut, mengatakan jika Arab Saudi telah menahan Khashoggi tanpa mengakuinya, penahanannya merupakan bentuk penghilangan paksa.

"Jika otoritas Saudi diam-diam menahan Khashoggi, ini akan menjadi eskalasi lain dari pemerintahan Pangeran Muhammad bin Salman yang menindas terhadap para pembangkang dan pengkritik yang bersikap damai," kata Sarah Leah Whiteson, direktur Human Rights Watch Timur Tengah.

"Beban pembuktian ada pada Arab Saudi yang harus memberikan bukti atas klaimnya bahwa Khashoggi meninggalkan konsulat sendirian, dan bahwa agen-agen Saudi tidak menahannya."

Pada Jumat 5 Oktober, surat kabar The Washington Post menerbitkan kolom kosong dengan judul "A Missing Voice" sebagai bentuk solidaritas bagi Khashoggi.

Tunangannya mengatakan kepada surat kabar itu bahwa Khashoggi "sebelumnya sempat khawatir untuk pergi ke konsulat Saudi di Istanbul."

Ia mengatakan, "Bagaimana bisa nyaman apabila ia tidak disukai oleh negaranya?"

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya