Cegah Siswa Bolos, Pemerintah Negara Bagian Ini Kerahkan Polisi Jaga di Sekolah

Langkah tegas guna menekan tingkat siswa yang membolos dilakukan pemerintah ini. Bahkan upaya tersebut dihadapkan dengan hukum.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Okt 2018, 11:27 WIB
Ilustrasi Polisi (AFP)

Liputan6.com, Darwin - Pemerintah Wilayah Northern Territory Australia (NT) mengambil langkah tegas guna menekan tingkat siswa yang membolos. Bahkan upaya tersebut disertai dengan kebijakan pemberian hukuman khusus.

Seperti dikutip dari ABC Indonesia, Jumat (12/10/2018), pemerintah NT akan menempatkan polisi untuk bertugas di sejumlah sekolah.

Program ini akan memperkenalkan sejumlah aparat kepolisian untuk bertugas di 10 sekolah mulai Senin 15 Oktober 2018,  saat musim sekolah dimulai kembali dengan tujuan untuk menyasar anak-anak yang berisiko membolos dari sistem pendidikan.

Model pengerahan aparat polisi ke sekolah-sekolah ini awalnya diperkenalkan pada 1980-an, tetapi diubah oleh pemerintahan Partai Liberal di NT sebelumnya, yang mengurangi kehadiran fisik petugas di sekolah-sekolah.

"Kami akan bekerja keras menindak ketidakhadiran, meminimalkan tingkat skorsing, tetapi yang paling penting adalah tercapainya tujuan jangka menengah dan panjang, yakni meningkatnya hubungan antara pelajar dengan petugas polisi kami," kata Wakil Komisaris Polisi NT, Michael Murphy.

"Kami panutan, kami bisa membimbing siswa."

Namun, program tersebut telah memicu kekhawatiran di mana kehadiran polisi dapat "mengkriminalisasi" siswa.

"Ini benar-benar mendorong rasa takut di hati saya," kata Shahleena Musk, seorang pengacara senior di Pusat Hukum Hak Asasi Manusia, setelah mengetahui bahwa program itu akan diperkenalkan.

Shahleena Musk menunjuk sebuah laporan baru-baru ini oleh Dignity in Schools - sebuah koalisi nasional dari 98 organisasi dari 24 negara di seluruh AS - yang menemukan peningkatan kehadiran petugas polisi di sekolah-sekolah telah dikaitkan dengan peningkatan penangkapan berbasis sekolah atas perilaku tidak senonoh dan dampak negatif pada iklim sekolah ".

"Pekerjaan saya sebelumnya adalah manajer dan pengacara pemuda senior di NAAJA, dinas hukum Aborigin di sana, dan saya memiliki sejumlah anak yang ditangkap di dalam ruang kelas mereka, diborgol oleh polisi dan digiring keluar dari sekolah," kata shahleena Musk.

"Jadi anak-anak ini, mereka tiga orang memilih tidak kembali ke sekolah setelah insiden itu, karena hal yang tidak ada kaitannya dengan mereka."

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Simak video pilihan berikut: 


Pelaksanaan Rekomendasi

Sebenarnya, seberapa efektif kebijakan Sekolah Ramah Anak untuk Mengurangi Angka Kekerasan yang Terjadi pada si Kecil (iStockphoto)

Pemerintah Wilayah NT Australia mengatakan model baru itu merujuk pada informasi dari temuan Komisi Kerajaan tentang Perlindungan dan Penahanan Anak-anak di NT dan konsultasi komprehensif dengan para pemangku kepentingan.

Laporan itu mengatakan pelaksanaan program pengerahan polisi bertugas ke sekolah akan membantu melaksanakan rekomendasi dari temuan komisi kerajaan – dimana lebih dari 200 rekomendasi di antaranya didanai hingga 229 juta dolar Asutralia (setara Rp 3,2 triliun) oleh Pemerintah NT pada bulan April.

Namun, Shahleena Musk mempertanyakan keputusan itu.

Menurutnya tidak ada rekomendasi yang mengharuskan polisi untuk ditempatkan di sekolah.

"Sebagian besar rekomendasi sebelumnya adalah tentang upaya mencegah anak-anak bersentuhan dengan sistem peradilan remaja, terutama polisi, untuk perilaku yang dianggap bermasalah," katanya.

Shahleena Musk mengatakan perlu ada transparansi yang lebih besar seputar peran polisi di sekolah, dan memastikan hanya petugas polisi dengan kemampuan yang sangat khusus yang memasuki ruang kelas.

Penjabat Wakil Komisioner Polisi Michael Murphy mengatakan, para petugas akan menerima pelatihan tambahan selama seminggu mengenai praktik pemulihan, psikologi, kompetensi budaya, prinsip-prinsip keadilan pemuda, trauma antargenerasi dan kerusakan kognitif, tetapi mengakui bahwa pelatihan dapat berjalan lebih jauh.

"Kami memang bukan ahli soal Pendidikan, tetapi apa yang kami andalkan adalah bekerja dalam kemitraan dengan para pemangku kepentingan yang berada di dalam pemerintahan dan di luar pemerintah untuk menumbuhkan model," katanya.

"Saya pikir tugas ini sudah berlangsung dengan baik. Saya manyambut gembira kebijakan ini, saya optimistis ini akan berhasil."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya