Liputan6.com, Banjarnegara - Selasa siang, 18 April 2018, menjadi hari yang tak bisa dilupakan oleh warga Kalibening, Banjarnegara, Jawa Tengah. Hari itu, sekitar pukul 13.28 WIB, gempa 4,4 Skala Ritcher (SR) menggoncang dan meluluhlantakkan lima desa.
Di negeri cincin api seperti Indonesia, gempa ini relatif kecil. Namun, masalahnya pusat gempa berada di bawah permukiman penduduk, dan dangkal. Kedalaman gempa diperkirakan kurang dari 10 kilometer.
Gempa dangkal dan episentrum gempa yang dekat menyebabkan Kecamatan Kalibening porak poranda. Ditambah lagi, wilayah Kalibening pada masa lalu diduga adalah cekungan purba.
Cekungan itu lantas tertimbun sedimentasi dari proses alami dalam waktu ribuan hingga jutaan tahun. Lantaran hanya sedimentasi, tanahnya tak cukup solid saat terjadi goncangan gempa Banjarnegara.
Baca Juga
Advertisement
Kecamatan Kalibening, Banjarnegara merupakan daerah wilayah yang paling terdampak dalam shake map atau peta goncangan gempa Banjarnegara. Ketika gempa terjadi, ratusan rumah penduduk, rumah ibadah, dan fasilitas umum lainnya rusak.
Kerusakan paling parah terjadi di lima desa, meliputi Desa Kertosari, Kasinoman, Sidakangen, Plorengan, dan Kalibening. Hasil verifikasi akhir, sebanyak 238 rumah roboh atau rusak berat, 168 rusak sedang, dan 361 rumah rusak ringan.
Enam bulan berlalu sudah sejak gempa Kalibening April 2018. Warga pun mulai kembali ke kehidupan normal. Rumah-rumah yang rusak ringan dan sedang telah diperbaiki.
Akan tetapi, pada masa rehabilitasi pasca-gempa Banjarnegara ini, masih ada ratusan keluarga yang hidup di pengungsian. Mereka adalah pemilik 238 rumah yang kini tengah dibangun akibat roboh atau rusak berat akibat gempa Banjarnegara.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Rumah Korban Gempa Ditarget Tuntas Desember 2018
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, Arif Rachman mengatakan, dari 238 rumah yang dibangun, rumah yang sudah jadi dan siap dihuni baru sekitar 10 persen, atau sekitar 30 unit.
Mereka tersebar di empat desa, yakni Kertosari, Sidakangen, Kasinoman dan Plorengan. Sebagian tinggal di hunian semementara (Huntara). Sebagian lainnya, tinggal menumpang ke rumah saudara.
"Dari lima desa yang terdampak, di Desa Kalibening tidak ada yang rusak berat atau roboh. Hanya di empat desa itu," katanya, Selasa, 9 Oktober 2018.
Karenanya, ia pun meminta pelaksana pembangunan mempercepat pembangunan. Apalagi sudah mendekati musim penghujan. Kehidupan di pengungsian lebih sulit seiring datangnya musim basah.
"Kami memantau terus. Kebetulan yang membangun itu kan Kementerian PUPR dan BNPB untuk perintah pembangunannya," dia menjelaskan.
Rabu (10/10/2018), BPBD Banjarnegara, Kementerian PUPR, pelaksana pembangunan dan instansi terkait lainnya akan menggelar rapat koordinasi mengenai perkembangan pembangunan rumah untuk korban gempa.
Dalam rapat itu dibicarakan percepatan yang mungkin bisa dilakukan agar pembangunan rumah bisa selesai sesuai jadwal.
"Jadi kalau ada persoalan di lapangan, akan kami komunikasikan ke pusat itu. Jadi memang targetnya dulu, informasi yang terima dari konsultan, Desember 2018 harus sudah selesai," ujarnya.
Dia menjelaskan, rumah korban gempa Kalibening bertipe 36 dengan desain seragam. Pembangunan dilaksanakan di lokasi semula, di bekas rumah yang rusak atau roboh, atau sesuai dengan permintaan pemilik rumah yang memiliki lahan lain.
"Kalau relokasi pastinya harus menunggu kajian geologi dan sebagainya. Waktunya akan bertambah lama," dia menerangkan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement