Kekhawatiran Perang Dagang dan Suku Bunga Bebani Wall Street

Selain soal ekuitas, investor masih menghadapi lautan kekhawatiran, termasuk ketidakpastian menjelang pemilihan Kongres di AS pada November.

oleh Nurmayanti diperbarui 12 Okt 2018, 05:01 WIB
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, New York Wall Street ditutup melemah karena investor khawatir dengan rencana kenaikan suku bunga The Fed kembali terjadi. Investor juga bersiap menghadapi perang perdagangan bakal memukul laba perusahaan sehari menjelang musim laporan keuangan triwulanan.

Melansir laman Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average turun 545,91 poin, atau 2,13 persen, menjadi 25.052,83. Sementara indeks S&P 500 kehilangan 57,31 poin, atau 2,06 persen, menjadi 2,728.37 dan Nasdaq Composite turun 92,99 poin, atau 1,25 persen, menjadi 7.329,06.

Untuk penurunan hari keenam berturut-turut, indeks S&P ditutup melemah 2,1 persen setelah turun 3 persen pada Rabu. Indeks berada pasa sesi rendahnya dengan turun 2,7 persen ke level terendah sejak awal Juli.

Wall Street kali ini dibayangi investor yang khawatir jika pasar ekuitas akan kembali pulih seiring kenaikan suku bunga. Juga, dipicu tentang ketidakpastian seberapa besar pertumbuhan laba perusahaan akan terdampak perang dagang AS dengan China.

"Orang-orang takut bahwa akan lebih sulit menghadapi ini jika kami melihat berdasarkan siklus penghasilan tertinggi," kata Michael O’Rourke, Kepala Strategi Pasar JonesTrading di Greenwich, Connecticut.

Di pasar, sektor energi, tertekan oleh penurunan harga minyak. Sektor ini turun 3,1 persen seiring penurunan harga minyak yang mencapai posisi terendah dalam dua minggu. Ini setelah munculnya laporan tentang perkiraan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar. 

Adapun sektor keuangan turun 2,9 persen. Penurunan dipicu melemahnya saham perbankan sebesar 2,7 persen, sehari sebelum tiga bank terbesar melaporkan hasil kuartalannya.

Sementara perusahaan asuransi menjadi pecundang terbesar di sektor keuangan sehari setelah Badai kuat Michael menghantam Florida.

Tercatat, 11 sektor utama pada indeks S & P berakhir memerah dan hanya sektor layanan komunikasi yang turun kurang dari 1 persen. Sektor teknologi, juga ditutup turun 1,3 persen.

Selain soal ekuitas, investor masih menghadapi lautan kekhawatiran, termasuk ketidakpastian menjelang pemilihan Kongres jangka menengah AS pada 6 November, dan komentar hawkish dari pejabat Federal Reserve AS.

Volume perdagangan di bursa AS kali ini mencapai 11,44 miliar saham, level tertinggi sejak Februari dan dibandingkan dengan rata-rata 7,65 miliar saham untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 


Trump Kembali Serang The Fed

Presiden AS Donald Trump saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB 2018 di New York (25/9) (Mary Altaffer / AP PHOTO)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bereaksi usai bursa saham AS atau wall street yang koreksi tajam. Trump menilai the Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral AS berkontribusi terhadap wall street yang tertekan.

"Saya pikir the Fed buat kesalahan. Mereka begitu ketat. Saya pikir the Fed makin gila,” ujar Trump, seperti dikutip dari laman CNBC, Kamis (11/10/2018).

Kekhawatiran meningkatnya kenaikan suku bunga mendorong indeks saham Dow Jones anjlok 800 poin pada Rabu waktu setempat. Indeks saham S&P 500 alami tekanan terburuk sejak Februari.

"Sebenarnya ini adalah koreksi yang sudah lama kami tunggu, tapi saya sangat tidak setuju dengan apa yang dilakukan Fed,” tambah Trump.

The Federal Reserve telah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2018. Sebagian besar pelaku pasar berharap the Federal Reserve akan kembali  menaikkan suku bunga sekali lagi sebelum akhir 2018. Berdasarkan survei, harapan pasar untuk kenaikan suku bunga pada Desember mencapai 76,3 persen.

Kenaikan suku bunga the Fed pada September menuai kritik dari Trump. Ia khawatir the Fed menaikkan suku bunga.

Sekretaris Gedung Putih Sarah Sanders menilai ekonomi AS tetap dalam kondisi baik meski wall street alami aksi jual tajam.

"Fundamental dan masa depan ekonomi AS tetap sangat kuat," ujar Sanders dalam keterangan resmi.

Komentar Trump pada Rabu waktu setempat usai mengatakan kalau dirinya juga tidak suka dengan langkah kebijakan moneter the Federal Reserve.

Kritik kepada the Fed jarang terjadi yang dilontarkan presiden. Presiden AS sebelum Trump sebagian besar menahan diri mengenai arah kebijakan moneter bank sentral.

Sebelumnya, Pimpinan bank sentral AS Jerome Powell menuturkan, tingkat suku bunga memiliki ruang untuk kembali naik. “Suku bunga masih akomodatif, tetapi kami secara bertahap akan berada di tempat yang netral," kata dia.

Ia juga menuturkan, kalau the Fed tidak membahas suku bunga dengan presiden.

 

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya