Liputan6.com, Jakarta Tim Astra Honda Racing Team (AHRT) sedang bergembira akhir pekan ini. Empat rider didikan sekolah balap mereka mengukir prestasi baru baik di dalam dan luar negeri.
Dalam balapan seri kelima Asian Road Racing Championship (ARRC) 2018 hari pertama yang digelar di Sentul International Circuit, Sabtu (13/10), Rheza Danica Ahrens dan Awhin Sanjaya dari Astra Honda Racing Team (AHRT) meraih juara satu dan dua di kelas 250 cc. Di kelas Supersport 600 Andi “Gilang” Farid Izdihar menang dramatis.
Baca Juga
Advertisement
Bukan saja di race 1, pada race kedua yang berlangsung Minggu (14/10) Andi Gilang kembali menjadi juara pertama setelah terlibat pertarungan seru dengan rider Kawasaki, Ahmad Yudhistira.
Sedangkan di kelas AP250 race 2, pembalap AHRT kembali mendominasi. Kali ini, Awhin Sanjaya tampil sebagai pemenang, disusul rekan setimnya Rheza Danica Ahren sebagai runner up.
Kemenangan ini menyempurnakan keberharsilan AHRT. Rider senior mereka, yakni Dimas Ekky, baru saja digaet oleh Idemitsu Honda Team Asia untuk turun di ajang dunia, Moto2.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Keberhasilan Sekolah Balap Honda
Thomas Wijaya, Direktur Pemasaran PT Astra Honda Motor (AHM), mengatakan bahwa raihan tersebut bukan sekadar menjadi prestasi bagi Honda di Indonesia, tetapi juga membuktikan keberhasilan sekolah balap yang sudah mereka bina bertahun-tahun lalu.
"Racing school sudah ada dari tahun 2011. Lalu 2014 ada Astra Honda Racing Team (AHRT). Kami lihat racing school ini sudah memberikan hasil. Di Asia minimal sudah tiga kejuaraan. Eropa juga. Kayak Dimas tahun depan akan ikut Moto2," kata Thomas.
Keberhasilan para rider didikan itu secara berkelanjutan juga memberikan gambaran bahwa pendidikan balap Honda ini juga punya sifat jangka panjang.
"Ini memberikan motivasi secara karier, pengembangan konsisten dilakukan. Kami juga sudah datangkan motor untuk latihan seperti NSR 250," ujarnya menitikberatkan aspek-aspek yang saling terikat antara fasilitas dan skill.
Thomas menyoroti bahwa skill sama pentingnya dengan mental. Aspek terakhir ini menjadi fokus pula di dalam program pendidikan mereka.
"Pembalap Jepang, Thailand kan agresif. Budaya Indonesia kan secara mental agak kalem, ngalah, itu yang mesti diubah," tekannya.
Aspek komunikasi juga tidak lepas menjadi fokus. Ini terutama dalam kemampuan berbahasa.
"Kalau masih menjadi pembalap lokal, mekaniknya kan pakai bahasa Indonesia, kalau main di Eropa mesti bahasa Inggris. Bukan cuma bahasa, pembalap harus paham betul dengan sepeda motornya, jadi bisa tepat untuk menyampaikan kebutuhannya," kata dia seraya mengimbuhkan bahwa mekanik dalam hal ini juga punya jenjang karier yang bahkan bisa lebih lama dari rider.
Penulis: Nazarudi Ray
Sumber: Otosia.com
Advertisement