Liputan6.com, Nusa Dua - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengajak berbagai negara untuk saling berbagi dan menemukan solusi yang tepat dalam penanganan bencana, khususnya dalam hal pembiayaan dan asuransi risiko bencana.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, penanganan bencana di Indonesia masih sangat tergantung pada APBN dan APBD, bahkan harus merealokasi anggaran.
"Kita perlu mengidentifikasi semua risiko bencana alam dan memikirkan mekanisme fiskal serta instrumen keuangan terbaik untuk mendukung rehabilitasi yang paling efektif dan paling cepat. Sebuah strategi jangka Panjang untuk membangun ketahanan (resiliency) terhadap bencana alam, khususnya dari sisi fiskal," kata dia dalam seminar yang bertemakan 'Disaster Risk Finance and Insurance' di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua Bali, Rabu (10/10/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengatakan, fokus terbesar ketika bencana terjadi adalah bagaimana membantu korban, melakukan recovery dan rekonstruksi.
"Namun kita jarang sekali membahas soal transfer risiko, termasuk untuk pembiayaan. Pengelolaan bencana menjadi tidak tersinergikan dan terintegrasi," lanjut dia.
Oleh karena itu, Sri Mulyani juga menyatakan Indonesia membuka diri untuk menimba pengalaman dari negara-negara lain mengenai pembiayaan bencana.
"Kami ingin belajar dari Filipina yang sudah mengasuransikan gedung-gedung pemerintahan daerah, belajar dari Maroko yang sudah mengasuransikan UMKM dan rumah-rumah penduduk berpenghasilan rendah,” ungkap Sri Mulyani.
Karena itu menurut dia, pada anggaran 2019, semua gedung pemerintah akan diasuransikan, meski belum termasuk rumah-rumah penduduk menengah dan bawah karena mekanisme aruransi untuk itu belum tersedia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Gambaran Kerugian Akibat Bencana
Sebagai gambaran besarnya kerugian dan pendanaan yang diakibatkan oleh bencana, di antara tahun 2004-2013, Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 126,7 triliun.
Selama 12 tahun terakhir, pemerintah rata-rata menyediakan dana cadangan untuk bencana sebesar Rp 3,1 triliun rupiah. Sementara bencana alam besar seperti gempa dan tsunami di Aceh tahun 2014 mencapai Rp 51,4 triliun rupiah. Jurang pembiayaan tersebut menjadi salah satu sebab Indonesia terpapar risiko fiskal akibat bencana alam.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang menyiapkan peta jalan (roadmap) mengenai pembiayaan dan asuransi risiko bencana, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Selain ingin berbagi tentang pendanaan bencana seperti instrumen asuransi yang bisa dengan segera dicairkan, pada sisi lain Indonesia juga ingin melihat negara-negara lain dalam menangani pembiayaan bencana.
Berdasarkan pengalaman selama ini, pembiayaan bencana hanya cenderung fokus pada tahap emergency, recovery dan rekonstruksi, sehingga relatif tidak menyentuh pembiayaan dalam aspek transfer risiko.
Seminar yang merupakan usulan Indonesia ini juga dihadiri Presiden Bank Dunia, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, serta dua menteri dari Jepang dan Filipina.
Meski merupakan usulan Indonesia, negara-negara lain yang hadir pada Pertemuan Tahunan IMF-WBG di Bali kali ini juga merasa perlu untuk ikut dan terlibat aktif dalam pembahasan karena semua negara berpotensi menghadapi bencana.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement