Liputan6.com, Nusa Dua - Bank Indonesia (BI) menyatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini masih dalam koridor fundamentalnya. Hal ini karena BI memiliki tugas untuk menstabilkan nilai tukar rupiah tersebut dengan berbagai instrumen yang dimiliki.
Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo, mengatakan pergerakan nilai tukar rupiah ini memang dipengaruhi oleh sentimen global terutama perkembangan ekonomi dari AS.
"Nilai tukar rupiah saat ini relatif. Pergerakan rupiah cukup dinamis. Intinya kita lihat masih dalam batas fundamental kita. Kita kombinasi dengan BI hadir di pasar," kata Dody di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018).
Baca Juga
Advertisement
Di sisi lain, dengan masih adanya kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve atau bank sentral Amerika Serikat (AS), Dody mengakui dolar AS saat ini masih menjadi safe heaven.
"Inilah hebatnya super dolar. Dalam kondisi negaranya maju, semua memilih dolar AS. Dalam kondisi negaranya melemah, orang kemudian lari lari. Jadi dalam hitungan, sepanjang trade war berlangsung orang masih melihat dolar sebagai safe heaven," tambah dia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Pelaku pasar juga sedang mengkhawatirkan kondisi ekonomi Italia.
Mengutip Bloomberg, Selasa pekan ini nilai tukar rupiah dibuka di angka 15.223 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.217 per dolar AS. Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.222 per dolar AS hingga 15.240 per dolar AS.
Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,34 persen. Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.233 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.193 per dolar AS.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Rupiah Melemah Beri Angin Segar buat Eksportir CPO
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di awal pekan ini. Senin siang 8 Oktober 2018, rupiah sempat tertekan ke Rp 15.232 per USD. Kenaikan imbal hasil obligasi AS menjadi penyebab pelemahan rupiah.
Ketua Komite Tetap Perkebunan Kadin, Rudyan kopot, mengatakan pelemahan rupiah terhadap dolar AS hingga ke posisi 15.200 membawa angin segar bagi eksportir CPO (Crude Palm Oil) atau . Sebab, Indonesia merupakan salah satu eksportir CPO terbesar di dunia.
"Kalau saya eksportir dulu saya jual 1 USD cuma 13.500 sekarang misalnya Rp 20.000 enak enggak? Ya kan. Bayarnya rupiah masih. Tapi kalau dia importir, ya rugi. Tergantung komoditinya. Kalau CPO kita untung," ujar dia di Hotel Shangrila, Jakarta, Senin pekan ini.
Rudyan tak menampik, turunnya harga CPO dalam beberapa waktu terakhir membuat keuntungan perusahaan berbasis CPO ikut turun. Namun, dengan ada pelemahan rupiah, untung tetap ada bahkan lebih dari target yang ditetapkan.
"Iya (harga CPO turun). Kalau dalam USD itu turun. Terus dibantu rupiah yang melemah jadi mendingan. (Untungnya) tergantung, kalau sekarang ini kan harganya turun, harganya USD 700 lebih sekarang jadi USD 530 kalau dipotong lagi BPDP USD 50 USD. Dibawah 500 kan, kalau enggak naik dolarnya mungkin petani enggak bisa jual," ujar dia.
Rudyan menambahkan, beberapa negara yang menjadi pasar tujuan ekspor CPO Indonesia antara lain India, Amerika Serikat dan Eropa. Di tengah perekonomian global yang tidak menentuCPO Indonesia masih menjadi andalan untuk ekspor.
"Tujuannya, India, China, AS, eropa juga ada. Mau diapain juga tetap masuk kok. Karena mereka butuh. Kayak di Eropa produksinya mungkin enggak memenuhi dia. Jadi dia enggak hanya pakai itu (produksi sendiri). Dia minta juga dari kita meski masih ramai soal kampanye hitam itu," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement