Liputan6.com, Jakarta Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diramalkan bergerak positif pada perdagangan saham Senin (15/10/18). Kenaikan IHSG didorong oleh harga-harga saham perusahaan dari lintas sektor.
Dari dalam negeri, analis menilai kondisi perekonomian Indonesia tengah dalam kondisi baik. Itu diperkuat dengan kesan mendalam dari event pertemuan tahunan IMF-World Bank 2018 yang ditutup pada Minggu (14/10/2018) kemarin.
Baca Juga
Advertisement
"Ekonomi Indonesia semakin berkembang sehat dan bonus demografi akan semakin mempercepat pertumbuhan tahun depan. Hal ini ditopang oleh tingkat kepercayaan kepada pemerintah Indonesia lebih tinggi daripada semua negara-negara OECD," tutur Fund Manager PT Valbury Sekuritas Indonesia Suryo Narpati di Jakarta.
Oleh sebab itu, Suryo memandang, nuansa positif ini akan menopang IHSG untuk melaju di teritori positif. Adapun secara teknikal Suryo menyebutkan IHSG berada di support level 5.666, sedangkan resisten di level 5.743
Seirama, Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi Taulat mengatakan IHSG berpeluang menguat tertahan. Penguatan tipis IHSG pada hari ini terlihat dari pola stochastic pada area middle oscillator.
Selanjutnya Lanjar menambahkan, pada pekan depan, pelaku pasar akan fokus pada data dalam negeri diantaranya aktifitas perdagangan dimana eskpor diperkirakan naik menjadi 7.58 persen dan impor stagnan di level 24.76 persen sehingga diprediksi neraca perdagangan memangkas defisit dilevel USD 500 juta.
Berikut ulasan saham cuan rekomendasi untuk para investor
Analis Suryo mencermati saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT AKR Corporindo Tbk (AKR), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Sedangkan Lanjar memilih saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), serta PT Medco Energi International Tbk (MEDC)
IHSG Menguat Terbatas Selama Sepekan
Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis selama sepekan ini. Hal itu ditopang aksi beli investor domestik dan rupiah stabil.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (13/10/2018) IHSG menguat 0,43 persen dari posisi 5.731 pada 5 Oktober 2018 ke posisi 5.756 pada 12 Oktober 2018. Penguatan IHSG didorong aksi beli investor domestik dan nilai tukar rupiah yang stabil terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Selain itu, saham kapitalisasi besar masuk indeks saham LQ45 menguat 0,54 persen selama sepekan. Hal itu didorong saham konsumsi dan semen. Investor asing jual saham USD 273 juta atau sekitar Rp 4,15 triliun (asumsi kurs Rp 15.204 per dolar AS).
Baca Juga
Di pasar obligasi atau surat utang, indeks obligasi turun 1,3 persen. Hal itu seiring harapan inflasi akan tinggi yang didorong kenaikan harga minyal. Imbal hasil obligasi pemerintah ke posisi 8,75 persen. Sementara itu, rupiah alami depresi ke posisi 15.197 per dolar AS dari sebelumnya di posisi 15.183.
Investor asing masuk ke obligasi dengan beli obligasi capai USD 16,4 juta atau sekitar Rp 249,34 miliar hingga perdagangan Kamis pekan ini.
Ada sejumlah sentimen pengaruhi pergerakan pasar keuangan selama sepekan, antara lain:
Pertama, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk pertama kali. Ini seiring ada perang dagang dan tekanan di negara berkembang.
IMF memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,7 persen pada 2018. Angka ini turun dari proyeksi tiga bulan lalu sekitar 3,9 persen. Proyeksi ini turun untuk pertama kali sejak Juli 2016.
Selain itu, IMF juga memangkas pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) menjadi 2,5 persen pada 2019. Hal itu didorong sentimen penerapan tarif impor yang dilakukan AS. Selain itu, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China jadi 6,2 persen pada 2019.
Lemahnya permintaan pada lelang surat berharga AS atau treasury US juga pengaruhi pasar. Imbal hasil obligasi naik usai investor menurunkan permintaan sekitar USD 60 miliar untuk penerbitan surat berharga. Surat berharga atau obligasi tersebut bertenor 3 tahun dan 10 tahun. Penjualan surat berharga bertenor 10 tahun tersebut membutuhkan perjuangan untuk menarik minat investor.
Analis menilai, meningkatnya data ekonomi yang ditunjukkan dari inflasi dan banjirnya penerbitan surat utang mendorong kenaikan suku bunga. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun naik sekitar 17 basis poin selama sepekan usai rilis tingkat pengangguran AS terendah dalam 49 tahun.
Harga minyak bergejolak pun jadi sorotan. Harga minyak merosot ke posisi terendah dalam dua minggu pada Kamis pekan ini seiring bursa saham global yang turun. Ini didorong sentimen investor cermati persediaan minyak AS yang diperkirakan lebih besar dari perkiraan.
Persediaan minyak mentah naik 6 juta barel dalam sepekan hingga 5 Oktober. Stok naik selama tiga minggu berturut-turut seiring kilang terus menurunkan produksi untuk pemeliharaan. Minyak mentah turun 352 ribu barel per hari karena tingkat pemanfaatan turun 1,6 persen.
Advertisement