Presiden PKS: Banyak Pihak Ingin PKS Nangis Bombay

Banyak pihak yang ingin agar PKS tak bisa mencapai pada targetnya pada Pemilu 2019 mendatang dan ingin agar PKS terpuruk pada Pemilu nanti.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Okt 2018, 14:12 WIB
Presiden PKS, Sohibul Iman memberikan keterangan pers saat deklarasi capres cawapres Prabowo - Sandiaga di Kertanegara, Jakarta, Kamis (9/8). Koalisi Gerindra, PAN dan PKS membawa Prabowo-Sandiaga ke Pilpres 2019. (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengungkapkan, jelang Pemilu 2019 selalu ada provokasi-provokasi terhadap para kadernya. Hal itu juga memang menandakan bahwa Pemilu sudah dekat.

"Suasana kompetisi, persaingan sudah sangat kita rasakan hari ini. Seperti biasa setiap 5 tahun sekali di saat ada kompetisi seperti ini selalu ada provokasi-provokasi terhadap kader-kader dan struktur PKS. Bagi kita, ini sudah kita kenal itu tandanya pemilu segera datang," kata Sohibul saat sambutan di acara Konsolidasi Nasional PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Minggu (14/10).

Menurutnya, banyak pihak yang ingin agar PKS tak bisa mencapai pada targetnya pada Pemilu 2019 mendatang dan ingin agar PKS terpuruk pada Pemilu nanti.

"Mereka menginginkan PKS terpuruk dan seluruh kader PKS pada 17 April semuanya nangis bombay. Ini sesuatu yang lumrah terjadi pada partai manapun. Ketika mereka mengharapkan partai kompetitor tidak meraih apa yang ditargetkannya," ujarnya.

Akan tetapi, jika memang nantinya ada provokasi terhadap para kadernya itu merupakan hal yang lumrah atau hal biasa. Ia pun menjamin para kader PKS tak memiliki sifata bawa perasaan atau baper.

"Bagaimana kita juga berharap agar mendapat suara tambahan, tentu ada partai lebih besar supaya turun suaranya pindah ke kita. Jadi persoalan orang melakukan provokasi supaya kita tidak capai tujuan adalah hal biasa. Semua kader PKS insya Allah tidak baperan," ungkapnya.

Kendati demikian, ia ingin agar seluruh kader PKS bisa menyikapi semua keinginan dan harapan orang lain. Ia juga ingin agar kader bisa memahami keinginan PKS dan memahami soal posisi PKS saat ini.

"Biarlah mereka menyampaikan apapun tentang kita. PKS tidak akan lolos parliamentary threshold, PKS tidak akan melewati apa yang telah didapat di 2014, biarkan itu semua. Tapi yang penting kita tahu apa yang kita mau dan kita tahu di mana posisi kita hari ini," Sohibul memungkasi.

 


Daya Tarik Masyarakat

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman (tengah) mendapatkan nomor 8 sebagai peserta pemilu 2019 saat pengundian nomor urut parpol di kantor KPU, Jakarta, Minggu (19/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sohibul mengatakan, para kadernya yang ikut dalam Pemilu mempunyai daya tarik yang sangat bagus. Oleh karena itu, ia ingin agar kadernya agar menjaga hal tersebut.

"Ternyata calon-calon PKS dari pemilu ke pemilu memiliki daya magnet luar biasa dan itu antum semua yang hadir. Karena itu saya minta jaga performan antum semuanya. Sehingga antum bisa menjadi magnet daya tarik bagi pemilih-pemilih yang mungkin alergi dengan partainya tapi suka dengan antum semuanya. Syukur kalau mereka suka antum dan PKS," kata Sohibul.

Selain itu, ia mengungkapkan, selama pemilu pada tahun 2004, 2009 dan 2014 PKS selalu mendapatkan hasil di bawah tiga persen. Hal itu berdasarkan hasil dari beberapa lembaga survey.

"Tapi Alhamdulillah dari 3 pemilu tersebut, PKS ternyata meraih suara rata-rata 7 persen atau 6,7 sampai dengan 8,5 persen. Bahkan di 2009 kita pernah secara kursi itu 10 persen parlemen," ungkapnya.

Menurutnya, hal itu selalu dilakukan oleh beberapa lembaga survey karena hanya menanyakan pilihan terhadap partai politiknya saja dan bukan pada calonnya.

"Sementara begitu Pemilu, pemilih dihadapkan pada parpol sekaligus nama calon anggota legislatif. Maka mereka yang mungkin enggak suka PKS, tapi ada kerabat saudara temannya di situ, makanya memilih nama itu. Makanya hasil survei hanya mencerminkan pilihan pada partai belum mencerimankan Caleg DPR RI," ujarnya.

"Kita sudah menganalisa memang di setiap pemilu ternyata yang mencoblos gambar PKS itu rata2 1/3 saja dari perolehan partai di dapil. Jadi kalau dapil A PKS dapat 120 ribu, yang nyoblos hanya 40 ribu orang. Yang nyoblos calon yang jumlahnya 10, dijumlahkan itu 80 ribu orang. Perolehan survei hanya mencerminkan 1/3 dari bayangan hasil pemilu sesungguhnya," sambungnya.

 


Hasil Survei

Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto saat mendengarkan Presiden PKS, Sohibul Iman memberikan keterangan pers di Kantor PKS, Jakarta, Minggu (24/12). Gerindra, PAN, dan PKS, sepakat untuk berkoalisi di Pilkada Serentak. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Namun, saat ini sudah ada beberapa lembaga survei yang memberikan enam persen terhadap PKS pada Pemilu 2019 mendatang. Salah satu lembaga survei yang ia maksud itu yakni seperti Indobarometer.

"Sementara itu hasil-hasil survei lembaga-lembaga survei mainstream hari ini tidak ada satupun lembaga yang memberikan angka di bawah 3 persen pada PKS hari ini. Semua di atas 3 persen dominan di atas 4 persen. Bahkan ada lembaga yang sudah berikan 6 persen pada PKS, di antaranya Indobarometer di 2013 menjelang 2014. Hah kasih angka pd kita 2,2 persen, hr ini indo barometer sdh berikan angka 6 persen," jelasnya.

"Kalau rumus tadi berlaku bahwa hasil pemilu salalu lebih besar dari hasil survei dan kalau rumusnya hanya 2 x lipat, di rata-ratakan PKS hasil survei 4,5 persen, dua kali lipat berarti 9 persen kita dapatkan. Kalau Allah beri 3x lipat, maka insya Allah angka yang kita cita-citakan 12 persen bisa kita capai dengan izin Allah," sambungnya.

Dengan adanya hal itu, ia ingin agar para kadernya itu tak mudah terprovokasi dengan hasil lembaga survei. Karena pada pemilu saat ini hanya ada satu lembaga survei yang memberi PKS hanya 3,2 persen saja.

"Ini fakta empirik yang hrus kita baca. Jangan terprovokasi mereka yang bandingkan hasil pemilu 2014 dengan hari ini, enggak apple to apple. Hasil survei hari ini hanya valid dibandingkan dengan hasil survei menjelang 2014. Di 2014, Tertinggi yang beri pada kita hanya 3,1 persen itu 1 lembaga. Hari ini justru yang memberi angka 3,2 hanya 1 lembaga dan selebihnya 4 persen. Jadi ini cara bandingkan yang benar," dia memungkasi.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya