HEADLINE : Gempa Situbondo Setelah Lombok, Sesar Flores Bergerak ke Jawa?

Gempa Situbondo dipicu aktifnya sesar naik Flores karena pengaruh tumpukan tiga lempeng yang juga sedang aktif.

oleh Luqman RimadiDewi DiviantaMohamad Fahrul diperbarui 12 Okt 2018, 00:03 WIB
BMKG menjelaskan soal gempa Situbondo. (Liputan6.com/Ratu Annisaa Suryasumirat)

Liputan6.com, Jakarta - Lutfiyah dan mayoritas warga di Desa Semaan, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur yang tengah tertidur lelap tiba-tiba terbangun. Mereka panik, berhamburan keluar rumah setelah guncangan keras yang terjadi 4 jam sebelum azan Subuh berkumandang.

"Gempa!" teriak perempuan itu, Kamis dinihari.

Suara tembok yang retak membuatnya panik. Semua benda berjatuhan dari tempatnya, termasuk wajan, panci, sodet, dan segala perabotan yang ada di dapur.

Dahsyatnya guncangan itu merupakan efek dari gempa bermagnitudo 6,0 pada Kamis 11 Oktober 2018, pukul 01.44 WIB, yang berpusat di wilayah Situbondo, Jawa Timur. Meski tidak menjadi daerah pusat gempa, getaran tersebut membuat masyarakat sekitar pesisir ketakutan. 

"Saat gempa terjadi, warga berhamburan keluar rumah. Warga juga ketakutan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan usai gempa, karena kita tinggal dekat pantai,” kata perempuan bernama lengkap Lutfiyah Nur Imamah itu.

Dampak gempa Situbondo dirasakan hingga ke Jembrana, Bali. I Ketut Nika (75), warga Banjar Pasar, Desa Yehembang, Mendoyo yang rumahnya mengalami kerusakan mengaku panik karena gempa terjadi saat dirinya sedang terlelap.

"Saya kaget saat dengar suara barang berjatuhan. Pas saya bangun ternyata barang-barang di rumah saya sudah berantakan. Saya langsung berlari ke jalan cari tempat aman," kata Nika saat ditemui Liputan6.com di rumahnya, Kamis (11/10/2018) pagi.

Tak hanya kediamannya, sejumlah rumah tetangga Nika juga rusak akibat gempa tersebut.

"Saya lihat rumah tetangga atap gentengnya sudah berjatuhan, tembok retak-retak, bahkan saya lihat ada yang jebol," ujar Nika.

Infografis Gempa Situbondo, Palu, Lombok (Liputan6.com/Triyasni)

Sementara itu, Perbekel (Kepala Desa) Yehembang, I Made Semadi saat dikonfirmasi membenarkan banyak rumah warganya yang sebagian besar rumah semi permanen mengalami kerusakan.

"Jumlah rumah yang rusak belum bisa saya sampaikan karena hingga saat ini masih dilakukan pengecekan. Tapi saya pastikan tidak ada korban jiwa maupun korban luka dari musibah gempa itu," kata I Made Semedi saat ditemui di kediamannya.

Dua guncangan di Jembrana dan Sumenep itu merupakan bagian dari efek gempa tektonik pada kedalaman 12 KM yang mengguncang Timur Laut Situbondo. Selain dua wilayah itu, ada 22 wilayah di sekitarnya yang juga merasakan guncangan tersebut.

Beberapa kabupaten dan kota tersebut yakni Situbondo, Jember, Banyuwangi, Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, Bondowoso, Sumenep, Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Surabaya, Sidoarjo, Jombang, Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto.

Yang jelas, meski kejadiannya berdekatan dengan gempa Palu-Donggala, Sulawesi Tengah, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan tidak ada hubungannya dengan gempa Situbondo.

"Gempa di Situbondo tidak ada kaitan dengan gempa di Palu. Beda sumbernya," kata Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis (11/10/2018).

Jika sesar Palu-Koro dianggap sebagai pemicu gempa dan tsunami di Palu-Donggala, apa yang menjadi sumber gempa Situbondo?


Mengarah ke Barat Jawa?

Kerusakan karena Gempa Situbondo. (dok BNPB)

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut gempa yang berada di 61 KM Timur Laut Situbondo itu disebabkan oleh patahan atau sesar (fault) naik Flores. Hasil penelitian ilmuwan, sesar tersebut memang sedang aktif di beberapa bagian.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono mengatakan, aktifnya sesar naik Flores ini karena pengaruh tumpukan tiga lempeng yang juga sedang aktif. Kondisi ini sangat menarik karena dianggap unik.

"Melihat pagi ini ada aktivitas gempa di antara Situbondo dan Sumenep, maka tampaknya memang berdasarkan dari polanya ada benang merah dengan yang ada di Flores. Ini menjadi kejadian yang menarik, perlu dipetakan dan perlu dibuat peta baru," tutur Rahmat kepada Liputan6.com, Kamis (11/102018).

Dia menjelaskan, Indonesia memang masuk dalam kawasan seismik aktif dan kompleks. Ada enam zona subduksi di Tanah Air.

"Masing-masing zona subduksi masih dirinci lagi menjadi segmen-segmen Megathrust yang berjumlah 16. Sesar aktif teridentifikasi sebanyak 295 sumber gempa sesar aktif," lanjut Rahmat.

Sedikit berbeda dengan Rahmat, Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhammad Sadly justru berpandangan gempa Situbondo berasal dari sumber yang belum pernah aktif.

"Yang sebelah barat Bali ini baru pertama kali [terjadi]. Jadi patahannya Bali itu kan posisinya agak ke barat sedikit. Jadi gempa tadi pagi di antara Pulau Jawa dan Madura ini baru terjadi. Artinya, dia gempa baru dan ini yang akan dilakukan kajian dan menambah data sumber gempa," terang Sadly di Kantor Pusat BMKG, Jakarta Pusat, Kamis (11/10/2018).

Namun, dia menganalisa, sumber gempa yang terjadi dan arah sesar gempa Situbondo mirip dengan mekanisme sumber gempa-gempa yang terjadi di utara Bali, Lombok, Sumbawa, dan Flores. Namun, dia masih mengkaji apakah gempa ini karena aktivitas sesar Flores.

"Apakah gempa ini memiliki kaitan langsung dengan aktivitas sesar naik Flores? Kita masih akan lakukan kajian dan analisis lebih lanjut," sambung dia. 

Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Sukmandaro Prihatmoko mengatakan, ada kecenderungan pergerakan aktivasi sesar Flores menuju ke arah barat. Dan itu terbukti dengan adanya gempa di kawasan laut Situbondo.

"Sesar Flores memang lagi aktif di beberapa tempat. Awalnya kita memprediksi setelah Lombok, pergerakan akan ke arah timur, justru ini mengarah ke barat, yaitu wilayah Pulau Madura dan Situbondo," ucap Sukmandaro saat dihubungi Liputan6.com.

Diakui, awalnya dia memprediksi pergerakan aktivasi sesar Flores pascagempa di Lombok akan mengarah ke arah timur. Namun, justru diluar dugaan, Sesar Flores bergerak ke wilayah barat.

"Memang sulit diprediksi. Karena ini (Situbondo) wilayah baru terjadi gempa, kemungkinan ini dari segmen di sesar Flores yang belum aktif," ucap dia.

Apakah ada kemungkinan pergerakan sesar Flores ini mempengaruhi pergerakan sesar lainnya, seperti sesar Baribis yang membentang dari Purwakarta, Cibatu (Bekasi), Tangerang, sebagian wilayah Jakarta hingga Rangkasbitung, Sukmandoro mengaku sulit memprediksi hal tersebut.

"Kita tidak bisa melihat ini dari satu sesar ke sesar lainnya, tapi harus dilihat per segmennya. Kalau yang di Situbondo, saya yakin itu segmen lain di sesar Flores yang sedang aktif. Tapi kalau ditarik dan berdekatan, bisa saja nyambung," ucap dia.

Namun demikian, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan gempa Situbondo memiliki kemiripan pola dan jenis getar dengan gempa di NTB.

Menurutnya, getaran gempa Situbondo juga mencakup wilayah yang cukup luas. Itu dikarenakan gempa yang berada di 61 KM Timur Laut Situbondo merupakan gempa yang dangkal.

"Magnitudo 6 SR itu gempa kuat, 12 KM itu dangkal sehingga akan dirasakan pada tempat-tempa yang jauh seperti Surabaya, Mataram, NTB sehingga dirasakan yang jauh. Di Bali juga dirasakan, ini spektrum getarnya cukup luas karena cukup signifikan," kata Daryono saat dihubungi Liputan6.com.

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan sesar Flores itu?


Apakah Sesar Flores?

Gempa Situbondo (Sutopo_PN/twitter.com)

Setiap peristiwa gempa, bisa dipastikan bakal ada istilah baru yang kita dengar. Seperti usai gempa Situbondo, kita jadi ingin tahu lebih lanjut tentang keberadaan sesar Flores yang kerap disebut pakar gempa.

Sesar Naik Flores atau Flores Back Arc Thrust yang dianggap jadi pemicu gempa Situbondo, merupakan struktur geologi yang terbentuk akibat penunjaman Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia.

Penunjaman lempeng oleh Lempeng Indo-Australia itu sudah berlangsung sejak lama, sejak ribuan bahkan jutaan tahun lalu. Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Busur Bali dan Nusa Tenggara (yang berada di Lempeng Eurasia).

"Respons tektonik terhadap penunjaman lempeng ini adalah berupa Patahan Naik Flores yang jalurnya memanjang, mulai dari utara Bali sampai utara Flores," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. 

Patahan atau sesar sendiri didefinisikan sebagai permukaan yang retak di lapisan kulit bumi sehingga satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok lain.

Agung Setianto, dosen Departemen Teknik Geologi UGM mengatakan, Sesar Flores bergerak 28 milimeter per tahun dan lokasinya berada di Laut Flores.

Sesar ini terbentuk dari lempeng Australia yang mendesak Sumba. Pula Sumba pada zaman neogen sekitar 30 juta tahun lalu berada di selatan Makassar. Subduksi muncul, Sumba lepas dan menempel di Benua Australia.

"Kemudian terdesak ke utara lagi dan menimbulkan sesar Flores," ucap Agung.

Menurut dia, penelitian soal sesar Flores tidak sebanyak penelitian perihal gempa di Sumatera. Baru ada satu penelitian tentang sesar Flores yang dilakukan oleh LIPI.

Dia merekomendasikan penelitian soal sesar Flores segera dilakukan, meskipun disadarinya penelitian itu tidak semudah sesar Opak di Bantul.

Menurutnya, lokasi sesar Flores yang berada di laut, membutuhkan biaya besar untuk menelitinya. Berbeda dengan sesar Opak yang mudah diamati hanya dengan memasang GPS. Minimnya data soal sesar Flores juga berimbas pada rekomendasi yang dikeluarkan untuk penanganan gempa Lombok.

"Kalau datanya banyak rekomendasinya bisa mantap, tetapi kalau sedikit, kemungkinan bisa meleset," tutur dia.

Sejarah mencatat, sesar naik Flores pernah memicu gempa-gempa besar sejak ratusan tahun lalu. Gempa tertua yang tercatat bermagnitudo 7, mengguncang Bali dan Nusa Tenggara pada 22 November 1815. Gempa tersebut memicu tsunami.

Gempa selanjutnya yang pernah dipicu oleh sesar tersebut bermagnitudo 7,5, merusak Bima pada 28 November 1836. Selang beberapa bulan, pada 18 Mei 1857, sesar naik Flores memicu gempa bermagnitudo 7.

Gempa tersebut mengguncang Bali dan Nusa Tenggara, serta kembali memicu tsunami. Korban dan kerusakan belum terdokumentasi dengan baik saat itu. Aktivitas sesar itu mulai tercatat setelah Indonesia memiliki seismograf.

Pada 14 Juli 1976, sesar naik Flores memicu gempa bermagnitudo 6,6, yang mengguncang Seirit, Bali. Gempa itu menelan 559 korban jiwa dan merusak 67.419 rumah. Terakhir, sebelum rentetan gempa pada 2018 ini, sesar itu mengguncang Flores pada 12 Desember 1992, yang mengakibatkan 2.500 orang meninggal dunia.

Sementara itu, Sekretaris Ekspedisi Palu-Koro, Jojo Rahardjo mendorong pemerintah untuk tidak ragu berinvestasi di bidang mitigasi bencana. Dia menilai, sosialisasi konsep mitigasi bencana ini masih harus terus digiatkan, karena belum terlihat terbangunnya awareness di kalangan masyarakat dan pemerintah daerah. 

Menurut Jojo, wilayah Indonesia merupakan lokasi pertemuan beberapa lempeng tektonik. Yakni Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Pertemuan dua lempeng itu terjadi di sebelah barat dari ujung utara Sumatera, ke selatan Jawa hingga selatan Kepulauan Lesser Bali dan Nusa Tenggara.
 
Pertemuan beberapa lempeng tektonik ini menghasilkan beberapa megathrust (gempa besar yang berbahaya) yang merupakan salah satu jenis sumber gempa bumi besar di Indonesia. Mekanismenya adalah sesar naik dan ukurannya sangat besar yang terbentuk dari proses tumbukan antara dua lempeng tektonik.
 
Megathrust berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan yang sangat besar. Kita semua sudah melihat itu di Aceh pada 2004. Megathrust dapat menghasilkan gempa besar hingga 9,5 skala magnitudo.
 
"Selat Sunda adalah salah satu wilayah yang menyimpan megathrust," ucap Jojo.
 
Dengan semua itu, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah terkait banyaknya sesar aktif yang kita punya. Salah satunya memberikan pemahaman kepada publik untuk bisa menerima fakta, bahwa kita hidup dengan bumi yang terus bergerak di bawah sana. 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya