BCA Akuisisi Satu Bank Akhir Tahun Ini

Regulasi merupakan salah satu penyebab mundurnya rencana akuisisi yang sebelumnya direncanakan akan berlangsung pada kuartal III tahun ini.

oleh Merdeka.com diperbarui 09 Okt 2018, 15:20 WIB
Melalui produk e-Rate BCA transaksi valas dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja menargetkan segera mengakuisisi salah satu bank kecil di Indonesia pada akhir tahun ini. Hal ini berbeda dengan rencana semula yaitu mengakuisisi dua bank sekaligus.

"Sudah ada satu sih yang sepertinya hampir mendekati. Tapi saya belum boleh publikasi. Karena ini masalah harga. Harganya juga bank-bank kecil dalam tanda petik minta harga yang enggak masuk akal juga. Jujur saja saya bilang ya," ujar Jahja di Pasific Place, Jakarta, Selasa (9/10/2018).

Jahja mengatakan, regulasi merupakan salah satu penyebab mundurnya rencana akuisisi yang sebelumnya direncanakan akan berlangsung pada kuartal III tahun ini. Sebagai salah satu perusahaan publik BCA harus terlebih menunggu hasil audit.

"Kendala dari regulasi sebenarnya. Jadi gini, sebagai perusahaan publik, kita kalau melakukan aksi korporasi harus audited. Kita di bulan ini sudah bulan ke berapa nih. Kalau memang masih harus memenuhi ketentuan itu," jelasnya.

"Audited itu bisa dua kan, bisa nunggu sampai tahun ini selesai baru diaudit, maka itu realisasinya bisa nunggu April, Mei tahun depan. Karena audited kan bisa bulan Februari Maret. Kita coba kalau memang sudah hampir pasti kita cepat lakukan audit. Bukan masalah teknis nggak mau tapi ada ketentuan legal rule-nya seperti itu," jelasnya.

Lebih lanjut, Jahja membantah kabar beredar terkait bahwa BCA akan mengakuisisi Bank Panin. Modal BCA yang hanya sebesar Rp 4 triliun dinilai tidak cukup untuk mengakuisisi Bank Panin.

"(Akuisisi Panin) Tidak. Hitung saja budget, Rp 4 triliun mau ambil Panin, mana cukup," tandasnya.

Sebelumnya, PT Bank Central Asia Tbk (Bank BCA) diketahui menyiapkan anggaran sekitar Rp 4,5 triliun untuk akuisisi. Dana tersebut juga untuk suntikan modal anak usaha.

"Nilainya Rp 4,5 triliun, termasuk kalau anak perusahaan perlu tambahan modal. Tapi kita melihat sih anak usaha masih cukup, paling life insurance mungkin tambah modal sedikit yang lain cukup paling tambah Rp 500 miliar. Sisanya dipersiapkan untuk akuisisi," tandas Jahja belum lama ini.

 Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.


Rupiah Merosot, Bos BCA Sebut Industri Perbankan Sudah Belajar dari Krisis 1998

Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja saat memberi paparan kinerja kerja Bank BCA di Jakarta, (3/3). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengatakan industri perbankan telah mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah yang kini telah tembus  15.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

"Industri perbankan sejak 98 sudah belajar ya, jadi kita juga mengelola dolar AS sudah lebih baik. Enggak ada yang spekulasi, enggak ada pinjaman yang terlalu banyak dalam dolar, jadi saya rasa perbankan sudah lebih siap," tuturnya di Pacific Place, Jakarta Selatan, Selasa (09/10/2018). 

Meski mata uang rupiah tersungkur dalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Jahja berpendapat, mata uang lain juga mengalami hal yang sama. Salah satunya ialah mata uang Jepang yakni yen.

"Kenaikan dolar memang ada, tapi yen juga tercatat melemah cukup besar juga. Jadi saya kira sepanjang kepanikan berlebih tidak terjadi, maka ini bisa terkendali," ujar dia.

Jahja menambahkan, nilai tukar rupiah yang melemah terjadi belakangan justru berdampak signifikan kepada sektor riil RI. Industri ini dinilai berpengaruh besar pada fluktuasi harga-harga barang di pasar.

"Sektor riil karena bahan baku dari produk-produk kita itu masih impor. Ini sedikit banyak ada kenaikan daripada harga. Itu harus dilihat dampaknya ke inflasi," ujar dia.

Oleh sebab itu, dia berharap inflasi yang menimpa industri dapat tetap terjaga dalam rentang harga yang proporsional. 

"Karena kita harus balanced ya antara kurs, suku bunga, serta inflasi ini. Jadi yang penting kita bisa jaga inflasi tidak terlalu tinggi supaya harga barang tak melonjak tinggi," kata dia.

 

 

 

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya