RI Catat Surplus USD 227 Juta pada September 2018

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mencatatkan neraca perdagangan surplus USD 227 juta pada September 2018

oleh Merdeka.com diperbarui 15 Okt 2018, 12:30 WIB
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mencatatkan neraca perdagangan surplus USD 227 juta pada September 2018 dibandingkan neraca perdagangan bulan sebelumnya.

Angka ini disumbang oleh ekspor sebesar USD 14,83 miliar dan impor sebesar USD 14,60 miliar. Hal itu disampaikan Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti.

"Neraca perdagangan September Surplus USD 0,23 miliar atau USD 227 juta. Migas defisit dan nonmigas surplus. Jadi kalau migas September defisit USD 1,070 juta sedangkan nonmigas surplus USD 1.297,4 juta," ujarnya di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (15/10/2018).

Sementara kondisi Januari hingga September 2018 total defisit 2018 sebesar US 3,78 miliar. Untuk migas, defisit USD 9,375 juta baik minyak mentah maupun hasil minyak defisit sementara gassurplus. Sedangkan, nonmigas surplus USD 5.593,6 juta untuk periode Januari hingga September 2018.

"Yang pernah mengalami defisit pada Januari hingga September itu tahun 2014 sebesar USD 1,67 miliar USD dan 2013 sebesar USD 1,30 miliar," kata Yunita. 

Negara yang mengalami surplus neraca perdagangan tertinggi pada September adalah India dan AS. Total surplus Januari hingga September dari India USD 6.437 juta, untuk September sendiri sebesar USD 895 juta. Sedangkan ke AS Januari hingga September 2018 itu surplus USD 6.341 juta. 

"Memang kalau dibanding 2017 yang ke AS surplus nya mengalami penurunan. Kalau 2017 surplusnya tinggi yaitu USD 7.166 juta. Selanjutnya, yang lain yang surplus itu ke Belanda sebesar USD 2.030 juta. Naik dari 2017 yang sebesar USD 2.313 juta," ujar dia.

Yunita melanjutkan, defisit perdagangan terbesar terjadi dengan Tiongkok, yang dalam periode Januari hingga September 2018 defisit sebesar 13.964 juta USD. Untuk, Thailand Indonesia juga defisit USD 3,816 juta, Australia defisit USD 2.119 juta. "Kalau ke Australia defisitnya mengecil, tapi Thailand dan Tiongkok membesar," kata dia. 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 


Prediksi Ekonom

Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, neraca dagang September 2018 diprediksi defisit sebesar USD 442 juta. Hal ini seiring impor pada September masih lebih tinggi ketimbang ekspor.

"Masih berpotensi defisit USD 442 juta. Ekspor masih lebih rendah dari laju impor. Ekspor tumbuh 7,4 persen year on year (YoY). Impor tumbuh 25,85 persen YoY,” ujar Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, saat dihubungi Liputan6.com, Senin 15 Oktober 2018.

Ia menuturkan, impor masih tinggi tersebut didorong laju investasi yang masih tinggi dan PMI Indonesia yang cukup ekspansi.

"Impor semen masih tinggi. Kebutuhan impor masih tinggi sedangkan ekspor belum naik. Apalagi harga komoditas crude palm oil (CPO) dan karet alam turun pada September 2018," kata dia.

Dengan neraca dagang masih defisit pada September, Josua perkirakan defisit neraca dagang mencapai USD 3,5 miliar pada kuartal III 2018 terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal tersebut membuat defisit transaksi berjalan juga cukup tinggi.

"Potensi defisit neraca dagang pada kuartal III 2018 sekitar USD 3,3 miliar-USD 3,5 miliar. Dari sebelumnya kuartal II 2018 sekitar 3,04 persen terhadap PDB. Ini potensi risiko dalam negeri," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya