Liputan6.com, Nusa Dua - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mendesak negara-negara di dunia, untuk merevisi aturan dalam upaya mengurangi ketegangan perdagangan.
Imbauan itu disampaikan oleh Lagarde setelah IMF memproyeksikan bahwa ekonomi dunia akan berkembang hanya 3,7 persen tahun ini, berkurang 0,2 poin di bawah perkiraan enam bulan lalu, demikian sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Jumat (12/10/2018).
Sang pemimpin IMF juga menyebut risiko lain yang patut diperhatikan, yakni ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam untuk mengenakan tarif lebih lanjut senilai US$ 267 miliar (setara Rp 4.055 triliun, dengan kurs Rp 15.187 per 1 dolar AS) terhadap ekspor China.
Baca Juga
Advertisement
Dikatakan pula oleh Lagarde bahwa meningkatnya sengketa perdagangan menyulitkan "orang yang tidak bersalah", yakni referensi ke negara-negara di luar konflik terkait, tetapi merupakan bagian dari rantai perdagangan AS-China.
"Rekomendasi saya sangat sederhana: Eskalasi ulang, perbaiki sistem dan jangan merusaknya, karena semua negara mendapatkan manfaat dari kerangka hukum itu selama bertahun-tahun, di mana telah melayani perdagangan internasional dengan baik," kata Lagarde pada konferensi pers selama pertemuan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali.
Kepala IMF asal Prancis itu menyarankan untuk menegosiasikan beberapa peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang berkaitan dengan subsidi negara dan langkah-langkah dalam menghindari posisi dominan di pasar.
Hal itu, menurutnya, bisa menjadi pusat upaya untuk mengurangi perselisihan dagang.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Simak video pilihan berikut:
Posisi Negara Berkembang di Rantai Perdagangan Global
Sementara itu, mengurangi subsidi pertanian telah menjadi salah satu poin yang mencuat dalam pembicaraan untuk merevisi aturan perdagangan di antara 164 anggota WTO, selama hampir dua dekade di bawah kesepakatan Doha.
Ekonomi maju telah menolak untuk mengangkat subsidi pertanian seperti yang diminta oleh negara-negara berkembang, dengan alasan pertukaran manfaat dalam pengurangan bea impor atas barang-barang industri.
Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo, mengatakan dalam agenda pada hari Rabu bahwa transaksi utama yang dilakukan lembaga itu di tahun 2013, termasuk konsensus untuk menghapuskan subsidi ekspor di bidang pertanian, tidak membuat kemajuan nyata.
Bulan lalu, WTO, yang mencakup sekitar 98 persen perdagangan di seluruh dunia, memangkas pertumbuhan perdagangan global menjadi 3,9 persen tahun ini, dari 4,4 persen yang diperkirakan pada bulan April.
Presiden Kelompok Bank Dunia Jim Yong Kim mengatakan pada briefing terpisah, bahwa ia khawatir ketegangan perdagangan yang semakin meningkat menyebabkan perlambatan ekonomi dunia, dan berisiko memiliki dampak lebih besar pada negara berkembang.
Dia mencatat bahwa perdagangan telah membuka jalan keluar dari kemiskinan ekstrim bagi jutaan orang.
"Jadi, apa yang kami lakukan saat ini adalah mencoba memahami secara tepat di mana negara-negara (berkembang) berada dalam rantai perdagangan global," kata Dr Kim.
Advertisement