Liputan6.com, Jakarta - Neraca dagang September 2018 diprediksi defisit sebesar USD 442 juta. Hal ini seiring impor pada September masih lebih tinggi ketimbang ekspor.
"Masih berpotensi defisit USD 442 juta. Ekspor masih lebih rendah dari laju impor. Ekspor tumbuh 7,4 persen year on year (YoY). Impor tumbuh 25,85 persen YoY,” ujar Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (15/10/2018).
Ia menuturkan, impor masih tinggi tersebut didorong laju investasi yang masih tinggi dan purchasing manager index (PMI )Indonesia atau indikator yang ukur sektor industri dan manajer pembelian yang cukup ekspansif.
Baca Juga
Advertisement
"Impor semen masih tinggi. Kebutuhan impor masih tinggi sedangkan ekspor belum naik. Apalagi harga komoditas crude palm oil (CPO) dan karet alam turun pada September 2018,” kata dia.
Dengan neraca dagang masih defisit pada September, Josua perkirakan defisit neraca dagang mencapai USD 3,5 miliar pada kuartal III 2018 terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal tersebut membuat defisit transaksi berjalan juga cukup tinggi. Apalagi impor minyak dan gas (migas) dan nonmigas masih tinggi.
"Potensi defisit neraca dagang pada kuartal III 2018 sekitar USD 3,3 miliar-USD 3,5 miliar. Dari sebelumnya kuartal II 2018 sekitar 3,04 persen terhadap PDB. Ini potensi risiko dalam negeri,” kata dia.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Menko Darmin Prediksi Neraca Dagang Masih Defisit pada September
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memprediksi neraca perdagangan Indonesia pada September 2018 masih akan defisit.
"Kelihatannya impornya masih terus. tapi ya seberapa jauh saya belum bisa bilang. tapi ya pertumbuhan impor masih tinggi. ekspornya tetap lebih lambat," kata dia, di Nusa Dua Bali, Jumat 12 Oktober 2018.
Dia mengakui bahwa salah satu penyebab defisit neraca perdagangan seiring laju impor di September masih lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan ekspornya.
Faktor dominan dalam menyumbang defisit neraca perdagangan Indonesia adalah dari impor sektor minyak dan gas (migas).
Meskipun demikian, Mantan Gubernur Bank Indonesia ini enggan merinci seberapa besar defisit neraca perdagangan Indonesia. "Masih, terutama dari migas," tandas dia.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2018 masih mengalami defisit. Namun, angka defisitnya menurun dibanding bulan sebelumnya.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menuturkan neraca perdagangan defisit USD 1,02 miliar pada Agustus 2018, menurun dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan bulan sebelumnya sebesar 2,01 miliar dolar AS.
"Defisit neraca perdagangan tersebut terutama disebabkan peningkatan impor migas, terutama impor minyak mentah," kata Perry di kantornya, Kamis 27 September 2018.
Sementara itu, neraca perdagangan nonmigas kembali mengalami surplus seiring dengan menurunnya impor nonmigas, antara lain impor mesin dan pesawat mekanik, besi dan baja, kendaraan dan bagiannya, bahan kimia organik, serta plastik dan barang dari plastik.
"Namun secara umum permintaan impor nonmigas masih tetap kuat sejalan dengan permintaan domestik yang masih tinggi," ujar Perry.
Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif Januari-Agustus 2018, neraca perdaganganIndonesia mencatat defisit USD 4,09 miliar.
Dari kondisi ini, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat cukup tinggi sebesar USD 117,9 miliar pada akhir Agustus 2018 atau setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement