Liputan6.com, Yogyakarta - Pakar kuliner William Wongso membagikan resep membuat nasi goreng yang diberi nama nasi goreng reget. Keterampilan itu ditularkan kepada sejumlah peserta seminar Indonesia Culinary Conference And Creative Festival di Grha Sabha UGM, Rabu (10/10/2018).
Sesuai namanya, nasi goreng reget berwujud nasi goreng yang agak kehitaman. Reget merupakan kata dari bahasa Jawa yang berarti kotor.
Namun, bukan kotor dalam arti sesungguhnya. Warna kehitaman nasi goreng itu berasal dari bumbu yang digunakan. William Wongso berinovasi memakai bumbu rawon untuk memasak nasi goreng.
Baca Juga
Advertisement
"Nasi goreng sebenarnya bisa diterapkan dengan berbagai bumbu," ujar William Wongso.
Ia memulai memasak nasi goreng reget dengan memanaskan minyak dan menggiring telur. Telur yang sudah dicampur, digoreng pecah atau orak-arik. Sesekali ia membiarkan telur menempel dan menghasilkan kerak di wajan. Kemudian kerak itu dikeruknya dan menyatu dengan telur kembali.
Menurut William, kekhasan nasi goreng tidak bisa dilepaskan dari aroma telur orak-arik. Kerak yang menyatu juga memperkuat aroma.
Kemudian, ia menambahkan nasi putih ke dalam wajan dan mencampurnya dengan telur orak-arik. Sengaja, ia tidak mencampur bumbu di awal karena memasak yang tepat adalah memberi bumbu di akhir.
Ia juga menyarankan, setidaknya orang membuat beberapa macam bumbu jadi dan menyimpannya di kulkas. Ketika ingin memasak, maka bisa langsung mengambil dan mencampur dengan bahan yang tersedia.
Setelah nasi dan telur tercampur, ia menambahkan satu sendok makan bumbu rawon dan kembali menggoreng sampai matang. Nasi goreng reget tidak memakai MSG atau perasa buatan.
"Gurih dan rasanya nasi goreng akan terasa setelah beberapa suapan ketika dimakan, berbeda jika memakai MSG, pada suapan pertama langsung gurih," ucapnya.
Simak video pilihan berikut ini:
Menyiasati Makanan Sisa
William bercerita nasi goreng merupakan teknik menyiasati nasi sisa. Ketimbang dibuang, maka diolah lagi.
Sejumlah negara juga melakukan hal yang sama, mereka memiliki nasi goreng ala masing-masing. Di Jerman, makanan pokoknya roti. Orang Jerman memiliki cara menyiasati roti sisa dengan mengolah kembali.
"Direndam dengan susu, supaya roti tidak dibuang," kata William.
Berbeda dengan Srilanka, orang di negara itu memilih untuk membuang makanan sisa di jalan. Itulah sebabnya di sana banyak gagak berterbangan di jalan untuk mengambil makanan sisa.
William menilai, sekalipun banyak negara membuat nasi goreng, hidangan ini menjadi berbeda ketika disajikan di Indonesia. Cita rasa nasi goreng Indonesia masih menjadi misteri.
"Rasanya autentik dan tidak bisa ditemui di tempat lain," tuturnya.
Ia menganalogikan rasa nasi goreng Indonesia dengan batik klasik tradisional. Sekalipun bermunculan kreasi batik kontemporer, tetapi batik klasik tetap dianggap autentik dan tidak ada duanya.
Advertisement