Liputan6.com, Jakarta - Dua pekan setelah rentetan bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi menimpa Palu dan sekitarnya di Sulawesi Tengah, masyarakat masih dihadapkan pada ketidakpastian. Warga di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, yang tertimpa gempa dan likuefaksi mempertanyakan tempat mereka akan direlokasi.
Mereka saat ini, mengungsi di Desa Pombewe, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi.
Advertisement
"Warga masih bertanya-tanya di mana rencana tempat relokasi," ujar Ketua RT 01/RW 05 Kelurahan Petobo Abdul Naim di Sigi, Sabtu (13/10/2018), seperti dikutip dari Antara.
Naim menyatakan, warga di Palu sangat membutuhkan informasi relokasi permukiman dari pemerintah. Karena, warga yang berjumlah sekitar 68 jiwa atau 18 kepala keluarga, tidak lagi memiliki tempat tinggal.
Menurut Naim, masih ada warga yang memiliki lahan di wilayah Petobo yang tidak terdampak lumpur dan bisa digunakan untuk pembangunan tempat tinggal. Namun, warga enggan karena lokasinya masih dekat dengan jalur patahan gempa serta terdampak lumpur.
"Warga trauma berat dan takut. Tidak mau karena lokasinya dekat dengan jalur gempa dan terdampak lumpur," ujarnya.
Selain di Kelurahan Petobo, korban gempa dan tsunami di Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah juga mengaku belum mendapat kabar terkait rencana relokasi permukiman dan pembangunan tempat pengungsian terpadu sementara.
"Mengenai barak pengungsi dan relokasi permukiman, sama sekali belum ada kabar," kata salah satu korban gempa dan tsunami Kecamatan Sindue, Mohammad Hamdin.
Menurut Hamdin, sekitar 1.373 jiwa atau lebih dari 300 kepala keluarga dari berbagai desa di Kecamatan Sindue yang mengungsi di lapangan Sanggola, Dusun 01 Pompaya, Desa Lero, Kecamatan Sindue, Palu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penyakit Mendera
Bantuan yang mereka dapatkan hanya berasal dari salah satu partai politik dan relawan berupa makanan, air minum, pakaian, dan tenda.
Sementara sarana penting lainnya seperti peralatan mandi, cuci, kakus (MCK), air untuk mandi, cuci piring, cuci pakaian, dan memasak tidak tersedia. "Kalau pun tersedia itu air dari irigasi, atau saluran-saluran pertanian. Ini sangat membahayakan kesehatan warga," ujar dia.
Mantan Aktivis Liga Mahasiswa Nasional Demokratik (LMND) ini meminta pemerintah segera memikirkan lokasi pengungsian terpadu sementara, yang jauh dari ancaman tsunami serta gempa.
"Lokasi pengungsian warga itu tidak jauh dari laut. Karena Desa Lero itu desa yang berdekatan dengan laut," sebutnya.
Gempa disertai likuefaksi yang terjadi Jumat 28 September 2018 terjadi di beberapa daerah di Sulawesi Tengah menyebabkan sebagian besar warga tidak lagi memiliki tempat tinggal. Oleh sebab itu, warga membutuhkan bantuan pemerintah untuk membangun kembali tempat tinggal.
Tidak hanya masalah relokasi. Saat ini korban gempa dan tsunami Palu dan sekitarnya juga tengah menghadapi masalah kesehatan.
Petugas dari Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI yang dikirim ke wilayah terdampak gempa dan tsunami Petobo, Palu menyampaikan, 70 persen masyarakat Petobo menderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
"Anak-anak ISPA dan diare. Orang tua hipertensi," tutur Cahyo di Posko Petobo Atas, Sabtu (13/10/2018).
Berdasarkan survei, posko yang menangani kesehatan di kawasan Petobo baru ada setelah tiga hari kejadian likuefaksi. Tercatat 20 dokter yang dikirim dari sejumlah rumah sakit di Jakarta.
