Cerita di Balik Jam Tangan Kayu Hits Asli Indonesia Bernilai Jutaan Rupiah

Harga jam tangan kayu asli Indonesia, Matoa, tak ada yang di bawah Rp 1 juta. Ada alasan di balik harga relatif mahal itu.

oleh Asnida Riani diperbarui 16 Okt 2018, 03:00 WIB
Jam tangan kayu Matoa. (dok. Instagram Indonesia)

Liputan6.com, Bandung - Sore sudah hampir menjemput siang ketika Liputan6.com menyambangi workshop Matoa di rangkaian acara Instagrammable Business pada Jumat, 12 Oktober 2018, di Bandung, Jawa Barat. Sesampainya di tempat, nuansa kayu, sebagaimana produk yang ditawarkan, langsung terlihat di hampir setiap penjuru bangunan tiga lantai tersebut.

Lucky Dana Aria, selaku founder Matoa, menyambut dan siap berbagi cerita tentang bisnis yang sudah dijalaninya sejak 2013. Bersama suasana syahdu berhias semilir angin Kota Kembang, kisah kelahiran salah satu brand lokal ternama ini pun mengalun.

"Matoa itu dari tahun 2013. Saat memperkenalkan produk lewat Instagram, banyak banget customer yang belum melek sama brand lokal. Apalagi ini jam tangan kayu. Masih banyak yang belum familiar," papar Lucky mengawali.

Visual dari produk tersebut terus diperlihatkan. Perlahan, kehadiran Matoa mengundang penasaran orang. "Sebetulnya kenapa Matoa ini ada karena saya cari produk yang bisa saya kembangin. Pada dasarnya, orang memang mencari yang belum ada, mencari yang unik," ucapnya.

Sebelum akhirnya berani memulai bisnis sekitar lima tahun lalu, riset produk jam tangan kayu ini sudah berlangsung lebih lama dari itu. "Risetnya kurang lebih sampai 10 tahun. Modal waktu itu sampai habis buat riset dulu," cerita Lucky.

Berkat ketekunan dan rentetan trial and error, Matoa akhirnya sedikit demi sedikit menemukan identitas. Walau, dinyatakan Lucky, kualitas produknya hingga kini masih terus ditingkatkan seiring pengalaman.

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Gerakkan Perekonomian Lokal

Jam tangan kayu Matoa. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Kesan brand lokal Matoa kian terasa, lantaran produksinya langsung ditangani pekerja dalam negeri. "Dari awal buat, saya sengaja mempekerjakan anak-anak muda dari daerah Ciwidey," papar Lucky.

Seiring tuntutan pasar yang tinggi, Lucky pun membuka lapangan pekerjaan lebih luas. Awalnya hanya dua orang, kini ada sekitar 30 pengrajin dari satu desa yang menangani produksi jam tangan kayu dengan harga jutaan rupiah tersebut.

"Saya ambil pemuda Ciwidey itu karena mereka sebenarnya punya skill bagus. Tapi, kan tidak ada kesempatan. Jadi, sebelum ini, kebanyakan mereka hanya kerja sebagai penjaga sekolah, cocok tanam. Padahal, mereka pengin punya penghasilan lebih," tambahnya.

Walau memiliki kemampuan mumpuni, dalam pengerjaan jam tangan kayu, Lucky memaparkan, para pengrajin biasanya akan mendapat training dulu mengingat materi pembuatan produk yang berbeda dari biasanya. Dasarnya, Matoa dibuat dari kombinasi 50:50 dari waste wood dan kayu siap olah.

"Matoa sendiri pakai dua jenis kayu, yaitu eboni asli Sulawesi dan maple asal Kanada yang ternyata bisa ditemui di Indonesia," tambah Taufik Mochammad Ridwan selaku Marketing Director Matoa.


Kampanye Penambah Nilai

Jam tangan kayu Matoa. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Matoa bisa dikatakan sangat memperlihatkan personality sang pemilikLucky. Bahkan, akun Instagram yang sekarang dipakai dulunya adalah milik pribadi lelaki asal Bandung, Jawa Barat, tersebut. "Itu dulu akun pribadi saya. Jadi, Matoa itu benar-benar jadi penggambaran personality saya," jelasnya.

Media ini dipilih Lucky untuk mempromosikan jam tangan kayu miliknya dengan sejumlah pertimbangan. Salah satunya adalah menekan biaya promosi. Lainnya adalah bentuk visual yang ditonjolkan. Bagi Lucky, tampilan visual mempermudahnya untuk menunjukkan wujud dari produk jam tangan kayu buatannya.

"Karena kan Instagram itu platform yang gratis. Sangat menguntungkan untuk memperkenalkan kita mau jualan apa," papar Lucky.

Hingga seiring waktu berlalu, Matoa pun menemukan reseller di luar negeri lewat Instagram. Mereka tersebar di Singapura, Malaysia, Jepang dan Arab Saudi.

"Kebetulan memang bukan kami yang menawarkan, tapi mereka yang menemukan Matoa," ujar Lucky.

Tak melulu memasarkan, Lucky juga menambahkan banyak cerita di feed Instagram Matoa. Hal itu menambah nilai dari jam yang dijualnya.

"Banyak konten di balik produk Matoa itu sendiri. Dari bahan, sampai setelah dibeli dampaknya apa. Jadi, memang ada campaign-nya," kata Lucky.

Kini, di tahun ke-5, Matoa dikatakan akan terus membidik pasar, baik dalam maupun luar negeri. Terlebih, pasar produk ini sudah bergesar dari laki-laki ke perempuan.

"Belakangan justru 60 persennya malah perempuan," ucap Taufik menambahkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya