Liputan6.com, Jakarta - Sebagai salah satu negara penghasil beras di dunia, Indonesia memiliki banyak jenis beras. Dari banyak jenis itu, beberapa di antaranya ternyata diminati pasar khusus dari konsumen di berbagai negara yang juga mengkonsumsi beras sebagai salah satu bahan makanan pokoknya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor beras Indonesia kategori premium dan khusus meningkat tajam dalam kurun waktu empat tahun terakhir.
Berdasarkan data 2017, volume ekspor beras kategori ini mencapai 3.433 ton, meningkat lebih dari 2.540 persen dibandingkan capaian ekspor 2014 yang hanya sekitar 130 ton.
Baca Juga
Advertisement
Lalu beras mana saja yang diminati pasar internasional? Beras Indonesia yang berhasil memasuki pasar mancanegara, adalah beras premium dan beras khusus.
Untuk beras premium yang diminati pasar internasional adalah jenis pandan wangi, mentik wangi, dan beberapa jenis beras premium lokal lainnya. Sementara untuk beras khusus adalah beras organik, beras merah, dan beras ketan hitam.
Negara-negara pengimpor beras premium dan beras khusus Indonesia antara lain Malaysia, Singapura, Australia, Jerman, Itallia, Belgia, dan Amerika Serikat.
"Beras tersebut diminati kalangan masyarakat tertentu karena beberapa alasan, antara lain tidak menggunakan bahan kimia, rendah glikemik, cita rasa yang khas, dan memang digunakan sebagai bahan baku untuk jenis makanan tertentu,” ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Gatut Sumbogodjati dalam keterangan tertulis, Rabu (10/10/2018).
Konsumen negara Malaysia dan Brunei menyukai beras Adan Kyaran dari Kalimantan Utara. Beras ini memiliki tekstur lembut dengan warna putih, merah, dan hitam kemerahan.
"Selain beras Adan Krayan, beras Raja Uncul dari Kalimantan Barat dan beras Siam Unus Mutiara dari Kalimantan Selatan juga berpotensi mengisi pasar Malaysia," ujar Gatut.
Untuk memperluas akses pasar internasional, lanjut Gatut, Kementan secara terus menerus melakukan promosi dan koordinasi dengan perwakilan Indonesia di luar negeri. Baik Atase Pertanian maupun Atase Perdagangan.
Gatut optimistis Indonesia tidak hanya sebatas mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, tapi juga mampu mengisi kebutuhan pasar luar negeri.
"Posisi Indonesia sebagai produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India, adalah representasi bahwa potensi sumberdaya alam Indonesia sangat besar”, ujar dia.
Ia melanjutkan, untuk meraih pencapaian itu Ditjen TP terus mendorong pengembangan beras premium maupun khusus melalui sejumlah program, di antaranya penerapan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, serta penyediaan alat dan mesin pertanian.
Penyediaan alat dan mesin pertanian seperti traktor, pompa air dan alat bantu tanam, digunakan untuk produksi. Sementara Combine Harvester digunakan untuk menurunkan kehilangan hasil dan percepatan proses panen. (Yas)
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Stok Melimpah, RI Tak Perlu Impor Beras pada 2019
Sebelumnya, Indonesia tahun ini mengalami surplus beras hingga mencapai 4,2 juta ton. 1,8 juta ton di antaranya beras impor. Saat ini, beras impor tersebut masih tersimpan di gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) akibat stok beras dalam negeri melimpah.
"Stok beras impor yang ada di Bulog tidak keluar sama sekali. Karena tidak bisa diserap," kata Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) saat menghadiri peresmian Polteknik Pembangunan di Bogor, Jawa Barat, Selasa 18 September 2018.
Bahkan, kualitas beras impor sudah menurun akibat lama tersimpan di dalam di gudang. "Ini bukti. Sudah turun mutu karena tidak dipakai. Terus kalau harus impor itu untuk apa. Secara nalarnya begitu," ujar Buwas.
Karena stok beras dalam negeri melimpah, ia menginginkan tahun depan Indonesia tidak lagi mengimpor beras dari luar negeri. "Insyaallah. Sampai tahun depan hitungan kami (tidak impor beras)," kata dia.
Ia menambahkan, berdasarkan hitungan para ahli hasil produksi beras dalam negeri menghasilkan 11-12 juta ton beras per bulan. Sementara kebutuhan masyarakat Indonesia secara nasional 2,4 juta ton per bulan.
"Berarti kita punya kelebihan dong. Karena itu, indonesia tidak perlu lagi impor beras," tutur Buwas.
Kendati harus impor, lanjut Buwas, harus sesuai kebutuhan. Paling penting jangan sampai mengganggu petani dan pasar.
"Kalau impor justru mengganggu petani, pasar, dan konsumen, kita juga jadi terbebani. Kita harus berhitung secara real," ucap Buwas. (Achmad Sudarno)
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement