Liputan6.com, Beijing - Kisah inspiratif datang dari miliarder Tiongkok bernama Zhang Yong. Ketika muda, dia bekerja sebagai tukang las di perusahaan traktor dan tak pernah datang ke restoran di masa kecilnya.
Sekarang, dia menjadi miliarder terkaya di Tiongkok berkat bisnis rantai restoran yang ia dirikan. Uniknya lagi, dia sebetulnya tidak jago memasak.
Baca Juga
Advertisement
Dilansir dari CNBC, Zhang Yong pertama kali membuka restoran pada tahun 1994 karena ia protes pada kebijakan perusahaannya dalam masalah apartemen. Sekarang dia bukan lagi pemilik restoran, melainkan CEO Haidilao International Holding, sebuah persero yang menjadi induk restoran.
Restoran di bawah Haidilao memiliki spesialisasi di makanan rebus, baik itu daging, sayuran, dan mie. Zhang Yong ingin memberikan pembeli pengalaman optimal, karena dulu mendapat perlakuan tak menyenangkan saat pertama ke restoran.
"Saya berasal dari perkampungan, di mana orang-orang kampung percaya jika kamu mengambil uang dari orang lain dan kamu tidak menguntungkan mereka, maka kamu adalah seorang pembohong," ujar sang miliarder.
Di restoran Hai Di Lao, pembeli diberikan layanan seperti manicure gratis dan semir sepatu ketika sedang menunggu hidangan. Pihak restoran juga menyediakan hiburan berupa "tarian mie" ketika pelanggan memesan hidangan itu.
Sekarang, pria yang tidak lulus SMA itu telah menjadi miliarder dengan harta sebanyak USD 3,9 miliar atau Rp 59,2 triliun (USD 1 = Rp 15.189). Perusahaan yang ia pimpin juga memiliki nilai sampai USD 12 miliar (Rp 182,6 triliun).
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Balas Budi ke Guru, Miliarder Tiongkok Hibahkan Rp 56 Miliar
Semakin banyak miliarder yang memberikan kontribusi terhadap dunia filantropis. Setelah nama Bill Gates, Warren Buffett, dan Jack Ma, kali ini aksi mulia dari miliarder asal Tiongkok Charles Chen Yidan mendapat sorotan.
Dilansir dari Bloomberg, salah satu pendiri Tencent yang meninggalkan jabatannya sebagai Chief Administrative Officer pada 2013 untuk fokus pada filantropi. Fokus utamanya adalah dunia pendidikan.
Pendidikan menjadi fokus Yidan karena ia memandang kesuksesannya berasal dari pendidikan.
"Ayah saya dari daerah perkampungan. Dia adalah orang pertama dari keluarga yang kuliah. Nenek saya yang bersikeras. Pendidikan mentransformasikan kehidupan ayah saya, dan kemudian kehidupan saya," ucap Yidan.
Sebuah anugerah tahunan bernama Yidan Prize pun diprakarsainya pada 2016. Penerima anugerah itu adalah seorang peneliti dan guru yang mentransformasi edukasi dalam cara yang berkelanjutan.
Tahun ini, Yidan Prize diberikan pada Larry Hedges, profesor dari Universitas Northwestern dan Anant Agarwal, pendiri platform edukasi edX.
Yidan Prize menyebut diri mereka sebagai hadiah pendidikan terbesar di dunia. Tahun ini, anugerah itu diumumkan di Hong Kong.
Pemenang Yidan Prize mendapat hadiah berupa medali emas dan uang 30 juta dolar Hong Kong atau Rp 58,2 miliar ( HKD 1 = Rp 1.942).
Uang hadiah itu dibagi menjadi dua bagian, yakni HKD 15 juta (Rp 29,1 miliar) hadiah uang dan sisa HKD 15 juta lagi untuk pendanaan proyek.
Miliarder ini percaya bahwa aksi filantropis seperti ini akan diikuti para orang Tiongkok lainnya. ""Ya, saya pikir kita akan melihat aksi yang lebih banyak. Budaya tradisional Tiongkok adalah sangat suportif pada filantropis," ujarnya.
Advertisement