"Ada lima dokter spesialis. Kebidanan, bedah umum, anak, ortopedi, dan anastesi. Untuk di posko ada tiga dokter umum, empat perawat, dan satu apoteker. Sisanya di RSUD Madani," jelas dia.
Sebelumnya di gelombang yang pertama, Pemprov DKI juga mengirimkan 20 dokter dengan rincian yang hampir sama. Sebanyak 42 warga mendapatkan penanganan medis seperti tindakan operasi patah tulang dan melahirkan secara sesar.
"Gelombang kedua total pasien ada 368. Mereka menderita ISPA, ada diare, ditambah gatal-gatal, dan masalah lambung," Cahyo menandaskan.
Advertisement
Mengais Rongsokan untuk Bertahan Hidup
Di lain pihak, korban gempa dan tsunami juga harus memikirkan cara bertahan hidup di tengah situasi yang tidak menentu.
Banyak warga yang sudah tidak punya apa-apa harus menyambung hidup dengan mengais barang-barang rongsokan sisa gempa dan tsunami.
Seperti yang dilakukan seorang warga bernama Suhaimi. Meski cuaca panas terik, dia bersama warga lainnya tetap bolak-balik mengambil kayu dan besi dari sisa-sisa reruntuhan bangunan.
Dengan membawa perlengkapan gergaji besi, palu, dan linggis, tangannya lihai memangkas besi menjadi potongan kecil dengan panjang sekitar 30 sentimeter.
"Sangat sulit hidup di sini sekarang. Buat nambah-nambah hidup," tutur Suhaimi saat berbincang dengan Liputan6.com di lokasi, Sabtu.
Tak lupa wanita 39 tahun itu membawa karung untuk mengangkut rongsokan yang ditemukannya. Satu per satu disusun rapi hingga karungnya dapat memuat banyak besi. Meski ada polisi, dia tetap melanjutkan aktivitasnya.
Suhaimi mengaku korban gempa dan tsunami Palu. Rumahnya di kawasan pantai tersebut habis disapu tsunami, Jumat 28 September lalu. Kini lewat puing besi, dia berharap dapat memyambung hidup.
"Di pengepul Rp 7 ribu sampai Rp 10 ribu per kilonya," kata dia.
Seorang warga lainnya, Rudi, juga sibuk mengais rongsokan sisa gempa dan tsunami. Dia dibantu tiga bocah mengangkut puing kayu dan barang elektronik yang rusak ke bak motor roda tiganya. Dengan semangat, anak-anak itu menyisir pergudangan.
Pria 30 tahun itu sebelumnya berprofesi sebagai nelayan. Tapi rasa takut melaut akibat tsunami, membuatnya bertahan sementara menyambung hidup dengan mengumpulkan rongsokan.
"Besi bisa dilebur. Untungnya juga lumayan. Kipas rusak ini nanti coba bisa jadi uang," kata Rudi.
Terkait kondisi ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan, Indonesia masih menghitung berapa jumlah dana yang akan dipinjam kepada Asian Development Bank ADB untuk membantu rehabilitasi korban gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah.
"Lagi dihitung jumlah sebenarnya apa yang harus dibangun. Lagi dihitung. Lagi didata. Kita tidak bisa bicara sembarang," kata JK di Hotel Laguna, Bali, Sabtu (13/10/2018).
JK mengatakan, pemerintah sedang mendata apa saja yang dibutuhkan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi. Setelah didata kata JK akan dibicarakan kembali bersama ADB dan World Bank (WB).
"Karena lagi didata semua rumah yang rusak beberapa, infrastruktur berapa, baru kita bicarakan dengan ADB, WB," papar JK.
Diketahui Asian Development Bank (ADB) menyiapkan dana sebesar USD 500 juta guna membantu rehabilitasi korban gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. ADB juga siap memberi pembiayaan tambahan sekitar USD 500 juta melalui pinjaman proyek untuk mendukung rekonstruksi infrastruktur vital.
Reporter: Intan Umbari Prihatin, Melissa Octavianti