Liputan6.com, Grobogan - Namanya Sri Sugiyanti. Sejatinya ia sejak kecil lahir normal. Kecelakaan mengubah hidupnya, ia harus mengalami gangguan penglihatan. Sri Sugiyanti membuktikan bahwa menjadi difabel tak menyurutkan prestasinya. Atlet para cycling ini unjuk kebolehan di Asian Para Games 2018 dengan menghadiahi Indonesia dua medali, perunggu dan perak.
Celakanya, gangguan penglihatan itu terjadi ketika ia pernah merasakan sehatrnya penglihatan.
Frustasi?
"Keluarga kami tak mengajarkan untuk berputus asa. Selalu ada jalan jika berusaha sampai titik batas," kata Sugimin, ayah Sri Sugiyanti kepada Liputan6.com, Kamis 12 Oktober 2018.
Baca Juga
- Baru Dipasangkan 6 Bulan, Sri Sugiyanti dan Ni'Mal Magfiroh Sukses Sumbang Perak
Tatap Kejuaraan Asia Paracycling 2017, M Fadli Intensifkan Latihan
Asian Para Games 2018: Renang Indonesia Sumbang 2 Medali
Advertisement
Rumahnya sederhana, tak jauh dari Balai Desa Sengon Wetan di Kabupaten Grobogan. Seperti rumah petani lainnya, halaman depan rumah orangtuanya ditutup plesteran semen yang berfungsi untuk menjemur gabah.
Di rumah sederhana dari kayu itulah Sugimin dan Suparti istrinya yang sudah meninggal membesarkan Sri Sugiyanti. Diceritakan bahwa sejak kecil Yanti adalah anak cerdas. Ia selalu menjadi bintang kelas di SD N Sengon Wetan 1.
"Kelas 5 Yanti mengeluhkan penglihatannya. Berbagai pengobatan sudah kami coba. Dari medis sampai alternatif. Nyaris semua saran yang disampaikan kepada kami, langsung kami lakukan. Tak ada hasilnya," kata Sugimin.
Hasil pemeriksaan medis menyebutkan bahwa Yanti terkena glaukoma. Ini adalah penyakit yang menyerang saraf mata. Kerusakan saraf inilah yang menjadi sebab hilangnya fungsi penglihatan secara permanen. Penyakit ini menyerang secara perlahan dan peningkatan tekanan bola mata merupakan faktor risiko utama.
"Saat itu kami langsung pasrah. Yanti juga menangis terus. Tak menyangka saat ia dewasa justru jadi atlet nasional para cycling," kata Sugimin.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Bangkit dan Selalu Berprestasi Hingga Kini
Tak mudah bagi Yanti melalui masa-masa itu. Butuh waktu lama untuk membuat Yanti tenang dan tak menyesali nasib. Hingga ia bangkit dan ingin mewujudkan cita-citanya.
"Lulus SD, Yanti menangis minta sekolah. Saya jadi bingung waktu itu dan minta pertolongan pada Kepala Desa Sengonwetan, Prio Hutomo. Sebab, sudah tiga tahun Yanti tak melanjutkan sekolah," kata Sugimin.
Prio langsung membantu mencari informasi sekolah luar biasa (SLB) di Kabupaten Grobogan. Namun, fasilitas untuk siswa tuna netra masih belum optimal. Prio pun menyarankan agar Yanti disekolahkan di SLB di Solo atau Semarang.
"Akhirnya saya dan Yanti diantarkan pak Prio ke Solo. Yanti didaftarkan di SMPLB YKAB Surakarta. Sejak mengenyam pendidikan di sana, Yanti mulai mengenal dunia olahraga. Bahkan, dia sering mengikuti perlombaan olahraga," kata Sugimin.
Dari mengikuti perlombaan, kemampuan Yanti di bidang olahraga terus terasah. Kemampuannya itu membuat perempuan kelahiran Grobogan, 25 Agustus 1994 itu bergabung dengan NPC. Dengan bergabung NPC, dia terus mendapatkan pelatihan.
Sebelum mendapatkan medali perunggu di nomor Woman Time Trial Kelas B dan perak nomor Road Race Putri 70 km Asian Para Games, Yanti juga meraih dua medali emas di Pra Peparprov Surakarta 2017 dan satu perunggu di Peparnas Jawa Barat 2016. Saat ini Yanti masih memiliki dua nomor pertandingan lagi.
Kepala Desa Sengonwetan Prio Hutomo berharap warganya itu mendapatkan perhatian dari Pemerintah Kabupaten Grobogan. Selain berprestasi di bidang olahraga, Yanti juga berprestasi di bidang akademik.
"Saat lulus SMA di SMA 8 Surakarta, dia menjadi lulusan terbaik. Saat kuliah di UNS ini juga dia memiliki IPK 3,8. Ini sangat membanggakan. Kami harap pemerintah memberikan perhatiannya," kata Prio.
Simak video menarik berikut di bawah:
Advertisement