Liputan6.com, Jakarta International Monetary Fund (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini menjadi 5,1 persen. Angka ini lebih rendah dari proyeksi IMF sebelumnya, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5,3 persen.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan Bank Indonesia optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif. Kondisi ini didukung keadaan fundamental ekonomi domestik yang kuat, terutama sisi konsumsi.
"Kita masih positif. Kita harus yakinkan, saya termasuk optimis domestik demand-nya masih kuat. 54 persen pertumbuhan kita berasal dari konsumsi kalau konsumsi bisa dijaga di atas 5 persen, itu sebenarnya masih menjaga ekonomi kita tumbuh di kisaran 5 persen," kata dia, di lokasi IMF-World Bank Annual Meeting, Bali, Selasa (9/10/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia menjelaskan upaya yang harus dilakukan adalah memperkuat bauran kebijakan antara Bank Indonesia dan pemerintah.
BI akan terus menjalankan kebijakan makroprudensial agar risiko sistemiknya tetap terjaga. Karena itu BI melonggarkan loan to value (LTV) karena melihat risiko sistemik yang berasal dari sektor properti dan kendaraan masih tetap terjaga dan BI tetap melonggarkan.
"Yang penting bagaimana kita mix kebijakan dengan pemerintah. Bank sentral di manapun di dunia lebih mengelola kebijakan dari sisi permintaan," imbuh dia.
Dody menjelaskan bahwa revisi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut merupakan dampak dari ketidakpastian ekonomi global yang sedang terjadi saat ini.
"Ya kalau itu memang beberapa statement kita juga sama. Kalau lihat global ada pertumbuhan yang yang tidak sama. Ada growth diferential satu negara versus the rest of the world. Kalau dulu hanya dikatakan negara dengan fundamental lemah yang pertumbuhannya melambat, tapi ternyata hampir semua termasuk negara negara maju di Eropa dan Asia juga," jelas dia.
Kondisi global inilah yang melatarbelakangi revisi yang dilakukan IMF. Untuk diketahui, IMF juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2019, dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen.
Lembaga ini pun memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan berada di 3,7 persen hingga akhir 2018.
"Artinya memang globalnya begitu. Ada tekanan ke bawah sehingga kecenderungan itu mempengaruhi perdagangan dunia, pengaruh ke harga komoditas, demand sidenya akan turun, kepada negara emerging (termasuk Indonesia) saya rasa juga terkena," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber: Merdeka.com
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Kata Ekonom IMF soal Rupiah Melemah terhadap Dolar AS
Ekonom International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menilai nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) jangan dipandang pesismistis.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah ke posisi terendah dalam dua dekade. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ke posisi 15.233 pada 9 Oktober 2018.
Namun, Obstfeld menuturkan, sangat penting untuk disadari kalau pengetatan kebijakan moneter secara bertahap di AS, kawasan Euro dan pengetatan kondisi keuangan secara umum yang dihadapi pasar baru di seluruh dunia merupakan hal umum.
Baca Juga
"Masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan perkembangan global, adalah benar-benar kekuatan dolar AS,” ujar Obstfeld pada pertemuan IMF-World Bank, seperti dikutip dari laman Straits Times, Selasa (9/10/2018).
"Salah satu cara mengukur ini adalah mencatat meski rupiah tahun ini telah terdepresiasi terhadap dolar AS sekitar 10 persen. Kalau dengan mitra dagangnya hanya 4 persen,” tambah dia.
Ia pun tak ingin melebih-lebihkan hal tersebut. Ia menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan kisah sukses yang nyata. Hal ini di tengah kegelisahan rupiah melemah terhadap dolar AS.
Meski faktor kondisi keuangan global yang lebih ketat, dibayangi perang dagang AS-China, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan cukup kuat.
IMF juga menilai, pendapatan penduduk telah meningkat. Obstfeld menuturkan, pemerintah harus memanfaatkan momen ini untuk lebih meningkatkan kesejahteraan warganya.
"Untuk negara-negara di tingkat pendapatan Indonesia, kita harus berpikir kalau mungkin ada tingkat pendapatan tunai lebih tinggi yang akan memungkinkan investasi dalam sistem pendidikan, bidang infrastruktur, jaringan pengaman sosial yang semuanya akan sangat bermanfaat bagi masyarakat," kata dia.
Ia menyarankan agar Indonesia dapat meningkatkan kemampuan tenaga kerja dan berjuang melawan ketidaksetaraan.
Advertisement