Liputan6.com, Jakarta Indonesia Eximbank menjadi salah satu perusahaan Indonesia yang mendukung penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Bali pada 8-14 Oktober 2018.
Di pertemuan ini, Indonesia Eximbank ingin memanfaatkannya untuk menunjukkan kepada dunia komitmen dalam mendukung peningkatan ekonomi Indonesia, terutama dalam peningkatan ekspor.
Advertisement
Bicara mengenai peluang ekspor ini, Direktur Eksekutif Indonesia Eximbank Sinthya Roesly mengatakan total penjualan tahunan berbasis e-commerce dari beberapa negara berkembang yang meliputi Brazil, India, Tiongkok, Meksiko, Rusia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Turki termasuk Indonesia diperkirakan akan mencapai USD 3,5 triliun di tahun 2018.
Berdasarkan data statistik (Credit Suisse’s report), 50 persen dari populasi di negara berkembang memilih untuk berbelanja melalui platform online. Hal ini memberikan dampak bagi perusahaan yang bergerak di bidang ritel, keuangan, dan teknologi.
"Melihat peluang dan potensi tersebut, salah satu bentuk dukungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank di tahun 2018 adalah dengan menginisiasi suatu program untuk membantu para pelaku usaha berorientasi ekspor/eksportir, yaitu Digital Handholding Program (DHP)," kata Sinthya di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018).
Dia menjelaskan, melalui DHP diharapkan dapat membantu pelaku UMKM berorientasi ekspor untuk meningkatkan daya saing produk unggulannya di pasar global melalui pendampingan, pemberian fasilitas, dan pelatihan yang diberikan secara berkesinambungan.
"Sehingga pelaku UMKM ekspor Indonesia akan mampu memasarkan, memperluas akses pasar, serta mempromosikan produknya di pasar global," tegas dia.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Produk Lokal Masih Lebih Dominan di Bisnis E-Commerce Indonesia
Co-Founder dan Presiden Bukalapak, Fajrin Rasyid, menyatakan jumlah produk lokal di sektor bisnis e-commerce Indonesia saat ini masih lebih banyak dibanding produk impor dari luar negeri.
Untuk mendorong agar pelaku UMKM dalam negeri bisa merambah ke sektor ekspor, ia mengatakan, pelaku e-commerce Indonesia tengah menjajaki kerja sama dengan pihak luar untuk menggenjot produk lokal bermain di pasar global.
"Seperti contoh, Indonesia Eximbank (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI) bekerjasama dengan Jumia dari Afrika. Jumia sebagai pemasar di sananya, sehingga merchant-merchant di Bukalapak bisa kerjasama dengan e-commerce asing," terang dia di sela-sela penyelenggaraan IMF-WBG di Sofitel Hotel, Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018).
Baca Juga
Dia kemudian menegaskan, produk UMKM lokal bisa bersaing di pasar internasional jika posisi dalam negerinya pun sudah kuat. "Adapun cara supaya bisa ngurangin impor salah satunya dengan memperkuat produk lokalnya sendiri," imbuh dia.
Namun begitu, ia coba menengahi anggapan mayoritas produk di pasar e-commerce Indonesia kini lebih dikuasai oleh barang dari luar negeri.
"Ini juga yang suka miskonsepsi, karena beberapa regulator menganggap bahwa e-commerce itu mayoritas asing, barangnya juga impor. Saya enggak tahu itu data dari mana sebenarnya. Kayak contoh di Bukalapak, kita pernah survei sekilas, itu masih lebih banyak barang lokal," urainya.
"Saya enggak tahu seluruh platform, tapi tetap masih lebih banyak yang lokal," dia menambahkan.
Secara perhitungan, dia menyebutkan, 60 persen pasaran e-commerce dalam negeri masih dikuasai produk lokal, dan hanya 40 persen yang didatangkan dari luar. Akan tetapi, ia melanjutkan, produsen yang ikut langsung berperan di pasaran online saat ini jumlahnya cenderung masih sedikit.
"Untuk yang lokal ini cenderung masih sedikit prosentase yang produsen. Jadi banyak juga yang reseller, tapi reseller barang lokal, kayak jualan sambel atau jualan kerajinan lokal," kata Fajrin.
Lebih lanjut, Fajrin menerangkan, pelaku di pasar e-commerce Indonesia bisa diklasifikasikan ke dalam tiga jenis. Pertama yakni reseller barang impor, lalu reseller barang lokal, serta produsen langsung.
"Ini (produsen langsung) memang masih sedikit. Kalau ngomongin jumlah, berapa jumlahnya, mungkin baru sekitar 10-20 persen," papar dia.
Oleh karena itu, ia mengajak pemerintah selaku pembuat regulator untuk coba mengedepankan peran reseller lokal tersebut.
"Karena reseller lokal ini merupakan sesuatu yang mungkin bagus juga buat pemerintah, karena dia memberdayakan produsen lokal. Dengan adanya reseller lokal ini, produsen lokal omzetnya juga bisa bertambah," ujar dia.
Advertisement