Liputan6.com, Bali - Musikus Andi Rianto baru saja mendapat kehormatan sebagai pengarah musik pada pagelaran seni budaya Nusantara bertema The Colors of Indonesia. Pagelaran ini merupakan bagian dari acara pembukaan konferensi internasional IMF-WB di Bali.
Kehadiran Andi Rianto dalam acara ini sebagai bagian dari perwujudan atas ide dan gagasan seorang Mia Johannes alias Mhyajo yang diberi kepercayaan untuk menyutradarai pementasan khusus ini.
Advertisement
Pagelaran dari acara pembukaan 2018 Annual Meeting IMF - WB (International Monetery Fund - World Bank) ini akan dilaksanakan pada 12 Oktober di Garuda Wisnu Kencana, Bali, seperti disampaikan dalam sebuah siaran pers yang diterima Liputan6.com.
Selain Andi Rianto, Mhyajo juga mengajak serta I Made Sidia sebagai koreografer tari dengan dibantu oleh tujuh orang asisten penata tari. Seperti juga para penarinya, mereka datang dari Gianyar, Bali. Keseluruhan ditangani dan dilakukan orang-orang Indonesia, tidak melibatkan tenaga asing.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Pagelaran Kultural Terbesar
Karya pagelaran ini adalah salah satu pagelaran kultural terbesar yang pernah diadakan. Ini juga merupakan karya kolosal kultural Indonesia pertama yang diadakan di Garuda Wisnu Kencana setelah patung raksasa karya Nyoman Nuarta itu diresmikan pada September lalu.
Sebagian besar latihan dari tahap awal hingga proses latihan gabungan lengkap, seluruhnya diselenggarakan di desa Bona, Gianyar. Memang sebagian besar penari yang terlibat adalah warga desa tersebut, baik kepala keluarga, para ibu, remaja, bahkan termasuk penari anak-anak.
"Di panggung seluas 514 meter, aku tidak menjanjikan teknik spektakuler, tapi aku menjanjikan aura ketulusan yang terpancar dari 1.586 pekerja seni. Tentu aku berharap akan menjadi pagelaran yang memukau bagi 189 perwakilan negara yang nanti akan menyaksikannya," ucap Mhya.
Totalitas seorang Mhyajo, sutradara seni pertunjukkan lulusan Lincoln University telah ditunjukkannya. Ia dengan sadar dan sabar memutuskan untuk hanya mengerjakan dua acara pertunjukan di tahun ini. Ia menolak tawaran menggarap tontonan pertunjukan sejenis lainnya di tahun ini.
Selepas pagelaran di Bali pada 12 Oktober nanti, Mhyajo akan langsung berkonsentrasi pada karya keduanya di tahun ini. Sebuah pagelaran musikal adaptasi bebas, dari salah satu legenda tradisi Nusantara. Diberi judul Bunga untuk Mira, acara ini rencananya akan diadakan pada 22 dan 23 Desember 2018 di Jakarta.
Advertisement
Memegang Teguh Prinsip
Mhyajo senantiasa bersikukuh, memegang teguh prinsip bahwasa totalitas dan kesediaan untuk menapaki proses kreatif adalah kunci untuk dapat menghasilkan karya seni pentas yang baik. Ia mengatakan bahwa dasar utama adalah kesabaran dan hati yang tulus dalam menjalani rangkaian proses persiapan pagelaran tersebut.
Mhyajo lantas memikirkan dan mengerjakan konsepnya. Hasilnya adalah ide pagelaran berisi delapan babak yang berdurasi 40 menit. Dalam karya pertunjukan itu, Indonesia dimunculkan lengkap dari Sabang sampai Merauke. Ide itu diterima oleh panitia penyelenggara konferensi tingkat dunia tersebut.
Menurut Mhyajo, proses kreatifnya telah dimulai sejak Maret 2017. Berlanjut pada sesi workshop musik dasar yang dilaksanakan mulai awal April 2018. Proses selanjutnya, pengambilan gambar dan pengabadian dalam bentuk video pendek berisi pemandangan dan adat istiadat di Indonesia selama 27 hari pada Mei 2018.
Terakhir, sambung Mhya lagi, semua proses melatih gerak para penari dilakukan di Bali, dari pertengahan Juni 2018. Pergelaran tersebut melibatkan total 1.586 pekerja seni dengan 755 orang di antaranya diambil dari warga masyarakat desa Bona di kawasan Gianyar, Bali.
Naik Turun Emosi
Kemudian Mhya bercerita, "Lelah fisik dan mengalami naik turun emosi tentu saja, karena ini adalah pekerjaan yang luar biasa rumit namun terbayar ketika mengingat kembali tujuan awal aku membuat konsep pagelaran ini. Bahwa aku hanyalah mediator yang mengemban tujuan tulus untuk para tunas bangsa, sehingga mendapat kesempatan yang sama layaknya pekerja seni profesional."
Lanjutnya lagi dalam keterangan yang sama, "Nantinya selesai pagelaran, benih yang telah aku sebar akan menjadi tunas dan membentuk tanaman indah. Rancangan ini dibuat sebagai fondasi untuk ke depan bukan untuk saat ini saja. Bayangkan bahwa Bali merupakan melting pot bagi dunia dan sewajarnyalah, semua kultur dan budaya Indonesia harus dapat terpresentasikan dengan baik di pulau ini."
Diharapkan juga oleh Mhya, kelak para seniman ini dapat tetap berkreasi dan menyebarkan pembelajaran mengenai pulau-pulau lainnya, dengan ciri khas budayanya di Indonesia setelah rangkaian latihan lima setengah bulan.
"Jadi sejatinya, pagelaran ini bukan hanya sekadar kemewahan di atas panggung, tapi sarat makna dan misi budaya," jelas Mhya lagi.
Advertisement