DBS: Efek Harga Pertamax Cs Naik Terbatas terhadap Inflasi

Langkah Pertamina menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi atau harga Pertamax Cs juga tak pengaruhi atasi defisit transaksi berjalan.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Okt 2018, 13:00 WIB
Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Senin (2/7). PT Pertamina (Persero) secara resmi menaikkan harga Pertamax Cs akibat terus meningkatnya harga minyak dunia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Pertamina menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi atau harga Pertamax Cs akan berdampak terhadap inflasi tapi terbatas. Hal tersebut pun belum mampu untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan.

Hal tersebut seperti dipaparkan dalam riset grups DBS berjudul Indonesia: Easing some pressure, seperti ditulis Sabtu (13/10/2018).

Pemerintah mengunumkan menaikkan harga BBM nonsubsidi atau Pertamax Cs pada 10 Oktober 2018. Kenaikan harga Pertamax Cs itu termasuk terbesar pada 2018, dan kenaikan keempat yang terjadi pada tahun ini.

Pertamina mematok harga Pertamax menjadi Rp 10.400, Pertamax Turbo (98) menjadi Rp 12.250, Pertamina Dex (Diesel) sebesar Rp 11.850, Dexlite (Diesel) sebesar Rp 10.500, dan Biosolar sebesar Rp 9.800.

Lalu bagaimana dampak kenaikan harga Pertamax Cs itu terhadap makro ekonomi Indonesia?

Ekonom DBS Masyita Crystallin menyebutkan konsumsi Pertamax Cs kurang dari 30 persen dari total konsumsi BBM.  Sementara itu, total BBM berkontribusi tiga persen dalam basket Indeks Harga Konsumen (IHK).

"Kami perkirakan dampak potensi lebih rendah 0,3 persen terhadap inflasi tahunan (year on year-YoY) tiap bulannya," tulis dia dalam laporannya.

Adapun dampak inflasi akan lebih ringan seiring efek substitusi munculnya selisih harga antara Pertamax Cs dan Pertalite-Premium lebih besar.

Masyita mengatakan, kenaikan harga Pertamax Cs sebelumnya pada Januari, Februari dan Juli tidak terlalu berdampak signifikan terhadap inflasi.

Dengan inflasi pangan stabil dan tidak ada lagi kenaikan harga BBM hingga akhir 2018, grup DBS prediksi inflasi berada di posisi 3,6 persen. Angka inflasi itu masih dalam batas Bank Indonesia 3,5 persen plus minus satu persen.

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

 


Belum Pengaruhi Defisit Transaksi Berjalan

Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Senin (2/7). PT Pertamina (Persero) secara resmi menaikkan harga Pertamax Cs akibat terus meningkatnya harga minyak dunia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selain itu, Masyita menilai, kebijakan tersebut juga tidak terlalu berdampak terhadap defisit transaksi berjalan.

Pertama, Pertamax Cs memiliki permintaan dengan kategori tingkat kurang elastilitas. Kedua, meski harganya naik hingga pengaruhi permintaan tetapi proporsinya kecil.  "Kenaikan harga BBM lebih luas akan lebih berdampak terhadap defisit transaksi berjalan," ujar Masyita.

Grup DBS menilai langkah menaikkan harga Pertamax Cs ini positif. Hal tersebut sebagai antisipasi ketidakpastian yang tumbuh di pasar minyak domestik.

Pertama, ada kekhawatiran kinerja keuangan Pertamina memburuk terutama di operasional akibat selisih harga. Kedua, risiko fiskal yang meningkat sehingga pemerintah akan berusaha untuk mengatasinya.

Apalagi harga minyak mentah telah meningkat 35 persen pada 2018. Sementara harga Pertamax dan Pertamina Dex masing-masing meningkat 21 persen dan 28 persen. Namun, mayoritas harga produk minyak tidak berubah. Harga Pertalite hanya naik 2,6 persen.

Selain itu, grup DBS menanggapi kerja sama Bank Indonesia (BI) dengan Otoritas Moneter Singapura. Kerja sama swap USD 10 miliar tersebut dinilai akan meringankan sejumlah tekanan pasar.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya