RI Rawan Bencana, Pembangunan Harus Sesuai Zonasi Tata Ruang

Kementerian PUPR telah menerbitkan sejumlah regulasi, mulai dari Rencana Tata Ruang yang mengatur zona mana yang bisa dan tidak bisa dibangun.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 15 Okt 2018, 10:31 WIB
Warga memeriksa puing-puing di mana rumah mereka berdiri sebelum gempa dan tsunami di Petobo, Palu, Kamis (4/10). Wilayah Kelurahan Petobo di Palu menjadi salah satu daerah yang terkena dampak parah karena 'ditelan bumi'. (AFP/ ADEK BERRY)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menekankan pentingnya masyarakat untuk bisa hidup harmonis dengan bencana. Indonesia, sebagai negara yang berada di cincin api, memang rawan terkena "amukan" alam, seperti gempa bumi dan tsunami.

Sebagai contoh, dia mengatakan, hidup harmonis dengan bencana telah lama dilakukan masyarakat Maros di Sulawesi Selatan, yakni dengan membangun rumah panggung sebagai tempat hunian seraya mempersiapkan perahu.

"Ternyata itu untuk antisipasi banjir saat musim hujan. Rumah mereka tidak tergenang dan tetap bisa beraktivitas menggunakan perahu," kata Menteri Basuki dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/10/2018).

Dalam membangun gedung, Kementerian PUPR telah menerbitkan sejumlah regulasi, mulai dari Rencana Tata Ruang yang mengatur zona mana yang bisa dan tidak bisa dibangun, hingga persyaratan teknisnya. Peraturan zonasi sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang, selain memberikan perizinan, juga menyertakan insentif, disinsentif, serta sanksi di dalamnya.

"Pertama, zonasi harus dipatuhi. Kedua building code. Bila itu bisa dilakukan maka akan mengurangi risiko bencana. Kalau infrastruktur PUPR yang dibangun tentunya akan mematuhi kedua hal tersebut," ucap Menteri Basuki.

Kementerian PUPR pada 2013 lalu telah membangun rumah contoh tahan gempa dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) sebanyak 8 unit, dan Rumah Instan Kayu (Rika) sebanyak 4 unit di Petobo, Sulawesi Tengah.

Lokasi tersebut berada sekitar 1 kilometer dari tempat terjadinya likuefaksi. Meski mengalami guncangan gempa Magnitudo 7,4 pada 28 September 2018 lalu, rumah Risha dan Rika ini dilaporkan tidak mengalami kerusakan.

Sementara itu, dalam menyiapkan masterplan relokasi rumah warga yang rusak, tim Kementerian PUPR beserta perwakilan dari Kementerian ATR/BPB, Badan Geologi, Bappenas, Kanwil BPN, dan Pemda setempat, telah melakukan survei di tiga lokasi, yakni lokasi Duyu (78 hektare), Tondo (88 hektare), dan Pombewe (210 hektare).

"Selanjutnya akan menunggu hasil penelitian tanah dan kondisi geologi lebih detail dari Badan Geologi dan Pusat Studi Gempa Nasional, agar bisa dipastikan lokasi untuk relokasi benar-benar aman," ujar Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Hadi Sucahyono.

Simak video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya